Bab 20 Move Up yuk

55 1 0
                                    


Selesai menunaikan ibadah sholat Ashar Lubna dan Amara menuju tempat pengecekan tiket. Mereka memutuskan untuk menunggu di tempat tungku bagian dalam. Mereka duduk di tepi tempat tunggu yang di sediakan. Mereka duduk di dekat tempat stop kontak agar bisa mengisi daya ponsel mereka. Sebelum meninggalkan kafe tadi Amara membeli beberapa camilan dan minuman botol untuk dimakan saat dikereta. Mereka sengaja tidak memebeli makanan berat karena berencara untuk makan di kereta saja. Memang harganya cukup mahal tapi praktis gak perlu repot membawa bekal pikir mereka.

Tempat duduk mereka bersebelahan karena memang awalnya itu tempat duduk Albi. Setelah menata tas dan jinjingan berisi makanan di loker bagian atas mereka duduk dengan nyaman di tempat duduk mereka.

"Emt... Ra berarti misal ada yang mau ngelamar kamu nolak dong ?" Amara tersenyum dengan perkataan Lubna. 'Masih aja bahas ngelamar-ngelemar Una...Una' batin Amara.

"Gimana ya Na, aku bingung si. Kayaknya aku belum bisa ikhlas sepenuhnya deh. Gimana ya Na caranya ikhlas ?"

"Aku bisa jawabnya Ra, tapi susah buat aku menjalankannya. Ya seperti kataku tadi ikhlas perkataan sama perbuatan beda. Mungkin aku bilang ikhlas tapi masih terasa sakit hati gitu" Amara yang semula menghadap depan langsung menfokuskan pandangan pada Lubna yang sedari tadi menghadap keluar jendela kereta.

"Kamu pernah gak ikhlas Na ? Kenapa ? Kok bisa ?" tanya Amara penuh selidik.

Lubna memutus pandangan keluar jendela dan menghadap Amara yang sedari tadi sepertinya penasaran dengan ceritanya.

"Pernah Ra. Saat ini aku sedang mencoba ikhlas. Jujur masih berasa sakit dalam hati tapi kak Albi pernah bilang kalau kita Move up pasti akan mudah"

"Move on kali ?" Amara mengoreksi perkataan Lubna

"Nggak Ra, bener Move up bukan Move on. Bedanya kalau Move on itu dari hati seseorang ke orang lainnya. Nah kalau Move up itu bergantung pada Allah Dzat penguasa segalanya. Yang tidak pernah memberi harapan palsu. Tak pernah memberi keburukan dan tak pernah mengecewakan hambanya yang bertakwa"

"Tapi gimana dengan kita berdoa sama Allah biar si A jadi jodoh kita tapi nyatanya kita gak berjodoh berarti kan Allah mengecewakan kita"

"Eh bukan gitu konsepnya sayang, jika Allah tidak mengabulkan doa kita itu berarti dia bukan terbaik buat kita. Kaya kata-kata kamu tadi masak si lupa. Sekarang aku tanya misal nih kamu berdoa supaya supaya diberi jodoh si A, padahal aslinya si A Cuma baik di depan kamu tapi dibelakang dia bersikap kasar, tidak taat agama. Kemudian Allah kasih kamu hadiah lain misal dapat jodoh sholeh, tanggung jawab, yang cinta sama kamu apa kamu gak bahagia dunia akhirat ? Allah tau yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan" Amara terkagum dengan perkataan Lubna.

"Udah gak usah gitu liatnya biasa aja, aku emang pandai bicara tapi untuk melakukan itu susah. Susaaah banget"

"Ya udah kita Move up yuk. Kita saling mengingatkan" Lubna mengangguk dan memeluk sahabtanya itu. Sangat salah jika dia membeci orang-orang seperti Amara. Dia tidak salah, Allah telah menakdirkan mereka bertemu batin Lubna.

"Bersyukur banget punya sahabat yang pinter, aktivis keagamaan MasyaAllah banget si"

"Kamu berlebihan Ra. Btw kenapa kamu gak kuliah aja si ? Aku liat-liat kayaknya temenmu yang kemarin juga anak kuliahan. Dan kamu juga tinggal di perumahan elit"

Amara terdiam sejenak dan mengambil cemilan di tas jinjing yang dia taruh di loker atas.

"Berdoa dulu" Lubna menahan tangan Amara yang akan menyodorkan camilan ke dalam mulutnya. Amara meringis dan mengangkat tangan untuk berdoa.

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang