Bab 26

2.5K 166 26
                                    

Para pembaca tercintaku, ingatlah ini bukan genre romance😉👍

Thank you!


🔥🔥🔥

"Senang?"

Terdengar getir dan sarkas. Meski begitu, aku menjawabnya biasa saja tanpa terpancing emosi. Aku bercerita bahwa akan sering melakukan perawatan wajah bersama Kak Raina. Tadi kami makan salad buah ddan minum us jeruk sambil menonton langit dan rerumputan luas. Saat hampir sampai tujuan, Kak Raina juga berencana mengajakku pergi ke salon bersama.

"Kamu suka dengannya?" tanyanya kali ini lebih kalem, murni penasaran.

"Dari awal aku merasa cocok dengannya."

Dia hanya manggut-manggut selagi menyantap makan malamnya. Kedekatan kami tidak mencurigakan karena sejak awal aku terus menempel pada Kak Raina. Hanya dia yang menjadi obat kewarasanku di awal pernikahan. Kalau sekarang posisinya berubah menjadi rekan rahasia yang berbahaya.

"Hati-hati dengannya, Kei. Dia orang yang licik."

Kalian berdua sama saja. Licik, penuh misteri, dan wajib dihindari. Bedanya Kak Raina memiliki dendam padamu sehingga terikat perjanjian denganku. Alhasil, dia tidak bisa berbuat macam-macam.

Tentu saja, amukan batinku tidak terlontar. Aku hanya berkata iya dengan patuh.

Makan malam ditutup dengan puding susu yang datang langsung dari kulkas. Puding tersebut bergoyang-goyang saat diletakkan di atas meja dengan harum manis samar. Begitu aku menyendoknya, dengan licin permukaan sendok meluncur. Begitu lembut puding tersebut sampai tak terasa di mulutku.

Aku melihat mejanya kosong tanpa sepiring puding. Dia hanya memerhatikanku menikmati makanan penutup.

"Sudah kenyang?" tanyaku, kembali menyiapkan sesendok puding ke mulut. Dingin bercampur manis kembali menenangkanku. Inilah yang sedari awal kubutuhkan selagi mencoba bercakap-cakap dengan Dirga.

"Khusus untukmu." Dia menunjuk puding di piringku dengan dagunya. Oh, mungkin dia bukan penggemar makanan manis. Atau dia hanya sedang berusaha menarik perhatianku lagi, seperti yang dia lakukan dulu sekali. Kesetanan, tiba-tiba adem, kembali mengamuk, lalu bersikap baik lagi. Aku sudah terbiasa dengan tingkahnya yang dijejaki ribuan bendera merah.

"Yakin tidak mau?"

Aku menggodanya seraya tersenyum. Senyum palsuku semakin hebat rupanya. Karena Dirga merespon dengan penolakan yang disertai senyuman santai. Aku hanya merespon 'ok' yang nyaris berbisik, kemudian melanjutkan makan puding dengan hati ringan.

"Aku punya sesuatu untukmu."

Kedua mataku membulat terkejut. "Puding rasa lain?" candaku. Dengan suasana hatinya yang sedang baik, pasti itu sesuatu yang bagus.

"Bukan," jawabnya sambil terkekeh. Astaga, kalau Kak Raina menyaksikan ini, dia pasti bangga. Misi menaklukkan Dirga semakin dekat dan jelas.

Dia memanggil seorang pelayan di dekatnya, lalu meminta mengambil kotak yang dia bilang sesuatu untukku itu. Dalam hati aku berharap, itu pasti hadiah. Hadiah yang bagus. Hadiah yang menyenangkan. Hadiah yang memberi tanda bahwa Dirga mulai terlena oleh sikapku yang menurut.

Kotak berwarna kuning pucat ada di tangan Dirga sekarang. Dia menggesernya hingga sampai ke sisi seberang. Aku meraihnya dengan rasa penasaran. Saat diangkat, terasa ringan tapi masih ada beban. Aku kesulitan menebaknya. Jelas bukan perhiasan atau pakaian. Dirga tampak tak sabar menungguku membukanya. Jadi aku pun mengabulkan permintaan tak terucap tersebut.

Berselimut BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang