Bab 28 Kamu Siap ?

54 0 0
                                    


Akhirnya setelah perjuangan Brian mengambil hati kakak dari seorang Lubna membawakan hasil yang membuatnya tersenyum sekaligus tak bisa duduk tenang. Jantungnya bergerak tak karuan dan dia tampak gelisah. Karena satu jam lagi dia akan menjabat tangan papanya Lubna dan menjadikan Lubna halal untuknya. Amara yang sedari tadi melihat Brian tampak gelisah mendekat.

"Udah rileks aja kali yan. Lubna udah cantik banget. Jangan sampai salah Lubna udah nunggu kamu jemput tuh" bukan menenangkan kata-kata Amara malah membuatnya semakin gugup. Hal ini membuat Amara harus menahan tawanya kemudian menjauh dari Brian. Amara melihat Albi tengah berdiri dan memperhatikannya dari sudut ruangan. Albi yang melihat Amara mendekat langsung memalingkan pandangannya.

"Mas Al, ngapain diem-diem di pondokan ?"

"Ha ? Ng..nggak cuma prihatin tuh si urut takutnya buat ulah lagi" Amara yang mendengar julukan baru yang diberikan Albi untuk Brian kini mengembangkan senyumnya.

"Udah deh mas nggak usah iri gitu, iri tanda tak mampu loh mas" Amara menggoda Albi

"Hmm bukannya nggak mampu si Ra, sebenarnya mas sudah mampu tapi mas mau nuntasin tanggung jawab mas sebagai kakak dulu ke Lubna. Nanti baru deh aku lamar kam...ehmm maksudnya ngelamar si dia" katanya yang hampir saja keceplosan.

"Nah itu sah punya calon. Terus ngapain coba kemarin-kemarin ngelarang-larang Lubna. Coba aja gak ada drama minta restu pasti Lubna dan Brian udah nikah dari beberapa bulan lalu. Mungkin sekarang ganti Mas Albi" kata Amara dengan entengnya.

"Emang kamu siap ?" celetuk Albi. Amara yang tengah memperhatikan kursi pengantin kini mengalihkan pandangannya pada Albi.

"Siap buat ?" Amara terlihat bingung dengan pertanyaan Albi. Kini ganti Albi yang gelagapan menanggapi pertanyaan singkat dari Amara.

"Eh itu udah datang penghulunya, yuk kita duduk" beruntung Albi penghulu dapat mengalihkan pembicaraan mereka.

Keadaan hening seketika hanya ada suara papa Lubna yang kini menjabat tangan Brian dan memulai akad nikah. Albi yang duduk di bagian kursi laki-laki tak melepaskan pandangannya dari Brian. Dia membayangkan dia tengah duduk disana dan menantikan Amara untuk keluar. Jantung Albi terasa ingin melompat membayangkan dirinya kini duduk di depan sana sembari menjabat tangan papa Amara.

"Astagfirullah, sadar Albi belum waktunya. Bahkan kamu belum mengutarakan niatmu padanya" Albi menepuk pipinya sendiri untuk tidak membayangkan sesuatu yang membuatnya gerogi sebelum waktunya.

Setelah akad, Amara menjemput Lubna yang berada di kamar pengantin. Lubna berjalan dengan di apit oleh mamahnya dan Amara. Dia tampak angan anggun dengan kebaya putih dan kerudung syar'i serta riasan tipis yang menghiasa wajahnya. Senyum manis tak mampu tenggelam dalam wajah Lubna karena kini dia menyandang gelar sebagai Nyonya Brian Saputra.

Amara dan Albi menghampiri Lubna dan Brian yang kini tengah berada di singgasana pengantin. Setelah akad keluarga langsung mengadakan resepsi jadilah kedua pasutri baru ini langsung berada di singgasana pengantin.

"Una, Brian Barakallah ya semogamenjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah" Ucap Amara sembari memeluk Lubna.

"Iya kamu cepat nyusul ayah sama yang dibelakang tuh" Ucap Lubna sembari melemparkan pandangan jahil pada Albi yang ada di belakang Amara.

Brian yang mendengar perkataan istrinya langsung mendekatkan bibirnya kepada Albi yang kini tengah menyalaminya.

"Mas, tau nggak kalau Amara tuh nurut sama perkataanku. Kalau aku gak kasih restu ke Mas kayaknya Amara bakal nurut deh" Brian tersenyum jail pada Albi sedangkan Albi kini menggenggam tangan erat tangan Brian.

"Aduduhh sakit mas... nanti malah gak tak kasih restu loh" ucapan Brian yang ini ternyata di dengar oleh Amara. Sedangkan Lubna kini melemparkan pandangan tajam pada Albi.

"Ya Allah dek, suami kamu tuh yang rese, masa mas mu ini gak di kasih restu" Albi mulai jengah dengan pandangan sinis dari adiknya.

"Udah yuk lah foto" Ajak Albi

Mereka berfoto, Albi berada disamping Brian sedangkan Amara ada di samping Lubna. Foto pertama terlihat hanya empat orang dan foto kedua menjadi lima orang karena tiba-tiba Icha datang dan langsung menempatkan diri di depan pengantin dan merentangkan tangannya. Tingkah Icha ini tentu membuat keempat orang yang semua adem ayem berfoto menjadi bersorak kecewa. Sedangkan Icha hanya meringis menanggapi mereka.

"Abisnya kalian mau foto nggak ngajakin aku sih" Gerutunya

"Tadi kan udah aku ajak kamu malah asik makan terus" Icha meringis. Karena yang dikatakan Amara benar dia tadi memang diajak Amara tapi karena makanan di prasmanan ini enak dan gratis jadi deh dia kalap makan.

Akhirnya mereka berfoto, kini tanpa Albi karena lelaki itu tampaknya sedang menerima tamu bisnis milik ayahnya. Setelas selesai berfoto Icha menarik tangan Amara menuju tempat kue.

"Cha belum puas juga makannya ?" Karena suara Amara cukup keras membuat Icha refleks menempelkan telunjuknya pada bibir sebagai isyarat untuk memelankan suara.

"Pelan-pelan kali, eh..eh aku abis nyuri..."

"Astagfirullah Icha kamu.." Amara yang memotong pembicaraan Icha langsung di bekap oleh Icha karena suaranya sangat keras dan lagi yang dikatakan Amara itu belum sepenuhnya benar.

"Denger dulu weh.. kebiasaan banget nyela-nyela omonganku"

"Ya kamu bilang nyuri aku paniklah" Icha memutar bola matanya malas dengan kepolosan Amara ini.

"Aku tuh nyuri ini"Icha membuka genggaman tangannya di depan Amara dengan senyum yang merekah. Sedangkan Amara mengernyitkan dahi keheranan dengan benda yang ada di tangan Icha.

"Melati ?" Icha mengangguk antusias

"Buat apa ?" Icha mendecak kesal dan memberikan satu melati yang dia dapat kepada Amara.

"Katanya kalau kita nyuri melati dari pengantin, kita bakalan dapet jodoh menyusul kepelaminan kaya mereka" Icha menunjuk Brian dan Lubna.

"Mitos !"

"Yah kamu gak percaya ?" Amara menggeleng keras

"Yang namanya jodoh, maut sama rezeki itu udah ditentukan sama Allah jadi gak perlu nyuri kembang-kembang melati atau apalah untuk bisa dapat jodoh"Icha mengerucutkan mulutnya. Amara kemudian mengembalikan bunga melati pada Icha.

Amara kini berada di bangku yang di sediakan oleh keluarga Brian. Dari tempat duduknya dia melihat raut bahagia kesua sahabatnya yang kini telah resmi menjadi pasangan suami istri. Mungkin masih ada sedikit rasa sakit. Tapi semua itu, tergantikan dengan kebahagiaan keduanya yang kini saling melempar senyuman kebahagiaan. Dehaman seseorang menyadarkan Amara dari lamunannya.

"Kak Bima ? kok kamu di sini ?" Amara memelotokan mata pada laki-laki yang kini duduk di sampingnya.

Bima tersenyum "Ya kan aku di undang, masak diundang gak dateng kali aja ketemu pujaan hati" Bima duduk dengan tenang di samping Amara sedangkan Amara sudah mulai merasa tidak nyaman.

"Mana calonnya, aku liat dari tadi kamu sendirian aja" Bima menyipitkan matanya kearah Amara tampak sedang meminta penjelasan karena beberapa bulan yang lalu Amara bilang dia sudah punya calon. Amara yang mendapat tatapan dari Bima langsung menjadi salah tingkah, bukan karena suka tapi karena takut Bima mencurigainya bahwa dia sedang berbohong. Ya meskipun memang kenyataannya dia berbohong si.

"Kok diem aja, jawab dong mana calonnya. Mau dong di kenalin. Apa aku aja yang jadi calonnya ?" Bima menaik turunkan alisnya melihat Amara seperti tengah tersudutkan oleh pertanyaanya.

"Ca..calonku ad..ada kok, tapi kan kami belum halal jadi gak bisa bareng-bareng terus" Bima anggut-manggut dengan senyum yang meremehkan.

"Bukannya waktu itu kamu bilang akan segera menikah ? atau jangan-jangan..."Bima menggantungkan kata-katanya. Amara yang semula membuang muka langsung menghadap Bima dengan tatapan melotot. 'Duh mati kamu Ra, kamu harus gimana sekarang ?' katanya dalam hati.

**** 

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang