Aku seperti di penjara ganda!
Seharian ini Kak Raina mengikuti kemana pun aku pergi. Ke halaman belakang, dapur, ruang TV, bahkan sekarang ikut masuk kamar. Katanya dia khawatir. Kalau begini, justru aku yang khawatir dia sungguhan memata-matai gerak-gerikku.
"Jadi Dirga memindahkanmu kesini?" tanyanya sendu. Dia menatap sekeliling, meratapi kamar baruku yang sempit.
Sewaktu awal menginap dia terkesan dingin, elegan dan sulit untuk digapai. Setelah mengenalnya lebih dekat, ternyata dia memiliki sisi hangat seorang kakak. Aku sempat berharap lebih padanya, kini aku tidak bisa berangan-angan terlalu jauh. Kak Raina baik, tapi tetap saja mengalir darah yang sama dengan Dirga. Darah lebih kental daripada air.
Sekesal apapun aku sekarang, aku harus tetap bermain sebagai adik ipar yang baik dan polos. Terlebih lagi akhir-akhir ini aku memilih untuk menjadi pasif. Jadi, aku hanya mengangguk pelan tanpa mengeluarkan caci maki.
"Dia... membuangmu?"
Aku harap begitu.
Namun, aku justru berkata, "Mungkin dia lagi banyak pikiran."
"Jangan bohong. Dia adik kandungku, aku tau dia bagaimana."
Tangannya menggapai tanganku yang terkulai lemah di atas ranjang. Terasa hangat, tapi juga ganjil. Entah sejak kapan aku jadi membenci perhatian kecil berupa sentuhan sederhana seperti ini.
"Kalau begitu, aku tidak perlu jujur kan?" jawabku sambil tersenyum tipis. Dalam hati berharap agar Kak Raina berhenti mengusik dan pergi saja sana!
Kak Raina beringsut mundur, melepaskan genggaman tangannya dariku. Dinginnya permukaan seprai menyelimuti telapak tanganku lagi. Kehampaan lebih kusukai daripada disentuh.
"Aku tidak akan ikut campur lagi," ucapnya. "Aku membawakanmu sesuatu. Pasti kamu suka. Tunggu disini sebentar."
Bagus, itu yang kumau.
Dia meninggalkanku sendirian untuk beberapa sesaat. Setidaknya cukup memberiku ruang untuk bernapas. Kujatuhkan tubuh ke ranjang, menatap langit-langit kamar sambil bertanya-tanya kapan aku bisa terbebas dari neraka ini. Apakah aku bisa keluar hidup-hidup atau satu-satunya cara untuk bebas adalah mati?
Kak Raina kembali dengan bawaan yang lumayan besar. Rasa penasaranku pupus ketika melihat dia mengeluarkan sepotong kue dalam kotak mika. Apa ini salah satu akal-akalan Dirga dengan menggunakan Kak Raina agar aku mau makan?
"Ini dari toko kue langgananku. Semoga kamu suka."
"Tapi..."
Kak Raina menyodorkan sendok, memaksaku untuk memegangnya erat-erat.
"Ayo coba."
Mau tidak mau aku menurutinya. Kuenya tampak normal, biasa saja seperti kue pada umumnya. Secuil kue masuk ke dalam mulut, menyebarkan rasa lembut seperti kapas. Rasanya pun juga biasa, tidak ada yang mencurigakan.
"Bagaimana rasanya?"
"Manis."
Dia memerhatikanku dengan mata berbinar-binar. Tatapan yang seolah-olah sedang memaksaku untuk terus makan hingga habis tak tersisa. Aku tidak akan kaget kalau memang benar ini ulah Dirga agar aku lebih banyak makan.
"Oh iya, ada satu lagi." Dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Kali ini bukan makanan, melainkan laptop. Laptop berukuran kecil tapi masih tampak baru. Tidak hanya itu, ada ponsel jadul yang cuma dapat digunakan untuk menelpon dan mengirim pesan singkat.
"Aku bisa memberikan fasilitas lain yang kamu butuhkan."
Aku dapat merasakan racun dalam seulas senyumnya yang penuh simpati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Berselimut Bara
Mystery / ThrillerBerawal dari alkohol, Keila terjebak dalam labirin kesengsaraan yang dibuat laki-laki itu. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada ampunan. 🔥🔥🔥 Mengandung banyak konten negatif yang mungkin mengganggu bagi sebagian pembaca. ⚠Trigger Warning⚠ Toxic...