Bab 42 Cemburu

56 1 0
                                    


Setelah satu minggu pernikahannya, Albi dan Amara memutuskan untuk pulang ke rumah Albi yang ada di Semarang. Karena dua hari lagi Amara harus menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa. Bagitu juga Albi yang harus mengurus perusahaan papanya. Dengan sedikit paksaan Suryo, meminta Albi untuk bekerja di perusahaan keluarga. Awalnya Albi menolak karena ingin mencari pengalaman, tapi dengan bujukan Rumi sang mama yang keinginannya tak akan di tolak oleh Albi akhirnya dia mau bekerja di perusahaan keluarga. Jika kebanyakan anak pemilik perusahaan akan langsung menempati posisi direktur atau manajer, Albi memilih menjadi staf biasa dengan alasan ingin memulai pekerjaan dari nol. 

Tak hanya itu, Albi tidak menempati perusahaan pusat dimana para karyawan sudah mengenalnya, Albi memilih menjadi akuntan di salah satu cabang perusahaannya yang ada di dekat kampus Amara. Alasannya selain bekerja dia juga ingin memantau sang istri tercinta.

Kini mereka sedang berada di kereta menuju kota Semarang. Amara masih sesenggukan di lengan Albi akibat perpisahan dramatis antara orang tua yang melepas anaknya dengan seorang anak yang akan itu suaminya.

"Sayang...nanti kalau ada liburan 3 hari kita berkunjung lagi" ucap Albi sambil mengelus punggung Amara mencoba menenangkan.

"Sayang... udah ya nangisnya, nggak enak di prihatin orang-orang dikiranya mas ngapain kamu sampek sesenggukan gini" Amara melihat sekeliling dan melihat tatapan heran dari penumpang lain. Amara langsung mendongakkan kepala untuk melihat wajah Albi.

Amara terdiam dan menatap tangan Albi, Albi mengucap bekas air mata yang masih di pipi Amara dengan tangannya.

"Maaf ya mas... Amara malu-maluin mas ya"Amara kembali memeluk Albi dan menanggelamkan wajahnya di dada bidang sang suami. Albi terkekeh, setelah seminggu pernikahannya, rasa canggung mulai mengikis jarak mereka.

"Nggak apa-apa sayang lagian kita di pojok jadi nggak terlalu kelihatan"

Kereta mulai melaju dan rasa kantuk mulai menyelimuti kedua pasangan halal tersebut dan membawanya ke alam mimpi.

Amara terbangun ketika tenggorokannya mulai mengering. Awalnya Amara ingin membangunkan Albi, melihat suaminya tersebut terlihat sangat nyenyak Amara mengurungkan niatnya. Amara mencoba merogoh tas yang berisi makanan dan minuman ternyata minuman sudah habis. Dengan hati-hati Amara melewati Albi yang sedang tertidur dan berjalan ke gerbong tiga tempat biasa memesan makanan atau minuman.

"Maaf mas, aku nggak tega bangunin kamu. Kamu sepertinya sangat lelah. Aku izin cari minum Sebentar ya mas" Amara yang sudah berdiri kemudian berpamitan pada Albi yang masih tertidur kemudian pergi setelah mencium kening Albi.

Kejadian saat Amara mencium Albi ini terlihat oleh sepasang mata yang ada di belakang tempat duduknya. Setelah kepergian Amara, perempuan tersebut berdiri dan mendekati kursi di depannya. Dilihatnya sosok yang terlihat semakin tampan saat tertidur, tiba-tiba tangannya terulur untuk memegang ragam kokohnya. Belum sempat menyentuh kulitnya, sebuah tangan menyingkirkan tangannya dengan kasar. Albi lah yang mengingkirkan tangan perempuan itu.

POV Albi

Aku sengaja tak bisa sedikitpun menutup mataku dan mengalihkan pandanganku dari istriku. Ya istriku Amara Nurunnisa. Wajahnya yang terlihat teduh kini bersandar di pundakku. Mungkin ini kali kedua dia bersandar di pundakku ketika berada di kereta. Saat itu, mungkin aku sudah berdosa besar karenamembiarkan dia tidur di pundakku dengan status bukan mahram. Tapi sekarang bahkan aku bisa melihatnya dengan sangat puas tanpa takut berdosa. Bahkan aku bisa menyentuh pipinya yang halus dan memerah ini tanpa embel-embel takut dosa malahan akan menjadi pahala.

Mungkin karena usapan tanganku terlalu sering membuatnya terganggu. Aku langsung menyingkirkan tanganku dan pura-pura tertidur ketika dia mulai mengerjapkan matanya. Samar-samar aku melihat dia memandangku dan tersenyum sangat manis. Tangannya terulur mencari sesuatu entah apa itu. Dia mengangkat botol yang sudah kosong. Oh mungkin dia sedang haus batinku. Dengan pelan dia berusaha melewatiku, aku sedikit kecewa karena dia tak membangunkanku untuk mencarikannya minum. Dia berdiri di samping tempat duduk. "Maaf mas, aku nggak tega bangunin kamu. Kamu sepertinya sangat lelah. Aku izin cari minum Sebentar ya mas" katanya sebelum..

Cup

Tiba-tiba dia menciumku. Wah nggak sia-sia aku pura-pura tertidur. Ini adalah pertama kalinya dia menciumku, biasanya ya aku yang menciumnya. Rasanya dadaku detak jantungku ini semakin tak beraturan setelah mendapat serangan yang tiba-tiba dari istri tercinta. Huh senangnya...

Baru beberapa menit, seorang wanita menghampiri tempat dudukku. Aku mengira itu adalah istriku. Tapi tunggu kenapa dia dari arah belakang ? tadi dia kan berjalan kedepaan. Aku langsung membuka mata dan dikejutkan oleh tangan yang akan menyentuh rahangku. Dengan gerakan cepat aku langsung mengarahkan tanganku untuk menjauhkan tangannya dari hadapanku. Dia tampak terkejut dengan sikapku.

"Anda jangan kurang ajar ya ?" jawabku ketus

"Bi.." panggilnya lirih

"Silahkan minyingkir dari hadapan saya"

"Bi aku minta maaf.. aku.." belum sempat wanita itu melanjutkan perkataannya Aku menyela.

"Jika tidak ada hal yang penting silahkan anda kembali ke tempat duduk anda nona Hana"

Dia tak kunjung pergi, kemudian aku mulai beranjak dari tempat duduku berniat ingin menyusul istriku. Tiba-tiba lengan jaketku di tahan olehnya. Dengan gerakan kasar aku melepaskan tangannya dengan menyentakkan lenganku.

"Kita bukan mahram, tolong jangan pegang-pegang sembarangan" kataku

"Kenapa Bi...kenapa aku tak bisa sedangkan wanita yang duduk di sebelahmu bahkan boleh menciummu" sebelum aku menjawab Amara sudah berada di depanku dengan wajah terkejut.

"Sayang..." panggilku ketika melihat wajahnya yang mulai berkaca-kaca. Amara membelikkan tubuhnya dan berjalan angan cepat. Tanpa menghiraukan wanita di belakangku aku langsung mengejar istriku. Aku yakin dia salah paham. Aku mempercepat jalanku mengikutinya. Penumpang yang kamu lewati mungkin sampai heran dengan acara kejer-kejaran ini. Aku tak peduli sekarang yang terpenting adalah Istriku.

Terlihat dia masuk ke kamar mandi, aku kemudian mengetuknya.

"Sayang.. keluar sayang.. aku bisa jelaskan" Aku terus mengetuk pintu kamar mandi. Terdengar isakan yang tertahan di dalam sana. Hatiku seperti tercabik-cabik mendengarnya menahat tangis. Maafkan aku sayang. Aku sudah kalang kabut mendengar isakan yang dia tahan, aku melihat sekeliling dan aku mendapatkan ide untuk membujuknya keluar ketika aku melihat nenek tua yang akan berjalan menuju kamar mandi.

"Sayang.... ini orang-orang sudah antri mau ke kamar mandi. Kasian ada nenek yang sudah berumur juga. Kasian kan kalau harus pindah toilet ke gerbong selanjutnya" Aku tau dia adalah orang yang paling tidak tega ketika mendengar orang harus bersusah payah apa lagi orang tua.

Satu menit kemudian terdengar suara kunci yang di geser dan pintupun membuka sesaat kemudian. Tak terlihat sisa air mata di wajahnya tapi matanya membengkak, khas orang yang habis menangis. Awalnya dia menunduk kemudian mendongakkan kepalanya ke arahku dan menampilkan senyum yang dipaksakan. Dia mempersilahkan nenek tua untuk menggunakan kamar mandi kemudian pergi ke bangku penumpang tanpa sedikitpun mengatakan sesuatu padaku. Aku mengikutinya dari jarak agak jauh. Kulihat dia sudah masuk ke bangku penumpang dan duduk membelakangiku. Aku ikut duduk di sampingnya.

"Sayang kita perlu bi.." belum sempat aku menyelesaikan bicara dia menyela

"Maaf mas aku capek mau tidur" kataku yang membuatku terdiam. Aku tau dia tidak tidur. Bahkan aku tahu tangannya sedang membungkam mulut untuk meredam isakannya. Itu terlihat dari gerakan bahuya yang naik turun. Sakit sekali melihatnya menangis seperti ini dan ini semua karena aku. Tapi tunggu, apa dia cemburu ? apa itu berarti dia sudah mencintaiku ? gumamku dalam hati. Sedikit bahagia karena dia sudah cemburu padaku tetapi ada rasa tersiksa juga melihatnya terisak dalam diam seperti ini. Ingin sekali aku memeluknya dan mempersembahkan pundakku untuknya berkeluh kesah tetapi sepertinya dia masih butuh ketenangan.

POV Albi End

Hijrahku Menamukanmu (Takdir Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang