Bab 7 Sahabat Baru

72 1 0
                                    


Tak terasa sebulan sudah Amara menjadi salah satu pekerja di toko roti milik Budi dan Nara. Siang hari Amara menyibukan dirinya dengan bekerja dan bercerita dengan Lubna. Lubna yang selama sebulan ini menjadi pelanggan tetap toko roti itu. Jam istirahat Amara selalu ia habiskan untuk makan siang dengan Lubna. Tapi Amara belum bisa menceritakan masalah Brian kepada Lubna. Diam-diam Amara masih sering teringat Brian menjelang tidur.

"Na aku tu ya susah tidur kalau Malem" Amara yang masih menyantap makan siangnya

"Kalau makan jangan sambil ngomong, aku nanti nggak ada kuliah jadi habiskan makanannya dulu ya nanti baru cerita. Ntar malah nyembur makanannya ke mukaku" Jelas Lubna yang belum memakan makanannya. Amara menganggukkan kepalanya, dan mulai menghabiskan makanannya.

"Nah selesai" Amara menyelesaikan makanannya dengan cepat karena dia merasa masalahnya ini harus dibagi pada sahabat barunya itu. Lubna tersenyum kecil melihat kelakukan sahabat barunya itu.

"Na aku mau cerita deh, jujur sebenernya aku ke sini itu mau kabur" Lubna tersedak minumannya, untung makanannya sudah habis jadi nggak nyembur ke Amara.

"Hati-hati Na, inimenumnya" lanjut Amara memberikan Lubna minum.

"Serius ? lho kok bisa, kamu ada masalah sama orangtuamu ?" Amara menggelengkan kepalanya.

"Gini aku tuh punya sahabat tapi cowo, sejak SMP aku selalu sama dia. Tapi waktu itu aku sadar kalau perasaanku lebih dari sahabat ke dia. Waktu lulusan aku langsung ngomong sama dia. Aku tau responnya akan seperti apa. Tapi yang aku heran dia malah mau maksain diri buat suka sama aku" Amara berhenti sejenak dan Lubna masih antusias mendengar cerita Amara.

"Trus aku terpaksa bohong sama dia kalau aku hamil dan menjadikan dia penutup aibku" mendengar itu Lubna terbelalak dan tersedak yang kedua kali.

"Una hobi banget si tersedak" Amara menyodorkan air dan menepuk punggung Lubna

"Abis kamu ceritanya gitu, aku kan kaget. Tapi apa dia nggak kecewa ?"

"Kecewa lah, dia bahkan marah banget sama aku. Mungkin sekarang dia menganggapku musuh bukan sahabat"

"Tapi dia masih hubungin kamu Ra ?" Amara menggeleng

"Aku udah ganti nomor dan aku nggak main sosmed, aku nggak ada nyali bales semua chat atau DM dia. Aku juga minta orangtuaku menyembunyikan keberadaanku"

"Tapi kamu kuat, sekarang aja kelihatan nggak mikirin" Amara sekilas memandang wajah Lubna dan menghembuskan nafas pelas

"Jujur aku masih mikirin dia pas mau tidur, tiba-tiba Ka gitu bayangannya lewat. Ini alasan kenapa aku cerita ke kamu. Kamu kan pernah tuh patah hati gimana caranya bisa Move on cepet ?" Lubna tersenyum sambil mengambil roti pesanannya.

"Malah makan, ditanya juga" Amara kesal dengan Lubna.

"Tenang dulu" Lubna mengambil selembar brosur dari dalam tasnya

"Ini jawabanku, awalnya susah Ra ngelupain doi. Tapi mas Albi ngasih ini ke aku" Amara melihat brosur yang diberikan oleh Lubna

"Kajian ? apa itu kajian kemuslimahan ?"

"Ini kegiatan ceramah khusus perempuan, di kajian ini membahas semua masalah kewanitaan. Bagaimana harus bersikap ketika jatuh cinta, bagaimana cara berpakaian yang benar menurut islam, ya intinya semua mengenai perempuan deh"

"hahaha kok aku nggak yakin ya, anak begajulan kaya aku gini ikut pengajian. Daan kamu tau aku tuh nggak punya gamis dan jilbab yang syar'i seperti punyamu. Ntar aku pake Jeans diketawain seluruh jamaah lagi" Lubna menggelengkan kepala heran dengan sahabatnya ini

"Tenang kamu kan punya aku, aku punya banyak banget kok baju, dan kayaknya pas buat kamu. Nanti kamu selesai Shif kerja jam berapa ?"

"Jam 4 sore udah selesai si"

"Oke berarti nanti sore aku ke sini lagi buat jemput kamu" Lubna membereskan tempat makan yang dibawanya dan meletakkan uang diatas meja "Ini uangnya buat bayar, dan jangan lupa siap-siap. Assalamualaikum cantik" Lubna berlajan menuju pintu

"Mau kemana ?"

"Mau pulang lah, kalau ada yang salam dijawab Ara" katanya yang sudah sambang pintu

"Waalaikumsalam" jawab Amara "Masudnya nanti sore mau kema...na" Amara memelankan suaranya karena sahabatnya itu sudah pergi.

Jam makan siang Amara selesai, dia mulai membersihkan semua meja yang tadi ramai pelanggan.

Keasyikan dengan pekerjaannya, tak terasa jam kerja Amarapun selesai. Amara segera bersiap-siap untuk pulang. Tiba-tiba saat dia keluar toko, Lubna sudah menunggunya diparkiran dengan motor matic merah miliknya. Amara langsung ingat dengan janji yang dia buat.

"Hampir aja aku lupa, untung kamu udah di sini kalau nggak pasti aku udah naik angkot" Lubna hanya nyengir dan segera menyalakan motornya.

"Emang kita mau kencana si Na, aku tanya malah diem terus"

"Tenang Ara, nanti kamu bakalan tau kok" Lubna melajukan motor miliknya dan berhenti di salah satu rumah besar.

Amara heran dengan rumah megah didepannya. Lubna yang menyadari kebingungan sahabatnya itu langsung menari tangannya dan memperkenalkannya pada orang di rumah.

Ya rumah besar itu adalah rumah Lubna. Lubna mengacapkan alam dan disambut hangat oleh maminya. Sedangkan ayahnya sedang bekerja. Lubna menarik tangan Amara untuk kekamar dan memberikannya beberapa pasang gamis miliknya yang masih bagus.

"Nih pakai" Lubna menyodorkan gamis miliknya

"Kenapa harus aku pakai ?" Amara bingung dengan Lubna

"Udah pake aja aku bakalan ngajak kamu kajian" Lubna tersenyum manis ke arah Amara. Tanpa membantah Amara langsung mengganti pakaiannya dengan gamis yang diberikan Lubna

Amara terlihat cantik dengan gamis berwarna Navy dan kerudung abu-abu tua. Amara mendengar Lubna sudah memanggilnya dilaintai bawah yang membuat Amara bergegas untuk turun. Saat ditangga Amara berpapasan dengan Albi. Albi terpana melihat Amara yang terlihat sangat berbeda dari biasanya. Kerudung panjang dengan gamis yang sangat pas tubuhnya membuat Albi tak mampu mengedipkan mata.

"Astagfirullah" Albi yang sadar langsung membuang muka dan menghindar dari jalan Amara menghindari sentuhan diantara mereka

"K..kenapa kak ? kakak seperti melihat hantu"

"Kamu itu hantu. Awas saya mau lewat" Amara langsung mundur dan memberikan jalan kepada Albi

'Apa benar aku kaya hantu, tapi ini warnanya Nanybukan putih. Bodoamat lah' gumamnya dan melanjutkan berjalan ke arah Lubna yangada di ruang depan.

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang