Bab 55 Mulai dari Awal

45 0 0
                                    


Tok tok tok

Amara mengetuk pintu kamarnya, karena tidak ada jawaban dari Albi, Amara memutuskan untuk masuk. Albi terlihat sedang duduk dengan pandangan mengarah ke luar jendela. Sepertinya Albi sedang melamun, sehingga tak sadar dengan suara ketukan pintu dan kedatangan Amara.

"Assalamu'alaikum ya Abi.." ucap Amara kemudian duduk di samping Albi. Albi terlihat terkejut dengan suara salam dari sang istri apalagi dengan embel-embel kata 'Abi' di belakangnya.

"Wa'alaikumsalam" ucap Albi kemudian memandang ke arah sang istri.

"Nak... abi kenapa ya kok tumben banget ngambil keputusan kok nggak tanya Umi dulu, Umi salah apa ya nak ?" bukan..bukan Albi yang diajak bicara oleh Amara tapi si debay yang masih di dalam perut. Amara berbicara sambil menunduk melihat perut dan mengusapnya seperti bebicara dengan nyawa yang ada di dalam sana.

Albi kemudian berjongkok dan menyamakan tingginya dengan perut sang istri kemudian turut mengusapnya pelan.

"Nak... tolong bilang sama umi ya kalau abi nggak mau umi sampai serumah sama om kamu itu" ucap Albi dengan nada merajuk. Amara tersenyum mendengar perkataan Albi. Ternyata suaminya ini sedang cemburu.

"Dek.. bilangin sama Abimu kalau Hatinya Umi Cuma buat Abi sama kamu nggak ada yang lain"

Booom

Seketika Albi ingin tersenyum senang, tapi logikanya mengatakan bahwa dia harus tetap merajuk kepada sang istri agar dia setuju untuk pindah. Meski sebenarnya kata-kata itu sangat ampuh membuatnya berhenti untuk marah kepada sang istri. Albi kembali mengusap perut Amara.

"Nak.. bilangin Umi kalau gombalannya nggak mem..." belum Albi menyelesaikan ucapannya tapi sepertinya si banyi sudah jengah dengan drama pasangan Abi dan Uminya hingga dia membuat gerakan yang cukup keras dan membuat Albi dan Amara terkejut.

Sesaat kemudian mereka tertertawa ketika menyadari bahwa drama mereka di mengerti oleh nyawa yang ada di perut Amara. Albi kemudian berpindah tempat duduk di samping Amara dan membawa Amara ke dalam pelukannya.

"Mas udah ya nggak usah cemburu-cemburuan lagi, hatiku udah buat kamu sepenuhnya"

"Ya tapi kan kamu pernah sangat mencintainya sayang, mas nggak mau kalau kita tinggal bareng membuat perasaan kamu tumbuh kembali. Apalagi kalau si Putra itu tau kalau istriku ini semakin cantik seka...aww sakit sayang" Albi meringis ketika sebuah cubitan Amara mendarat tepat di perutnya.

"Abisnya mas gombal terus si, udah tau tambah gemuk masih aja bilang aku cantik. Ketara banget kalau lagi modus"

"Eh.. kok modus si beneran tau... tapi kamu mau kan pindah rumah ?"

"Tuh kan bener, pasti kalau udah gombal ada maunya"

"Ya mas hanya mengantisipasi saja sayang, kamu sama putra itu Cuma mahram sementara dan tetap saja haram hukumnya kalau sampai kalian berduaan di rumah. Mas nggak mau kamu sampai berkhalwat sama dia"

"Astagfirullah mas ih pikirannya, lagian kan di rumah ada asisten rumah tangga, ada mamah dan ada Lubna juga mana ada aku khalwat sama Brian"

"Ya namanya kemungkinan pasti ada sayang, lagian kita pindahnya ke rumah yang di deket studio kok. Jadi nanti malah memudahkan aku sama kamu. Kamu kuliahnya deket tinggal nyeberang, nah kalau aku kerja tinggal buka pintu udah sampai kantor. Jadi pas si Dede lahir kita bisa bagi-bagi tugas sayang. Ini untuk memudahkan kita loh. Mau ya ?" Amara menempelkan kelunjuknya ke pelipis seolah sedang berpikir tentang apa yang di ucapkan Albi.

"Oke deh Mas, kalau dipikir-pikir bener juga ya. Tapi kapan kita pindahnya ?"

"Besok pagi"

"Hah ? besok pagi ? tapi kan ntar malem kita ada acara tujuh bulanan si dedek mas, apa nggak capek ?"

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang