Bab 10 Makan Bersama Keluarga Lubna

65 0 0
                                    


Lubna menarik tangan Amara ke ruang makan. Rumi- Mama Lubna langsung mempersilahkan Amara untuk bergabung dengan mereka.

Disana ada Suryo, Rumi dan kakaknya-Albi. Amara sedikit ragu untuk bergabung dengan mereka tapi Lubna menarik tangan Amara dan mendudukannya di samping Lubna. Amara menunduk karena di depannya adalah Albi. Tiba-tiba Albi berdiri dan bertukar tempat duduk dengan Mamanya yang ada di sampingnya. 'Dia kenapa sih, apa mukaku kaya setan lagi ?' gumam Amara dalam hati mengingat kejadian sebelum berangkat kajian tadi. Sedangkan Rumi hanya tersenyum sebab beliau tau anaknya ini paling anti sama perempuan dan menjaga pandangannya.

"Ara mau makan pakai apa Nak biar tante ambilin" Rumi ingin mengambil piring Amara dan spontan langsung di tolak oleh Amara.

"Tidak usah tante saya ambil sendiri saya" Amara mengambil Nasi, telur balado dan perkedel yang ada didepannya.

"Nggak pakai sayur nak, ini sayur asem buatan tante enak lo" Rumi menyiramkan sayur ke dalam piring Amara. Amara hanya mengangguk dan berterimakasih.

"Mama ih udah lupa sama anaknya ya" Keluh Lubna kemudian tersenyum. Rumi juga tersenyum.

"Kalau ini kan anak mama kalau yang tadi buat calon menantu mama" kata Rumi sambil mengambilkan putrinya nasi dan lauk pauk.

Suara batuk kompak terdengar dari Albi dan Lubna padahal mereka belum makan atau minum.

"Kalian kenapa si belum juga makan sama minum udah keselek aja" Lubna memandang Albi dan Amara bergantian.

Amara tentu saja batuk karena dia merasa yang dimaksud calon mantu Rumi adalah dirinya, sedangkan Albi entah kenapa dia ikut tersedak. Sebelum mereka makan, mereka berdoa terlebih dahulu dengan dipimpin oleh Suryo-Papa Lubna. Mereka makan dengan tenang hanya terdengar suara dentingan alat makan.

Selesai makan Amara mengucapkan terimakasih atas jamuan dari keluarga Lubna. Dia seperti merasa berada di dalam keluarga. Meskipun jauh kehangatan Keluarga Lubna membuatnya merasakan kasih sayang kedua orang tuanya.

"Om, tante Ara mau pamit uang dulu ya"

"Tunggu Ara ini sudah jam sembilan kamu mau pulang sama siapa, naik apa" Tanya Rumi yang terlihat khawatir

"Ara mau naik ojek saja tante di depan kan ada pangkalan ojek"

"Nggak-nggak aku sama Mas Albi akan nganterin kamu" Kata Lubna dan bergegas menghampiri Albi di ruang kerjanya tapi langsung ditarik oleh Amara

"Nggak usah Na, nggak apa-apa aman kok tenang aja" Lubna tidak menggubris perkataan Amara dan langsung berteriak kencang

"Mas Albii....aduhh mama" Rumi langsung mencubit pinggang Lubna karena membuatnya kaget dengan suaranya.

"Apa sih dek teriak-teriak" Albi keluar dan menampakkan muka kesal

"Anterin Lubna sama Ara ke kosan ya, kasian Ara lo Mas dia cewe udah Male pulang sendiri" Lubna memunjukkan matanya yang berbinar memohon dengan sangat.

Tanpa kata Albi langsung menyambar kunci mobilnya dan menuju ke arah mobil. Albi menyetir di depan sedangkan Lubna dan Amara berada di belakang. Albi sudah seperti supir pribadi mereka, Albi memperhatikan Lubna dan Amara yang asik berbicara tanpa menghiraukan dirinya yang berdeham beberapa kali. Malahan sekarang Lubna mulai membahas sahabat dekat Amara.

"Eh Ra gimana yang di Jakarta masih sering chatingan ?" Amara langsung menunduk dan menggeleng.

"Sabar Ra namanya juga baru usaha, Minta sama Allah biar bisa ngelupain dia"Lanjut Lubna

"Tapi Na, kamu tau kan aku ninggalin dia gitu aja" Amara langsung menunduk sendu

"Intinya kamu harus pasrah dan selalu minta sama Allah biar perasaanmu dihilangkan ya" Amara mengangguh lemah.

Albi yang kesal mendengar curhatan mereka, langsung menghentikan mobilnya mendadak yang membuat Amara dan Lubna terjungkal ke depan.

"Mas Albi apaan si ?" Keluh Lubna yang kepalanya terasa sakit karena terpentok kursi kakaknya

"Kalian inget, saya di sini ngapain ?" kata Albi dengan suara dingin

"Mas kan supir" Lubna langsung meringis kearah spion dan tepat dengan tatapan tajam dari Albi.

"Iy...iya kak itu rumahnya masih lurus, ntar di kafe yang biasa belok kiri berhenti di rumah cat putih yang depannya ada halamannya" kata Amara gugup dan takut karena tatapan dari Abli

"Tuh Mas dengar nggak" keadaan hening beberapa detik

"Woy Mas diem aja lagi, terpesona sama Ara ya haha. Inget Mas jaga PANDANGAN" kata Lubna langsung berdiri dari duduknya dan memalingkan spion

"Astagfirullah"

Albi seperti tersadar dari lamunannya dan langsung melajukan mobilnya kearah yang telah ditunjukan oleh Amara

"Emm tadi mana arahnya ?" Tanya Abli menatap spion tapi ternyata spion bukan mengarah pada Amara melainkan pada Lubna

"Ya Allah Mas itu ntar di kafe yang biasa belok kiri berhenti di rumah cat putih yang depannya ada halamannya" Lubna jengkel melihat kakaknya yang semakin tidak fokus itu.

Albi hanya meng-iya-kan perkataan Lubna dengan kesal yang menuju ke tempat yang ditunjukkan.

**** 

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang