Terkadang cinta itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu sekalipun awalnya tak ada cinta namun lambat lain hatipun akan menerimanya apa adanya serta melabuhkan cintanya disana untuk masa depannya.
⏩ Homophobia dilarang keras mendekat ☠️
⏩ Area Dewa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sorry for typo & kata yang hilang 🙏
❄️❄️❄️💙💙💙❄️❄️❄️
"Papa kenapa?" Tanya Theo kepada Nadech, suami Nicha. Dia bertanya begini karena Nadech bermuram durja menatap langit hitam.
Nadech tersenyum sambil mengusap lembut kepala Theo, putra semata wayangnya yang sudah berusia 13 tahun.
"Apa Theo menyayangi mama?" Tanya dia random kepada Theo.
Theo mengangguk, tentu saja dia menyayangi Nicha.
Nadech masih tersenyum, dalam hatinya dia ingin Theo selalu mencintai Nicha.
"Tidurlah! Besok Theo masuk sekolah pagi kan?"
Theo mengangguk, dia sudah lupa mengenai masalah yang membuat Nadech bermuram durja.
Baru saja Theo pergi, Nadech menghubungi Meen yang ternyata sudah tahu perihal Nicha yang ingin mencelakai Perth.
Esok harinya Theo bertemu dengan Meen.
Cukup lama mereka bicara hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan sesuatu agar Nicha mengurungkan niatnya.
"Lepaskan semuanya Nicha... Maaf kan dan berdamai lah dengan masa lalumu... Orang yang kamu benci sudah tiada, lagi pula waktu itu dia tidak pernah menganggu rumah tanggamu dengan Sunny!" Nasehat Nadech untuk Nicha namun nasehatnya malah dibantah kasar oleh Nicha sehingga terjadilah adu mulut diantara mereka berdua.
"Jika kamu masih mendendam masa lalu... Lalu bagaimana dengan ku? Apa artinya aku dalam hidupmu?" Kata Nadech lelah dengan keras kepala Nicha yang terlalu memelihara benci dendam nan merusak hati.
"Tentu saja pendamping hidupku!" Jawab Nicha cepat tanpa pikir panjang.
"Kalau begitu kamu pasti tahu apa itu pendamping hidup!" Ucap Nadech lebih lanjut. Nicha terdiam bungkam, perkataan Nadech terlalu menohok sanubarinya.
Esok harinya...
Door!!! Selongsong timah panas itu mendarat cepat mengenai sasarannya. Timah panas itu bersemayam tenang di dada sasarannya yang membuat darah merembes cepat dengan rasa sakit nan luar biasa hingga tak sanggup lagi tuk bersuara.
"Mama!" Ucap Meen lirih kepada Nicha yang terduduk lemah, dia pikir pria yang dia tembak itu Perth Tanapon.
Tangan Nicha bergetar, seluruh tenaga di kakinya menghilang seolah-olah dia lumpuh.
