Bab 1 Ungkapan Perasaan

250 3 3
                                    

Amara dan sahabatnya, Brian tengah berada di balkon sekolah. Mereka tengah merayakan kelulusan mereka dari bangku putih abu-abu. Mereka berahabat sejak masuk SMP. Satu-satunya orang yang mau berbicara padanya saat itu hanyalah Brian. Suka duka telah bangku sekolah telah mereka rasakan. Bahkan orang tua mereka berdua sudah saling mengenal. Tapi seiring berjalannya waktu terdapat perasaan lebih dari sekedar sahabat yang hadir di hati Amara. 

Tepatnya tiga tahun sudah Amara yakin bahwa perasaannya telah berubah menjadi perasaan takut kehilangan, cemburu, sakit hati ketika Brian dekat dengan perempuan lain. Hari ini Amara memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada Brian. Amara duduk disebelah Brian dan menatap lurus kearah jalan yang ramai.

"Brian Saputra, sahabatku denger baik-baik ya" Amara menatap lekat Brian yang ada di depannya dan memegang pundaknya.

"Apa si Ra, aneh banget lo ngajakin gue ke sini" Brian heran dengan Amara yang mengajaknya ke atap sekolah padahal biasanya dia paling anti kalau diajak ke tempat itu. "Terus lo sejak kapan ngomong aku kamu ?" Brian semakin heran dengan gerak-gerik Amara yang menarik napas panjang"

"Aku Amara Nurunnisa Suka sama kamu Brian Saputra" Brian yang semula senang karena besok akan di wisuda melongo mendengar pernyataan cinta dari Amara.

"Pfft.... Lo kalau bercanda lucu Ra, hahaha parah Lo. Awas gue mau turun" Brian menyingkirkan tangan Amara dari pundaknya dan berniat turun dari balkon.

"Aku serius yan, Aku nggak bohong" Brian berhenti sejenak saat akan menuruni tangga dan kembali lagi kehadapan Amara

"Sejak kapan Ra ? bukannya lo bilang kalau persahabatan kita ini nggak boleh lebih ?"

"Iya gue tahu gue yang salah, gue yang nggak bisa kontrol perasaan gue. Sorry yan gue udah ngerusak persahabatan kita. Gue nggak pantes jadi sabahat lo. Gue terima kalau lo marah, gue terima kalau lo benci gue karena hal ini. Tapi satu hal yang lo harus tau. Gue nggak suka lo deket sama cewe lain selain gue" Amara kembali menggunakan kata lo-gue dan berusaha menjelaskan pada Brian yang pergi meninggalkannya

Amara mengikuti Brian yang sudah turun dan telah menghilang. Amara mengusap kasar air mata yang ada disudut matanya yang keluar tanpa permisi setelah ungkapan perasaannya yang tidak ditanggapi oleh Brian. Untunglah saat itu semua siswa sudah pergi sehingga tak ada yang melihat kejadian diatap hari ini.

Kali ini Amara pulang sendiri tanpa menunggu Brian. Saat sampai rumahpun dia harus menarik napas panjang sebelum membuka pintu untuk menetralkan perasaannya.

"Assalamualaikum. Mama Amara pulang" Amara tersenyum lebar seperti tidak terjadi apa-apa.

"Waalaikumsalah. Mana Brian ?" Amara yang memeluk Rosa-mamanya dengan senyuman palsu tiba-tiba sedikit menyusutkan senyumannya.

"Mama Brian ada urusan jadi nggak bisa mampir dulu" Amara berbohong pada Rosa. Tentu saja Rosa heran karena sejak dia bersahabat dengan Brian 5 tahun yang lalu Brian selalu mengantar Amara pulang dan selalu pamit dengan dirinya. Tapi kali ini Rosa merasa ada yang aneh. Mata Amara sembab dan terlihat malas.

"Kamu marahan sama Brian ? atau Brian bikin kamu nangis ?" selidik Rosa pada anaknya

"Nggak mamaku sayang. Brian itu mau ngurus pendaftara kuliahnya jadi harus buru-buru" Amara pastinya berbohong, jelas-jelas dia tadi meninggalkannya diatap.

"Oh jadi kamu nagis gara-gara kalian mau pisah gitu hmm? Rosa menganggat wajah anaknya yang masih menunduk menyembunyikan kesedihannya. Amara langsung memeluk Rosa

"Kalau anak mama yang cantik ini mau kuliah dimana ?" lanjut Rosa memegang pipi Amara dengan kedua tangannya

"Hemm apa kamu kuliah sekampus sama Brian aja, biar nggak sedih kaya gini ya ?" Rosa tau anaknya ini tidak bisa jauh dari sahabatnya itu. Amara menggeleng dan menitihkan airmata tanpa bersuara.

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang