4.

18.1K 1.5K 73
                                    

11 tahun kemudian.


Anak lelaki berusia 10  tahun lebih itu menghela nafas panjang.

"Tidak perlu membeli makanan yang mahal mommy, kita bahkan tidak punya banyak uang."

Mendengar keluhan dari anak lelaki itu membuat pria dewasa yang berusia 28 tahun itu tertawa kecil.

"Jian tidak suka? Kalau begitu mommy akan membeli makanan yang lain."

"Aii Mom.. Menyebabkan tahu, sebaiknya uangnya di tabung, kata mommy kita akan kembali ke China."

Pria manis itu mengangguk. "Mn.. Di China mommy tidak punya rumah yang bagus, hanya gubuk kecil, Jian tidak apa-apa kan kalau tinggal disana?"

Jian tertawa kecil. "Memangnya sekarang kita tinggal dimana mommy? Ini juga hanya apartemen kecil, aku tidak apa-apa, bahkan jika kita tinggal di hutan pun kalau bersama mommy aku akan baik-baik saja."

Lelaki manis itu menyentil hidung anaknya gemas. "Ingat umur mu sayang. Cara bicara mu seperti orang tua."

"Hahahhaha.." Jian tertawa nyerah.

Di tengah-tengah suasana yang hangat itu, seseorang mengetuk pintu apartemen kecil mereka.

Tok...

Tok..


"Xiao Zhan, kamu di dalam?"

Xiao Zhan dan Jian sama-sama bertukar pandang dan keduanya tersenyum.

"Pendeta Ko." Seru kedua nya bersamaan dan langsung berjalan ke arah pintu.

Pintu di buka dan menampilkan seorang pria paru baya yang berdiri disana sambil tersenyum dengan sebuah keranjang buah di tangannya.

"Ini." Pendeta Ko langsung memberikan keranjang buah itu untuk Jian.

"Aiyoo, anda tidak perlu repot-repot seperti ini Pendeta, terimakasih banyak hehe." Ucap Xiao Zhan sambil tertawa kecil.

"Tidak apa-apa, kalian sudah seperti anak dan cucuku sendiri, aku datang kemari hanya untuk berpamitan, besok aku akan pergi ke Italia."

Xiao Zhan dan Jian sama-sama terkejut.

"Yah, kami juga akan kembali ke China, padahal kami akan mengunjungi anda untuk makan malam perpisahan nanti." Kata Xiao Zhan dengan sedikit murung.

Pendeta Ko tersenyum. "Tidak apa-apa, kita bisa bertemu di lain waktu. Berkunjung lah ke kesini sesekali, dan hiduplah dengan baik di China."

Xiao Zhan sedikit mengusap air matanya. "Terimakasih untuk segalanya pendeta. Aku tidak tahu bagaimana harus membalass semua kebaikan  anda, terimakasih karena telah mengurus kami berdua."

Pendeta Ko tersenyum lebar. "Tuhan selalu menyertai kalian, cukup hidup dengan baik dan tidak bersedih lagi, dengan begitulah cara kalian membalas budi. Jangan terus menyiksa diri dan hiduplah dengan bahagia. Jian, jagalah ibumu. Dia terlihat kuat dari luar, tapi nyatanya dia hanyalah pria lemah."

Xiao Zhan sedikit malu mendengar hal itu. "Aku tidak seperti itu pendeta."

Jian tertawa kecil. "Jangan khawatir pendeta. Aku akan tumbuh menjadi pria yang hebat dan melindungi mommy."

Setelah mereka berbicara cukup lama, pendeta Ko berpamitan untuk pergi.

  Xiao Zhan merasa sedih, dia menangis karena harus berpisah dengan pendeta yang sudah mengurus nya selama ini.



  Xiao Zhan pergi ke Canada setelah memutuskan untuk berhenti sekolah.

Saat tiba di Canada dia tidak tahu kemana akan pergi, namun mungkin takdir telah mengatur segalanya, di tengah hujan yang lebat Xiao Zhan berteduh di bawah Katedral, saat di tengah kedinginan, seorang pendeta keluar dan membawanya masuk ke dalam katedral tersebut.


Zhan awalnya merasa hina. Benaknya terus bertanya-tanya, pantas kah dia masuk ke dalam tempat suci itu?
Pantaskah dirinya yang sekarang di tuntun masuk oleh seorang pendeta?

Xiao Zhan benar-benar merasa tidak nyaman. Namun pendeta tersebut menepuk pundaknya dan menggeleng seolah menyuruh Xiao Zhan untuk berhenti memikirkan hal yang tidak-tidak.

Kaki Xiao Zhan berat untuk melangkah masuk lebih dalam, namun suara pendeta kembali menguatkan dirinya.
“Tidak apa-apa, jangan khawatir.”

Zhan akhirnya menguatkan dirinya ikut masuk kedalam katedral tersebut.

  sejak saat itu Xiao Zhan tinggal di asrama pendeta dan mengurus segala sesuatu disana hingga dia melahirkan.

  Pendekat Ko menyuruh Xiao Zhan untuk melanjutkan sekolahnya kembali, setidaknya hingga dia lulus SMA. Walau pun terlambat, Xiao Zhan tetap melanjutkan sekolah dan ia lulus di usia yang ke 19.

  Setelah Jian berumur 5 tahun, Xiao Zhan memutuskan untuk mencari tempat tinggal sendiri dan bekerja untuk membiayai anaknya karena ia tidak mau terus-terusan menyusahkan pendeta Ko.

Pendeta Ko membiarkan Xiao Zhan memilih apa yang terbaik untuknya dan dia sering berkunjung untuk sekedar membawa buah-buahan untuk Jian.

  Xiao Zhan hidup dengan baik di Canada, walau kadang dia dan Jian kesulitan untuk mendapatkan makanan enak, tapi Xiao Zhan bersyukur, setidaknya Jian tidak menuntut untuk memilih makanan  enak ataupun barang-barang yang mahal.

Hari itu Xiao Zhan dan Jian berkemas untuk kembali ke China.


🌻


  Di perusahaan Wang Crop yang merupakan perusahaan terbesar nomor 1 di dunia tengah di sibukkan dengan acara tahunan yang sering di gelar setiap tahunnya.

Para karyawan menyibukkan diri untuk mempersiapkan segala kebutuhan, dan sebagai nya.


"Yuchen." Sebuah suara memanggil pria yang bernama Yuchen itu membuatnya menoleh.

"Oh paman, apa yang paman lakukan disini?"

Pria yang semakin tua yang tak lain adalah Tuan Wang itu menggelengkan kepalanya.

"Hanya datang untuk melihat-lihat. Tahun ini pun hanya kamu yang memantau semua kegiatannya."

Yuchen tersenyum tipis. "Ya, mau bagaimana lagi, Yibo tidak akan mau berpartisipasi."

Tuan Wang menghela nafas berat. "Ini sudah 11 tahun. Sepertinya dia masih menunggu."

Yuchen menatap Tuan Wang dengan penuh tanda tanya. "Sebenarnya apa yang membuatnya seperti itu? Apa dia sedang menunggu seseorang?"

"Ah, bukan apa-apa." Tuan Wang tersenyum dan berjalan mendahului Yuchen.


  Sedangkan di dalam ruangan tanpa penerangan, sedikit gelap karena gorden-gorden di tutup untuk menghalangi sinar matahari.

Pria muda berusia 28 tahun itu duduk dalam diam dengan sebuah bingkai foto di tangannya.

"Maaf, ayah belum menemukannya. Xiao Zhan mungkin menggunakan identitas palsu di luar sana, jadi kita kesulitan melacak keberadaannya."

  Dia membayangkan kembali ucapan ayahnya 5 tahun lalu, 3 tahun lalu dan tahun-tahun selanjutnya, kalimat yang sama yang selalu di dengarnya. Tidak ada yang bisa menemukan keberadaan pria yang selalu ia rindukan itu.

"Zhan, apa kau benar-benar menghilang?"

"Aku yakin kamu pasti sedang berlibur di suatu tempat, karena itu kembalilah kalau kamu sudah merasa bosan. Aku akan menunggumu. Kapan pun itu, aku akan menunggu mu kembali.” Wang Yibo memeluk Foto itu dan menutup matanya secara perlahan.



"Kamu menyukai Xiao Zhan?"

"Tidak."

"Jujur saja dengan perasaanmu. Tidak akan ada orang yang menjadi gila hanya karena di tinggal oleh sahabatnya. Sesayang-sayangnya seseorang pada sahabatnya, mereka tidak akan hilang kendali sepertimu Yibo. Kau harusnya mengakui perasaanmu."

Yibo membuka matanya dengan cepat  dan menghela nafas panjang saat kata-kata Yubin kembali tergiang dalam ingatannya.

"Aku bilang itu menjijikan. Bahkan aku mengatakan hal itu di hadapannya. Sekarang, ini hukuman untukku."


"Kenapa sangat gelap disini." Seseorang berkata saat membuka pintu ruangan itu membuat Wang Yibo terburu-buru memasukan foto itu ke dalam laci.

"Kenapa kamari." Tanyanya Yibo singkat.

"Memangnya aku tidak boleh kesini? Memeriksa karyawan sendirian itu melelahkan. Kenapa kau hanya terkurung disini? Pergilah kesana sesekali dan lihatlah Seberapa ramainya pesta akhir tahun."

"Tidak tertarik."

"Hah, dasar.." Lelaki itu mendudukan dirinya di atas sofa dan menghela nafas panjang.

"Yuchen." Panggil Yibo membuat lelaki itu menatapnya.

"Apa?" Tanya Yuchen.

"Gadis yang kau ceritakan, kalian... Bersama?"

"Eh? Gadis? Hm.. Ahh.. Hahah, tidak, aku melepaskannya." Jawab Yuchen sambil tertawa.

"Kenapa?"

Yuchen memperbaiki cara duduknya, dan memandang Yibo dengan serius, entah kenapa kali ini Yibo terlihat penasaran dengan hubungannya.

"Dia menyebalkan."

"Meninggalkannya karena dia menyebalkan?"

Yuchen mengangguk. "Dia juga sangat berisik."

"Bagaimana dengan perasaanmu?"

"Perasaanku? Kenapa dengan perasaanku?"

"Kau menyukainya?"

Yuchen tertawa. "Wow Yibo, sejak kapan kau tertarik dengan hubungan orang lain?"

".... "

Yibo tidak menjawab, melihat itu Yuchen akhirnya menghela nafas lagi.

"Entalah, aku juga tidak tahu. Suka atau tidak." Lanjut Yuchen lagi.

"Pastikan perasaanmu, jangan biarkan dirimu menyesal."

Alis Yuchen terangkat. "Hei hei.. Kenapa jadi begitu serius haha. Memangnya kau pernah menyesal karena di tinggal Seseorang?”

"Mn.."

Mendengar itu Yuchen menghentikan tawanya.
"Pe... Pernah? Kau pernah merasakan itu?"

"Ya."

"Kapan? Sejak kapan?"

"Sejak awal." Jawab Yibo singkat.

Yuchen yang belum sepenuhnya mengerti tetap bersemangat untuk bertanya.

"Maksudnya, kau menyukai ng itu sejak awal?"

"Aku tidak menyadarinya." Jawab Yibo.

"Kau tidak sadar kalau menyukai orang itu?"

Yibo mengangguk.

"Ya! Kau serius? Lalu bagaimana dengan sekarang? Kau mengungkapkan perasaanmu?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Aku... Kehilangan dia."

Yuchen seketika terdiam. Wajahnya terlihat sedih, dia berdiri dan mendekati Yibo dan menepuk pundak lelaki itu.

"Yang sabar ya.."

  Yibo menatap Yuchen aneh. Dalam pikirannya penuh dengan tanda tanya tapi ia malas untuk bertanya karena tidak ingin Yuchen mengetahui lebih banyak hal tentangnya.

  Yuchen adalah sepupu Wang Yibo, lelaki itu tinggal di luar negeri sejak kecil dan baru kembali 5 tahun yang lalu. Sekarang dia membantu Wang Yibo mengurus perusahaan Wang Crop.

Please Love Me Again {YIZHAN/END🖤}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang