Bab 21

4.5K 275 31
                                    

Beberapa hari setelah aku mengetahui ruang rahasia melalui CCTV dan Dirga sibuk menyiksa Rico, aku memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mengobrak-abrik ruang kerja Dirga yang dekat kamarnya. Aku hanya menemukan  berkas-berkas pekerjaan biasa yang sama sekali tidak mencurigakan. Aku tidak menemukan apapun untuk petunjuk lebih detail dari seseorang yang pernah kabur dan akhirnya berhasil ditangkap itu. Mendengarnya bicara diam-diam di telepon pada malam itu seolah sedang berusaha menutupinya rapat-rapat, aku jadi curiga ada bisnis lain. Yang pasti bisnis tersebut ilegal.

Sayangnya, saat aku mengecek komputernya, aku tidak bisa sebab diberi kata sandi. Aku sudah menebak sebanyak dua kali, jika tiga kali gagal, komputernya bisa terkunci permanen dan aku ketahuan. Pencarianku pun berhenti tanpa membuahkan hasil.

Maka dari itu, kini aku kembali lagi berbekal dua tebakan kata sandi yang paling mungkin akurat.

Komputer mulai menyala, menampilkan layar dengan kotak kecil untuk mengetikkan kata sandi. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. Baiklah, aku siap.

Dua kemungkinan kata sandi yang kupunya adalah sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya. Aku dan dia pernah berbagi masa SMP bersama. Setelah berpikir keras, aku menemukan potongan-potongan penting dalam memoriku.

Pertama, salah satu rahasia terbesarnya yang ia miliki semasa SMP. Dia pernah menjebak seorang anak lugu dan memfitnahnya telah mencuri sampai anak itu dirundung habis-habisan. Rundungan tidak berhenti sebab Dirga terus mencuri dan merusak fasilitas sekolah, kemudian kesalahan-kesalahan tersebut dilempar seenaknya dan difitnah. Aku mendengar gosip buruk tentang si anak lugu yang semakin lama semakin busuk. Walaupun tidak tahu kebenarannya secara persis, tetapi aku tahu Dirga yang menjadi dalangnya. Aku hanya diam saja saat itu karena juga takut dijadikan sasarannya. Anak itu akhirnya diadili atas semua kesalahan yang tidak pernah diperbuat. Dikeluarkan dari sekolah dengan catatan merah mengotori riwayat pendidikannya. Andai saja waktu itu aku berpihak padanya, bukan hanya diam, apakah keadaan akan berubah? Atau tetap sama saja? Aku ragu akan hal itu karena Dirga memiliki kekuasaan dan kepercayaan banyak orang dibandingkan aku.

Aku memasukkan tanggal anak itu dikeluarkan. Jujur saja, mengingat tanggal, terlebih lagi sudah terjadi bertahun-tahun lalu, itu mustahil. Entah ini bisa dibilang keberuntungan atau tidak, anak itu dikeluarkan bertepatan dengan hari ulang tahun sekolah. Itu angka yang dapat dicari di internet atau media sosial dengan mudah.

Aku mengklik enter dan... salah, coba lagi.

Apa kenakalan terparah pertama Dirga tidak berkesan sampai tidak dijadikan sandi? Sekarang kesempatanku hanya satu kali lagi.

Kali ini bukan tanggal, melainkan nama tempat. Karena kami sekelas, aku sering mendengar desas-desus sekaligus menjadi langganan korban keusilannya. Ada satu tempat yang selalu disebutkan Dirga sebagai lorong. Kukira itu lorong sekolah atau apalah, ternyata terowongan tua bekas jalur kereta api yang tidak lagi digunakan. Aku pernah mengikutinya sekali saat lengah dan menemukannya bersembunyi disana. Aku tidak tahu pasti, tetapi sejauh yang kutahu itu adalah tempat persembunyian rahasia sekaligus tempat ia menghajar target amukannya disana. Salah satunya si anak lugu yang keesokannya datang ke sekolah dengan wajah babak belur.

Aku mengetikkan istilah lorong tersebut secara lengkap, yaitu lorongbatamerah. Tempat persembunyiannya dinamakan demikian karena dibangun dengan bata merah, begitu juga dengan jembatan diatasnya yang masih kokoh. Teman-teman SMP juga mengenalnya demikian. Dengan sinar matahari sore yang menyorot, dinding terowongan gelap dan lembab itu sekilas seperti berlumuran darah. Seolah menjadi saksi bisu pada korban rundungan Dirga.

Aku merapalkan doa. Semoga terowongan tua yang memiliki sejarah kelam ini merupakan kata sandinya.

Salah.

Berselimut BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang