Bab 57 Kepanikan

52 1 0
                                    


Mengunjungi Hana di lapas kini menjadi kebiasaan bagi Amara. Kadang dua hari sekali atau seminggu dua kali. Andai saja Albi mengizinkan mungkin Amara akan mengunjunginya setiap hari. Tentu ada alasannya kenapa Albi melarang Amara sering mengunjungi Hana. Bukan karena belum memaafkan, tapi karena Albi tak mau istrinya terlalu lelah akibat kegiatan perkuliahan, mengurus dirinya, dan tentunya menjenguk sahabat barunya, Hana.

POV Albi

Aku sedikit pening melihatnya mondar-mandir di depanku seperti setrika berjalan. Amara Nurunnisa istriku tercinta, bidadari surgaku yang selalu mampu meluluhkan emosiku dengan perkataan lembutnya, wanita yang mampu meruntuhkan pertahanan hatiku dengan tatapan sayunya, dan wanita yang pertama dan terakhir kalinya membuatku selalu jatuh cinta setiap harinya.

Entah mengapa setelah tiga bulan lalu kami menjenguk Hana, sekarang dia rutin sekali menjenguknya entah itu sekali dalam seminggu, bahkan sampai tiga kali dalam seminggu. Aku sering memperingatkannya untuk tidak kelelahan apalagi usia kandungannya yang kini mulai memasuki usia 38 minggu yang berarti sebentar lagi dedek bayi akan lahir. Tapi selalu saja dia bisa membuatku mengatakan iya karena mata sayunya yang menatapku dengan tatapan memohon. Hufftt entahlah aku selalu lemah dengan tatapan itu.

"Mas bantuin dong" rengeknya yang membuat lamunanku buyar.

"Ya kamu taruh dimana memangnya ?" tanyaku lembut sambil menatapnya menahan tawa.

"Ya kalau aku tau, aku nggak akan mondar-mandir nyari kaca mata" Aku semakin menahan tawa, istriku ini membuatku selalu tertawa dengan tingkahnya. Padahal jelas-jelas kacamatanya bertengger di atas kepalanya tapi dia malah bingung mencarinya.

"Ya udah kalau kacamatanya nggak ketemu kita nggak usah jenguk Hana ya, kan kemarin baru aja kita jenguk. Masak hari ini lagi" Amara mengerujutkan bibirnya, dan lagi-lagi itu berhasil membuatku menarik kedua sudut bibirku. Ah dia selalu lucu saat mode ngambek gini.

"Mas Albi ih... kemarin aku belum selesai ceritanya"

"Jadi selama ini kamu sering ketemu Hana Cuma mau ghibah ? oke kalau gitu aku nggak akan ngebolehin kamu ke sana. Kamu jangan ngasih hal-hal negatif sama dedek bayi kita sayang" jawabku tegas tapi tetap menggunakan nada lembut. Istriku ini semenjak hamil, sangat sensitif jadi aku harus sangat berhati-hati.

"Astagfirullah kok mas Albi suudzon si. Orang Ara nggak ghibah kok" katanya menyangkal.

"Terus apa ? tadi kamu bilang sendiri kan kalau ceritamu belum selesai, kalau nggak ghibah cerita apa coba ?"

"Astagfirullah mas ini nih yang ngajarin dedek bayi negatif thingking. Orang aku setiap ke sana itu cerita perjuangan para sahabat-sahabat nabi, cerita pejuang-pejuang islam, cerita tentang contoh wanita-wanita mulia yang dijamin surga, bukan ghibahin tetangga" Katanya sambil membelakangiku, aku tersenyum mendengar penjelasannya. Aku mengulurkan tanganku dan memeluknya dari belakang.

"Dedek jagoan abi, beneran umi cerita tentang perjuangan saudara-saudara kita ?" tanyaku sambil mengelus perut istriku. Kurasakan dia bergerak seakan merespon apa yang aku katakan.

"Iya Abi, umi cerita tentang saudara-saudara kita" ucap Amara dengan nada yang dibuat seperti anak kecil. Dia memang wanita terhebat, wanita yang Allah jodohkan denganku. Aku akui, aku sempat cemburu dengan iparku yang mendapat cinta pertama istriku. Tapi aku lebih bahagia karena InsyaAllah akulah yang menjadi cinta terakhirnya.

"Mas...lepasin aku mau pipis" katanya. Aku kemudian melepasnya dan membiarkannya ke kamar mandi. Sejak kami bangun Amara sering sekali buang air kecil, entahlah mungkin kemarin atau tadi malam dia terlalu banyak minum air sehingga dia sering ke kamar mandi.

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang