Bab 54 Tiba-tiba Mau Pindah

42 0 0
                                    


Enam bulan tak terasa sudah berlalu kini kandungan Amara berusia 28 minggu. Semua keluarga sibuk mempersiapkan acara tujuh bulan kehamilan Amara. Keluarga Suryo dan keluarga Adi sepakat membuat acara tujuh bulanan cucu mereka di rumah keluarga Suryo. Acara tujuh bulanan ini mengundang anak-anak yang ada di panti asuhan Welas Asih yang ada di dekat rumah keluarga Suryo. Semua persiapan sudah dilakukan mulai dari persiapan makanan ringan, nasi kotak, bingkisan dan lainnya. Oh iya karena kediaman keluarga Suryo masih kental akan tradisi desa, Semua periapan ini di lakukan oleh para tetangga dirumah keluarga Suryo yang sebelumnya dimintai bantuan untuk membantu acara tersebut.

Amara yang sedari tadi diam dan duduk-duduk di sofa merasa bosan karena tidak melakukan kegiatan apapun. Bukan karena malas, tapi setiap akan membantu, pasti ditolak oleh para ibu-ibu yang membantu di sana. Alasannya ya karena takut kelelahan, apalagi pergerakan Amara mulai sedikit berkurang sejak perutnya membesar. Amara menghadang Lubna yang sejak tadi mondar-mandir di depannya.

"Na, mau kemana ? temenin aku lah, Boen nih mau apa-apa nggak dibolehin" Lubna tersenyum dan duduk di samping Amara.

"Ya namanya juga orang hamil, nikmatin aja sih. Iya kan Dede bayi... Oh iya Ra, ini si debay udah bisa gerak-gerak nggak si?" tanya Lubna sambil mengelus perut Amara.

"Udah tapi nggak sering, Cuma kadang-kadang gitu. Tapi kalau di ajak ngomong sama Abinya pasti dia gerak-gerak" jelas Amara sambil tersenyum mengingat Albi yang selalu mengelus perutnya dan mengajaknya si bayi berbicara setiap malam menjelang tidur.

"Wah... andai aku cepet hamil, pasti anak kita bakalan seumuran" kata Lubna dengan wajah yang sendu.

"Jangan sedih dong, anak itu titipan Allah. Kalaupun belum dikasih itu berarti Allah memberimu kesempatan untuk mmenjadi istri yang baik dan berbakti sama suami sampai waktunya tiba"

"Iya tapi sampai kapan Ra ? Aku nikahnya duluan, eh malah yang hamil duluan kamu, Icha juga udah hamil"

"Eh... jangan membandingkan hidup orang lain dengan hidupmu. Allah menetapkan rezeki orang itu masing-masing sesuai porsinya. Kita hanya bisa ikhtiar dan berdoa. Kamu tau kan kisah Nabi Zakaria dan istrinya" Lubna mengangguk.

"Iya aku tahu, saat itu bahkan istri beliau di vonis mandul, tapi dengan doa dan usaha beliau yang tak pernah putus. Akhirnya sang istri hamil yang ditandai dengan nabi Zakaria yang tak bisa bicara selama beberapa hari. kisah beliau di abadikan dalam surah Al-Anbiya"

"Nah itu kamu tau, lalu kenapa kamu selalu melihat orang lain sebagai tolak ukur kebahagianmu ?"

"Aku taku Mas Putra akan sedih dan kecewa sama aku.. dan..dan nanti dia pasti ning..." Ucapan Lubna terpotong ketika mendengar suara bariton di belakangnya.

"Nggak akan sayang" Lubna terdiam menelisik orang yang ada di depan mereka saat ini, Lubna bahkan mengerjapkan matanya tak percaya.

"Mas Putra, kok udah di sini ?" Brian tersenyum ke arah istrinya. Kemudian ditariknya tangan sang istri yang masih terlihat bingung dan memeluk tubuh Lubna.

"Aku nggak akan ninggalin kamu, aku udah janji sama Allah waktu kita ijab qabul, bahwa aku akan menjaga dan menemanimu sepanjang hidupku. Mau ada seorang anak atau tidak aku tidak peduli, jadi stop untuk menyalahkan diri kamu karena tak kunjung hamil" Lubna membalas pelukan Brian tanpa peduli bahwa saat ini mereka jadi pusat perhatian ibu-ibu yang ikut membantu persiapan acara di rumah keluarga Suryo.

"Ehemmm.... udah kali pelukannya gak liat tuh jadi pusat perhatian ibu-ibu ?" deham Amara kepada kedua pasangan tersebut.

"Ck sirik banget sih lo Ra, ini balas dendam buat lo. Karena sering jadiin istri gue obat nyamuk pas lo sama suami lo mesra-mestraan" kata Brian yang dihadiahi cekikikan oleh Amara.

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang