Bab 29

2K 151 15
                                    

Karena cuma 600an words, dipublish hari ini aja :)

Selamat membaca❤

.
.
.
.
.

🔥🔥🔥🔥


Dengan lambaian tangan, dua staf pergi meninggalkan kami berdua di dalam ruangan facial treatment. Sesuai apa yang tertulis di kertas itu, pertemuan kali ini amat penting sehingga membutuhkan privasi.

"Hindari Bi Suti."

Kak Raina membuka diskusi dengan lugas, tanpa berbasa-basi.

Aku bertanya-tanya mengapa. Karena menurutku dia cukup aman untuk dikatakan tak bersalah. Kuberitahu percakapanku dengan Bi Suti beberapa hari lalu, mengenai rahasia dan jawaban atas pertanyaanku. Kak Raina tampak tak senang sembari menggeleng-gelengkan kepala.

"Yang terakhir, dia berbohong." Aku menatapnya kaget. "Dia mengenal rumah itu seperti telapak tangannya sendiri. Seseorang sudah memastikannya."

Pasti orang itu adalah ART yang berkhianat.

"Maaf atas keteledoranku, Kak."

"Jangan sampai terulang lagi. Bukan hanya aku yang sial, kamu juga akan ikut terseret."

Aku menaruh kepercayaan penuh pada Kak Raina. Setelah banyak informasi penting dan rencana kami juga kian mendekat, aku tidak mungkin terus menerus membangun tembok pertahanan. Kunci dari rencana ini adalah kepercayaan. Percaya satu sama lain namun tetap waspada.

"Aku sudah suruh dia untuk membantumu ke ruangan itu, tapi secara tidak langsung. Akan berbahaya kalau dia terang-terangan mengajakmu. Dengar baik-baik, hari Selasa pukul dua pergi ke lantai terbawah rumah itu, dari pintu pergi ke arah kanan, dan cari ART yang memberimu kertas. Dia akan berdiri dekat dengan 'pintu' yang kamu cari. Kita harus menyelesaikannya di sana."

Aku mengangguk paham. Kupatri tiap intruksi di kepala agar tak lupa. Hari selasa. Pukul dua. Bagian terbawah dari rumah. Arah kanan. ART. Pintu. Cari pintu itu segera.

"Kenapa harus ruangan itu?"

"Kamu tau itu ruang penyiksaannya untuk penyusup maupun penjahat dari orang terpercayanya." Aku fokus mendengarkan Kak Raina yang dengan sabar menjelaskan. "Ruangan itu kedap suara dan terisolasi dari luar. Kita bisa mencari domba hitam nantinya."

"Pastikan dia orang yang pantas." Sebab aku menentang keras orang bersih tak bersalah diceburkan ke dalam rencana kotor kami.

"Lanjut, aku sudah mendapatkan semua bukti yang kita butuhkan. Aku tidak bisa menjelaskan satu persatu. Tidak ada waktu, lebih sedikit tau lebih baik."

Aku hanya ingin hidup damai. Mengetahui hal-hal keji yang berhasil Kak Raina korek tak akan memberi keuntungan apa-apa. Aku serahkan sepenuhnya padanya.

"Terima kasih atas data-datanya, Kei. Itu seperti ekor yang mengantarkanku ke badan sampai moncongnya."

Aku tersenyum, senang dapat membantu meski kelihatannya hanya data-data salinan di flashdisk. Faktanya merupakan data-data kotor paling kejam yang dapat membongkar kebusukan Dirga.

"Bagaimana soal Dina?"

"Masa lalu dia buruk, tapi aku tidak menemukan sesuatu yang aneh. Untuk berjaga-jaga, jaga jarak saja."

Dia menjeda cukup lama. Keningnya tampak berkerut-kerut oleh banyaknya informasi yang diterima. Salah melangkah, tamat sudah riwayat kami.

"Bi Suti sangat setia dengan bajingan itu. Dibanding Dina, dia lebih berpotensi menjadi kaki tangannya. Pastikan rahasia yang kamu pegang bisa mengekangnya kuat supaya tidak mengadu."

"Iya, aku yakin rahasia itu setimpal."

Dengan cepat Kak Raina mengubah topik. "Bagaimana hubunganmu dengan Dirga? Kudengar membaik."

"Desas-desus itu benar. Kak Raina tidak perlu khawatir."

Mengenai kembalinya diriku ke kamar Dirga, sepertinya tidak perlu disampaikan. Dia pasti sudah mendengar dari seseorang. Lagipula bagiku itu terlalu privasi. Rasanya memalukan mengucapkannya keras-keras kepada kakak ipar sendiri.

Tiba-tiba aku teringat dengan Bi Suti yang sudah mengetahui ketertarikan Dirga padaku sejak masa sekolah. Apakah Kak Raina juga?

"Kak, apa Kak Raina tau kalau Dirga sudah mengincarku dari dulu?"

Kumohon katakan tidak. Karena jika iya, aku tidak yakin bisa memaafkannya. Rasanya semua ini begitu palsu.

"Dari kecil kami tidak dekat, juga fokus dengan urusan masing-masing, jadi aku tidak tau. Tidak peduli lebih tepatnya. Saat kalian menikah, aku justru penasaran kenapa dia memilihmu."

Aku menatapnya bulat-bulat, menginginkan sebuah jawaban lebih. Namun, dia hanya mengendikkan bahunya, sama-sama tidak tahu.

"Ingat, hari Selasa pukul dua. Setelah itu, siapkan mental dan tunggu perintah dariku."

🔥🔥🔥

Berselimut BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang