Bab 34 . Gak Cocok

45 0 0
                                    

Semenjak kejadian di kamar itu, Amara mulai menjaga jarak dengan Albi. Waktu makan Amara selalu pergi keluar dengan alasan ingin bertemu dengan teman. Dan ketika berpapasan dengan Albi Amara langsung menundukkan kepala dan langsung menuju ke kamarnya. Tiga hari telah berlalu dan kerja sama antara Albi dan Adi mulai berjalan. Albi berpamitan kepada Adi dan Rosa. Lagi-lagi Amara beralasan menemui teman SMAnya jadilan Albi tidak bisa berpamitan dengan Amara.

"Nak Albi maafkan Amara ya" kata Adi menepuk bahu Albi.

"Tidak apa-apa pak, lagian saya ke sini kan urusannya dengan Pak Adi bukan dengan Amara" Albi mengulas senyum meskipun dalam hati dia kecewa karena selama tiga hari ini dia bahkan tak bisa berbicara sedikitpun dengan Amara. Sejujurnya dia sangat bingung dengan perubahan sikap Amara yang menjadi sangat dingin dan cuek padanya. Padahal kan biasanya dia anak yang supel dan mudah bergaul cerewet pula.

"Kalau bisa dua-duanya kenapa Cuma satu ?" kata Rosa. Albi kemudian mengusap tengkuknya karena sadar bahwa Rosa tengah menyindir dirinya.

"Oh iya Pak Adi dan Bu Rosa saya juga mau menitipkan ini, tolong diberikan kepada Amara" Albi memberikan amplop cokelat yang berisi CV ta'aruf yang dia buat. Adi dan Rosa tidak terkejut karena dari awal mereka sudah tau niat Albi tidak hanya untuk menjalankan bisnis dengannya tapi juga ingin melakukan ta'aruf dengan putri semata wayangnya itu. Adi menerimanya dan mengangguk serasa tersenyum menatap pemuda itu.

Setelah berpamitan, mobil yang Albi pesan langsung melaju kearah stasiun. Tanpa Albi tahu, ternyata Amara dari tadi tidak sedang keluar melainkan bersembunyi di balik pohon yang ada di seberang jalan. Amara juga melihat Albi yang memberikan amplop cokelat pada papanya tapi Amara berfikir mungkin itu adalah dokumen bisnis mereka.

Setelah orang tuanya masuk rumah, Amara melangkahkan diri untuk keluar dari persembunyiannya. Amara masuk rumah dengan mengucapkan salam, Adi dan Rosa yang duduk di ruang tamu langsung membalas salam dari Amara. Amara meraih tangan Adi dan menciumnya hal yang sama juga dilakukan Amara kepada Rosa. Amara duduk di sofa yang bersebrangan dengan orangtuanya dan merebahkan badannya dengan kasar.

"Sampai kapan mau sembunyi terus ?" Kata Adi yang membuat Amara langsung terduduk tegap dengan mata melotot dan mulut mengaga.

"Biasa aja Ra, nanti matanya copot loh" kata Rosa yang cekikikan melihat tingkah putrinya.

"Papa tau, kamu tuh kebiasaan kalau suka sama orang pasti menghindar dan sembunyi. Sekali-kali hadapi lah. Kamu tau kan cerita Khadijah dengan Rasulullah ?" Amara menganguk

"Nah, terus kenapa ? merasa kamu nggak baik buat dia ? ngerasa kamu tidak pantas ?" Amara kembali menatap papanya dengan heran 'Kok papa bisa tau si ?' batinnya.

"Papa tahu apa yang kamu pikirkan Amara, dan papa bukan peramal" tegas Adi. Padahal Amara baru akan bertanya dalam pikirannya kalau papanya peramal atau bukan, tapi ternyata papanya sudah tau apa yang akan dia pikirkan. Amara menghela napas kasar dan bersandar pada sofa.

"Tapi Pa, apa mungkin dia juga suka sama Amara. Liat deh Amara itu bukan tipenya dia sama sekali pa, Ma" Amara menatap kedua orang tuanya bergantian.

"Ck kamu selalu pesimis terus, dulu sama Brian juga pesimis. Sekarang juga pesimis" usap Rosa.

"Amara belum yakin sama perasaan Amara Pa. Masak iya suka sama orang dalam hitungan hari. Padahal sebelumnya kan Amara sukanya sama Brian. Labil banget"

"Ra kamu lupa ? Allah itu maha membolak-balikkan hati. Allah tau yang terbaik buat kamu, Allah tau yang kamu butuhkan bukan yang kamu inginkan" Kata Adi. Amara menghela napas dan berpamitan untuk pergi kekamarnya.

"Ra, tunggu ini ada titipan dari Albi" Amara yang semula berjalan langsung berhenti ketika mendengar itu. Amara mengernyitkan dahinya ketika menatap amplop cokelat yang tadi Albi berikan kepada papanya.

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang