Dirga cemberut mendapati kakaknya muncul di akhir pekan. Aku berusaha menetralkan antusias bercampur gugup yang melingkupiku. Tentu saja aku senang atas kehadiran Kak Raina lagi, tetapi aku juga cemas dengan tukar laporan yang kami miliki. Mengingat kedatangannya hanya bagian dari kesepakatan membuatku sadar diri. Kuingatkan diriku kuat-kuat. Dia juga punya tujuan sendiri, sama sepertiku. Rasa sayang ipar yang dulunya kukira ada itu semua semu. Terlena dengan ilusi kebaikannya hanya akan membuatku lengah. Aku tidak boleh terlalu bahagia.
"Aku mau mengajakmu keluar," ucapnya sumringah. "Cepat ganti baju, aku tunggu."
Aku melirik ke arah Dirga, meminta persetujuan. Dia hanya menggerakkan dagunya, itu berarti boleh meski setengah hati. Aku berjalan melewati mereka.
"Kalian akrab ya?"
Aku mendengarkan selagi berjalan perlahan menuju kamar. Jujur saja aku khawatir Dirga curiga.
"Memang dari awal begitu kan? Dia anak yang manis," jawabnya acuh tak acuh. "Jangan merajuk, Dirga. Aku sudah bilang lewat chat kan?"
Suara mereka semakin sayup samar sampai aku tak dapat mendengar apa-apa lagi. Aku segera mengganti pakaian yang layak untuk berjalan bersama Kak Raina di siang hari yang sedang terik. Aku memoles pelembab bibir agar tidak terlihat kusam dan menyemprot parfum di titik-titik tertentu. Hanya itu saja karena Kak Raina sudah menunggu. Kalau Dirga memberitahu lebih awal, aku pasti bersiap-siap lebih rapi lagi. Dasar bajingan itu. Kalau aku tampil cantik kan dia juga yang menjadi pujian. Bagaimana kalau aku dan Kak Raina bertemu orang yang dikenalnya dan melihat istrinya tampil pucat sederhana? Dia juga yang rugi. Persetanlah, itu salahnya sendiri.
"Serahkan saja padaku."
Itu yang kudengarkan dari Kak Raina ketika kembali. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, yang pasti itu aku.
"Pulang sebelum makan malam," perintahnya final. Dia masih tak terima akhir pekannya bersamaku direbut oleh kakaknya sendiri.
Aku mengangguk, lalu mengikuti Kak Raina. Namun, rasanya ada yang kurang. Aku masih punya misi pertama yang belum terwujud sepenuhnya, yaitu meluluhkan Dirga. Buat seakan-akan aku kembali mempercayainya, bahkan mengharapkan rumah tangga bahagia. Jadi aku kembali padanya. Dia kebingungan melihatku yang berbalik, tapi ekspresi itu berubah menjadi keterkejutan saat kecupan singkat mendarat di pipinya. Aku terburu-buru menghampiri Kak Raina tanpa menunggu respon Dirga lebih lama lagi.
Begitu mobil bergerak menjauhi rumah, tawa Kak Raina meledak. "Aku melihatnya tadi."
"Apa?"
Maksudnya kecupan impulsif itu?
"Iya. Kamu kelihatan malu-malu seperti anak kelinci dan kabur begitu saja."
"Memang," jawabku sambil mendesah lelah. Anak kelinci dalam artian mangsa, bukan sesuatu yang menggemaskan sama sekali. "Bukan malu-malu, tapi aku takut setengah mati."
"Walaupun terpaksa, membuatnya merasa memegang kendali lagi itu penting. Kuhargai usahamu."
"Terima kasih."
Aku menikmati pemandangan jalanan, perumahan, dan berganti ke pertokoan. Sudah lama aku tidak keluar dari sangkar emas itu. Rasanya seperti burung kecil yang dapat terbang beberapa meter ke udara karena masih ada seutas benang tipis mengikat kakinya yang tersambung jemari majikannya. Tak apa. Jika aku berusaha sebaik mungkin sampai rencana menyingkirkan Dirga berhasil, benang tak kasat mata ini akan putus.
"Kita tidak mungkin hanya pergi berbelanja kan?"
Kak Raina tersenyum. "Aku mau ada jadwal facial treatment hari ini. Kamu juga harus ikut." Ah, secara tak langsung dia menyindir kondisi kulitku yang kusam tak terawat karena stress berkepanjangan. "Setelah itu baru laporan. Jadi, rileks saja dulu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Berselimut Bara
Mystery / ThrillerBerawal dari alkohol, Keila terjebak dalam labirin kesengsaraan yang dibuat laki-laki itu. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada ampunan. 🔥🔥🔥 Mengandung banyak konten negatif yang mungkin mengganggu bagi sebagian pembaca. ⚠Trigger Warning⚠ Toxic...