Berawal dari alkohol, Keila terjebak dalam labirin kesengsaraan yang dibuat laki-laki itu.
Tidak ada jalan keluar.
Tidak ada ampunan.
🔥🔥🔥
Mengandung banyak konten negatif yang mungkin mengganggu bagi sebagian pembaca.
⚠Trigger Warning⚠
Toxic...
Katanya salah satu cara melepas stress yang sehat adalah membuang semua beban pikiran ke dalam tulisan. Aku mencoba. Lebih tepatnya setahun yang lalu aku mencoba. Buku ini sudah lusuh dipenuhi memori sedih & bahagiaku.
Sekarang sudah mencapai halaman terakhir. Aku ingin merangkum semuanya sebelum membeli yang baru dengan harapan akan lebih banyak momen bahagia yang kutulis.
Hari ini, tepat 7 tahun usai titik balik nasib, masih banyak hal dalam diriku yang harus ditata kembali. Aku merasa tidak utuh lagi dan tidak akan pernah pulih. Aku masih membenci diriku sendiri, kadang putus asa, kadang juga jijik. Aku masih berusaha sampai detik ini.
Yang terparah adalah aku tidak dapat pergi ke psikolog ataupun psikiater. Sebab, aku bukan Kei lagi. Pergi ke sana sama saja membongkar identitas asli. Aku memilih untuk memendam bebannya sendiri.
Kak Raina menepati janjinya. Dia mengabulkan permintaanku dengan memberi identitas baru agar aku dapat membuka lembaran putih. Tidak hanya itu, dia juga memberikan uang dalam jumlah besar. Dia memang licik tapi teguh pada janji. Kami putus kontak setelah itu.
Berita kematian keluarga kecil Dirga mengguncangkan massa. Siapa yang tidak mengenal Dirga dan keluarganya yang konglomerat itu? Meski Dina sudah dikambinghitamkan menjadi pembunuh, masih ada yang tidak percaya. Terlebih lagi setelah Kak Raina membongkar habis-habisan bisnis gelap adiknya. Apakah benar Dina, mantan PSK yang dijadikan mata-mata kepercayaannya, berkhianat? Atau dia hanya korban semata? Aku hanya termenung saat mendengar spekulasi itu.
Sekarang aku hidup dengan nama baru, lingkungan baru. Semua yang berhubungan dengan Keila dikubur dalam-dalam. Walau begitu, bagaimana kabarmu, Dirga? Dan kawanmu itu? Ada daftar dosa yang harus kalian bayar. Dirga, semoga kamu menderita di bawah sana, seperti diriku yang tersiksa saat bersamamu. Memang aku punya kehidupan baru di sini, tapi separuh jiwaku masih terkurung di masa lalu. Biarpun aku ingin lupa, aku tidak bisa. Jadi, semoga kamu juga.
Terakhir, aku juga ingin menuliskan perkembangan dia, bukan hanya tentang aku. Dia anak yang manis & pintar. Hari ini gurunya bilang dia pandai dalam permainan teka-teki. Teman-temannya pun bertambah banyak. Jujur saja, awalnya aku kesulitan untuk mencintainya di saat aku bahkan tidak bisa mencintai diriku sendiri. Ketika tahu dia tumbuh di dalam diriku, berulang kali aku bertekad menggugurkannya dan berulang kali pula hanya berakhir dengan tangisan frustrasi. Selalu ada keraguan. Namun, lambat laun aku mulai belajar menerima keberadaannya. Mungkin pilihanku untuk mempertahankannya benar, mungkin juga keliru. Mungkin aku membutuhkan pelipur lara dari sosok tidak terduga. Kami bisa saling belajar apa itu cinta. Ada satu doa yang selalu aku panjatkan setiap malam, setiap membuka mata, setiap memandanginya. Aku berdoa semoga dia tumbuh menjadi laki-laki yang baik & memiliki hati nurani. Akan kupastikan mendidiknya dengan baik agar tidak mirip seperti ayahnya.
Aku sudahi dulu sampai sini. Suara dia & Milo tidak terdengar sama sekali. Dulu aku suka ketenangan, sekarang aku lebih lega jika mendengar keributan. Semoga mereka hanya tertidur karena kelelahan bermain, bukan sibuk bereksperimen memporak-porandakan rumah.
🔥🔥🔥
Ketakutanku akan rumah berubah menjadi kapal pecah ternyata benar, walaupun kekacauannya masih tergolong ringan. Kertas-kertas penuh coretan berserakan, krayon bertebaran dan beberapa ada yang patah. Namun, pelaku sudah tertidur pulas berbantalkan tubuh Milo.
Ada satu kertas yang menarik perhatianku karena tidak diremukkan menjadi bola maupun coretan abstrak. Kuambil kertas tersebut seraya tersenyum. Hatiku terenyuh melihatnya, nyaris saja menyemburkan tawa. Dengan hati-hati kukembalikan kertas tersebut ke tempat semula.
Lebih baik aku pura-pura tidak tahu sampai dia sendiri yang memberikannya.
Aku pun lekas berkutat di dapur, membuat kudapan manis untuk camilan sore tanpa memedulikan kondisi rumah yang kacau. Bila kubereskan, dia akan tahu bahwa aku sudah melihat gambarnya. Lagipula dia harus belajar merapikan barang-barangnya sendiri.
🔥🔥🔥
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🔥🔥🔥
. . . . . . .
Selamat, kalian telah berhasil mencapai epilog dari Berselimut Bara!
Bagaimana dengan endingnya? Semoga kalian suka.
Aku berterima kasih atas semangat, dukungan, dan antusias kalian yang menemaniku selama perjalanan menulis Berselimut Bara. Aku masih ga percaya bisa menuntaskan 1 cerita & itu semua berkat kalian.
Sesi Chat & Yap akan dipublish setelah ini, sampai ketemu di sana!