Bab 36 Tentang Sarah

49 0 0
                                    


Amara sudah beberapa hari yang lalu mengutarakan jawabannya pada kedua orang tuanya. Respon mereka diluar dugaan, Rosa sampai menitihkan airmata dengan jawaban yang di berikan Amara untuk melanjutkan proses ta'aruf ini. Amara tidak memiliki pertanyaan tambahan untuk memperkuat keyakinananya melanjutkan ta'aruf karena semua pertanyaannya sudah ada jawabannya di CV yang Albi berikan.

Malam ini Amara berpamitan kepada Adi dan Rosa untuk bertemu Sarah sahabatnya saat SMA yang sekarang kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta. Alasannya masih stay di Jakarta karena malas harus ngekos. Amara dan Sarah bertemu di kafe langganan mereka ketika SMA. Letaknya persis di depan sekolahnya dulu.

Amara mengambil tempat duduk yang langsung mengarah ke jalan. Setelah Amara memesan matchalatte kesukaannya Sarah datang. Tak disangka sekarang Sarah berubah, pakaiannya sangat modis dan kekinian dan yang membuat Amara tercengang Sarah datang tanpa menggunakan jilbab dengan rambut yang terurai. Sarah yang datang langsung berbaur memeluk Amara dan duduk di depan Amara.

"Lo sekarang lebih tertutup ya Ra" Amara tersenyum

"Assalamu'alaikum" balasnya tanpa memperdulikan pernyataan Sarah. Sarah menepuk jidatnya.

"Oh iya lupa, Wa'alaikumsalam ukhti"

"Wah kayaknya kamu udah ganti gaya ya" Amara terus memperhatikan rambut Sarah yang terurai.

"Iya dong, ini trennya di sini. Oh iya tren di sana gini ya, jilbab panjang, kauskaki, ini Hans...apa namanya ?" Sarah memegang handsock milik Amara.

"Hanshock Sar. Jadi gimana kabarmu ? lama banget kita nggak ketemu sekitar 2 tahun bukan ?"

"Iya Cuma, chat-chatan aja. Btw lo sekarang jadi kalem ya ? Aku kamu hahah lucu gue dengernya"

Amara tersenyum "Iya Sar, Alhamdulillah aku banyak dapat ilmu di sana" Sarah hanya ber Oh ria. Tampak raut tak suka dari Sarah melihat perubahan Amara yang semakin tertutup. Sejujurnya dia sedikit malu dengan penampilan Amara yang seperti sekarang. Tak selang berapa lama minuman pesanan Amara datang. Amara memesan dua Matchalatte untuknya dan untuk arah serta beberapa camilan lain kesukaan mereka waktu SMA.

"Lo yang persen ?" Amara mengangguk.

"Thanks, eh BTW ada apa nih lo tumben banget ngajakin ketemu"

"Ya soalnya beberapa hari ini pas aku ke rumah kamu kamunya selalu nggak di rumah. Makanya aku ngajak ketemuan. Ternyata 2 tahun buat kamu sangat berubah ya sar"

Sarah tersenyum sinis dengan sindiran Amara, meskipun sangat lembut tapi menurut Sarah itu sangat terasa "Lo juga berubah kan, kita impas dong. Sebenrnya lo mau ngomong apa si sama gue. Soalnya gue nggak punya banyak waktu nih. Gue mau ke rumah temen kuliah gue" Sarah mulai jengah dengan pembahasan yang mondar-mandir ini.

Amara kembali tersenyum "Sar, InsyaAllah aku mau ta'aruf bulan-bulan ini kalau prosesnya lancar InsyaAllah sebentar lagi aku akan menikah" Hal ini membuat Sarah tersedak minumannya.

"Lo serius ? Ra lo baru 20 tahun Astaga. Lo di cuci otak ya sama orang sana. Ra nikah itu nggak main-main. Abis nikah lo bakal terjebak dengan kewajiban sebagai istri. Lo bakal terkekang dengan anak-anak lo nanti. Terus juga lo belum kelar kuliah kan. Duh ni otak temen gue beneran udah di cuci kayaknya deh. Gue udah bilang..."

"Sar... aku sadar, nggak ada yang namanya cuci otak. Aku disana belajar Sar. Aku tau kewajibanku kalau nanti jadi istri"

"Ya Ampun Ra, gue kasih tau sama lo ya, kalau lo nikah muda lo bakal kehilangan masa depan lo. Masa kesenangan lo, lo bakal kehilangan semuanya.."

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang