Elegan, anggun dan berselera tinggi.
Aku selalu memuji selera tingginya dalam urusan pakaian. Waktu pernikahan, aku angkat tangan. Semua diurus Dirga dan pihak keluarga. Jujur saja, walaupun aku menyesali pernikahan kami, gaun yang kupakai hari itu sangatlah cantik. Saat kucoba bertanya mengapa Dirga memilih gaun pengantin yang indah itu, dia hanya menjawab, "Kurasa itu cocok denganmu."
Kali ini Dirga membelikanku dress tanpa lengan sepanjang lutut berwarna merah elegan. Tidak ada hiasan atau renda, hanya murni dress sederhana yang lurus mengikuti bentuk tubuh dan melebar dari pinggang hingga bawah. Aku mematut diri di depan cermin. Selama ini aku menghindari warna merah karena tidak percaya diri. Aku takut akan terlalu kontras dengan kulitku. Sekarang aku mulai jatuh cinta dengan warna berani ini.
"Kamu suka?"
Aku terkejut. Lantas menoleh ke belakang, mendapati Dirga sedang bersandar di kusen pintu sambil menatapku.
Dengan gugup aku mengiakan. Sementara aku mencari sepatu yang cocok, Dirga berganti pakaian dibalik punggungku.
"Dirga."
Aku menatapnya lewat pantulan cermin, tidak berani menatap punggung telanjangnya secara langsung. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku masih trauma setiap kali melihat tubuhnya yang tak terbalut sehelai kain. Ingatan di kepalaku masih saja memutar kenangan buruk tentang sifat kasar Dirga.
Sebagai balasan dia hanya bergumam, sementara tangannya mencari kemeja yang cocok di gantungan.
Aku ingin menanyakan bisnis yang Dirga jalani. Menanyakan siapa rekan kerjanya. Menanyakan hadiah spesial yang dimaksud. Namun aku tidak berani. Bertanya sama saja membongkar bahwa aku hanya berpura-pura tidur dan mendengar semuanya. Aku takut Dirga berubah menjadi wujudnya yang asli. Aku masih berusaha menyesuaikan diri dengan kesepakatan manis ini.
"Tidak jadi," ucapku sambil menggeleng.
Dirga mendekat untuk memelukku dari belakang. Napasku tercekat. Kulit telanjangnya bersentuhan langsung dengan lenganku. Pantulan kami di cermin amat sangat menipu. Kami terlihat seperti pasangan bahagia, menikah karena cinta.
Aku mulai membenci kehadiran cermin. Andai saja aku bisa memutarnya agar tidak perlu melihat kerapatan tubuh kami.
"Mau bilang apa, hm?"
Dirga semakin mengeratkan pelukannya, menghirup aroma tengkukku dalam-dalam seperti seorang pecandu.
"Kenapa sedih?"
Wajahku berubah sedih dan sayup tanpa kusadari. Aku buru-buru menggeleng, tersenyum membalas tatapannya. Melihat wajahnya yang tampan dari jarak dekat ternyata tidak bisa menenangkanku. Aku masih bisa membayangkan ekspresi kerasnya dan senyuman jahat yang pernah terukir.
"Aku hanya gugup soal makan malam ini. Sudah lama aku tidak bertemu orang lain."
"Santai saja, Kei. Kamu pasti menyukai mereka."
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Dirga mencium pipiku, lalu berbalik untuk berpakaian. Sebelum Dirga merayuku lagi, aku segera kabur keluar dari kloset sembari membawa sepasang sepatu.
Di hadapan meja rias, aku hanya merapikan tatanan rambut yang sdikit berantakan karena ulah Dirga. Wajahku sudah dipoles sedemikian cantik sebelum berpakaian. Sekarang aku tinggal menunggu Dirga siap saja.
"Ayo, Keila."
Aku mengangguk, mengikutinya berjalan menuju keluar rumah. Malam ini mobil yang Dirga kendarai berbeda. Mobil sedan hitam yang biasa dibawanya pergi kemana-mana, ditinggal di garasi. Kini dia mengendarai mobil putih yang indah dengan interior yang mewah. Aku yang tidak mengerti soal otomotif, mengagumi mobilnya yang satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berselimut Bara
Mystery / ThrillerBerawal dari alkohol, Keila terjebak dalam labirin kesengsaraan yang dibuat laki-laki itu. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada ampunan. 🔥🔥🔥 Mengandung banyak konten negatif yang mungkin mengganggu bagi sebagian pembaca. ⚠Trigger Warning⚠ Toxic...