Bab 52 Rezeki, Jodoh dan Maut

45 0 0
                                    


Kabar Amara hamil sudah tersebar baik di lingkungan kampus, lingkungan tempat Amara kerja dulu, dan di kantor Albi. Banyak yang memberi ucapan kepada Amara terutama dari lingkungan kampus. Meskipun Amara bukan mahasiswa yang famous, tapi Albi suaminya adalah aktivis kampus yang namanya di kenal oleh kebanyakan mahasiswa meskipun Albi sudah menyandang status alumni kampus tersebut.

Kini Amara sedang mengerjakan tugas di gazebo yang berada di depan gedung fakultasnya sendirian. Amara sebenarnya tidak hanya sedang mengerjakan tugas tapi juga sedang menunggu Albi menjemputnya. Semenjak tahu bahwa Amara hamil Albi semakin protektif kepada Amara. Setiap hari Amara selalu diantar jemput olehnya. Yang membuat Amara jengkel adalah Albi yang selalu mengantarnya sampai di depan kelas, jangan lupa Albi yang selalu memapahnya layaknya orang yang sedang sakit. Mungkin bagi para jofisa ini terlihat romantis, tapi bagi Amara ini sangat-sangat berlebihan tapi ya mau bagaimana lagi Albi adalah suaminya dan dia harus menuruti keinginan suaminya selama itu baik dan tidak mengalahi aturan agama.

Kedatangan Lubna, membuat Amara sedikit terkejut. Masalahnya Lubna sedang menjalankan PKL di salah satu perusahaan, yang membuat miris lagi adalah dia harus LDR dengan sang suami karena tempat kuliah mereka berbeda. Tapi kenapa sekarang malah ada di kampus.

"Assalamu'alaikum" ucap Lubna dengan wajah yang lelah dan tak bersemangat.

"Wa'alaikumsalam adik ipar. Ih kok mukanya gitu kenape hem?" Lubna menghela napas panjang.

"Itu Mas Putra nggak jadi pindah" katanya dengan bibir yang mengerucut.

"Lah kenapa bukannya berkasnya sudah selesai ya ?" Lubna menggeleng,

"Mama Rumi nggak ngizinin, katanya aku aja yang ikut Mas putra"

"Ya udah kamu aja yang pindah ke sana"

"Ck nggak semudah itu Ara kakak iparku yang paling cantik... aku kan udah PKL manggung kali tinggal ambil KKn terus skripsi selesai. Nah kalau mas putra yang pindah kan gak terlalu nanggungg dia masih semester lima belum ngambil praktik juga. Masak aku pengantin baru di suruh LDR terus sih sebel deh. Kalau gini kapan aku punya calon debay kayak kamu coba. Nikahnya duluan aku eh hamilnya kamu duluan. Bener-bener nggak adil" keluh Lubn

"Sssstt kok ngomongnya gitu, kamu lupa rezeki, jodoh, sama maut itu Allah yang mengatur, lagian sejak kapan kamu jadi kek gini si. Biasanya kamu paling sabar diantara aku dan Icha. Kamu lupa sama firman Allah dalam surah Al-Hijr ayat 21 yang artinya 'dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi kami-lah khazanahnya dan kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu' Allah udah mempersiapkan yang berbaik untuk hambanya. Udah ya..."

Lubna menunduk dan menitihkan airmatanya yang sejak tadi menumpuk di pelupuk matanya. Amara yang melihatnya langsung memberi pelukan dan mengusap lembut bahu Lubna.

"Aku kangen sama Mas putra, aku iri sama kamu dan mas Albi yang bisa barengan terus nggak kaya aku yang LDR an. Terus tadi aku dengar anak-anak bilang kalau aku nggak subur, soalnya aku belum hamil padahal nikahnya kan aku duluan"

"Oh jadi karena omongan mereka kamu dateng-dateng mukanya di tekuk gitu ?" Lubna mengangguk.

"Udah ya kakak ipar ada di sini jangan nangis, lagian Brian tiap jum'at juga pulang kan"

"Ya tapi minggunya balik ke Bandung lagi... kan masih kangen. Terus kalau di sana dia deket-deket sama cewe lain gimana terus.." perkataan Lubna terpotong karena langsung di bungkam oleh tangan Amara.

"Kalau di berani nyakitin kamu, aku kakak iparmu sama mas mu yang akan ngasih dia perhitunga" kata Amara sambil mempraktekkan ekspresi yang galak, hal itu justru membuat Lubna tertawa karena Amara tak pernah memperlihatkan ekspresi sok galaknya itu.

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang