Sakit hatiku sedikit tertutupi ketika melihat Kak Raina menyambutku masuk. Katanya dia akan menginap penjara megah ini untuk beberapa hari demi menemaniku. Sungguh, kakak yang peka. Aku sedang butuh orang lain, siapapun selain Dirga.
Sialnya, aku berada di kamar bersama iblis tidak berperasaan ini. Dengan santainya Dirga membuka pakaiannya di hadapanku. Lisannya tidak mengatakan sepatah kata berharga seolah keguguran tidak mengusik isi kepalanya. Butuh sampai sepuluh menit aku mengumpulkan nyali. Aku pun akhirnya memanggil namanya. Dirga menoleh, menatapku dengan datar.
"Aku," suaraku hilang tiba-tiba. Efek menangis berjam-jam sangat buruk untuk suara.
Aku membersihkan tenggorokan dengan cepat dan mencoba bersuara lagi. "Aku mau tidur bersama Kak Raina."
Aku buru-buru menunduk. Sejak sikap asli Dirga yang kasar, aku menjadi kucing penakut. Aku membencinya, tetapi juga tidak bisa mengelak.
"Boleh," jawabnya singkat. Aku mendongak, melihatnya sekilas sebelum dia menjatuhkan diri ke ranjang dengan tubuh atas yang telanjang dan memungguiku. Aku tidak sempat berterimakasih, langsung meluncur ke kamar Kak Raina. Malam ini aku ingin mimpi yang tenang, bukan mimpi mengerikan dikejar monster atau terkubur lumpur hisap.
Kuketuk pintu kamarnya, disana wanita cantik yang baik hati membukakan pintu. Kak Raina tersenyum padaku. Tidak ada perasaan terganggu, justru senang akan kehadiranku. Tempat tidur tertata rapi, selimut ganda terlipat di atasnya, seolah Kak Raina sudah menungguku datang.
"Boleh aku tidur disini?"
Pertanyaanku tidak butuh jawaban, Kak Raina jelas-jelas menerimaku dengan suka hati.
"Dirga tidak masalah?" tanyanya. Yah, cukup dingin, tetapi aku lebih suka sikap dinginnya daripada harus melihat sisi buas yang brutal.
Aku hanya nenggeleng. Kak Raina peka dan juga sangat mengenali adiknya. Jadi tidak ada pertanyaan seputar Dirga keluar dari mulutnya.
"Bagaimana perasaanmu?"
Aku mengalihkan perhatian dari langit-langit kamar ke wajah Kak Raina yang polos bersih tanpa polesan riasan. Rambut gelapnya terurai cantik di atas bantal. Jika diperhatikan, wajahnya mirip dengan Dirga. Ujung hidung yang lancip, rambut gelap memukau, dan yang paling mencolok adalah mata coklat besar dengan tatapan lurus yang tajam.
"Kacau," jawabku. "Tapi merasa lebih baik saat ada Kak Raina."
Tangan lentiknya menjulur, mengusap kepalaku pelan. Bersamanya aku merasakan sosok seorang kakak yang lemah lembut, baik hati, dan penuh perhatian. Kak Raina penggambaran sosok malaikat yang tepat. Dia sangat peka untuk aku mirip anak kecil yang haus akan kasih sayang.
"Aku turut berduka atas kehilanganmu."
Suaranya lirih pilu. Aku tahu kehilangan yang dimaksud bukan hanya janinku, tetapi juga kebebasanku terampas.
"Terima kasih, Kak."
"Seharusnya aku bisa disini lebih lama lagi. Lima hari rasanya kurang."
Aku tahu. Aku tidak aman sendirian bersama Dirga. Mungkin sekarang dia dingin, tidak menganggapku ada, tetapi setelah Kak Raina pergi, siapa yang bisa menjamin? Aku hanya punya masa tenang selama lima hari.
Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Bukan topik yang menyenangkan, buruk malah, yang penting bukan tentang diriku atau Dirga.
"Dimana janinku dikebumikan?"
Kak Raina terdiam sejenak. "Di halaman belakang. Kata Dirga, itu tempat kesukaanmu."
Aku terkekeh, setengah mengejeknya. Bisa-bisanya dia masih memerhatikan kesukaanku di tengah kelakuannya yang lebih parah dari iblis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berselimut Bara
Tajemnica / ThrillerBerawal dari alkohol, Keila terjebak dalam labirin kesengsaraan yang dibuat laki-laki itu. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada ampunan. 🔥🔥🔥 Mengandung banyak konten negatif yang mungkin mengganggu bagi sebagian pembaca. ⚠Trigger Warning⚠ Toxic...