30. kepergianmu

62.6K 4.7K 1K
                                    

Hallo gimana kabar kalian semua? Semangat yang sedang berjuang untuk mendapatkan sekolah favorite. Kuatin doa kalian, fren!

Kalau ada ejaan kata atau penulisannya salah. Aku pasti akan revisi. Mohon maklum semuanya karena ìni pertama kali aku bikin cerita dan akan di lanjutkan 🙏

Mohon bijak dalam pengambilan amanat dari isi cerita ini ya.

Sudah vote?

Sudah follow?

Sebelum kita mulai part ini jangan lupa untuk follow instagram @wattpadlyys karena banyak update-an ceritaku disana.

Happy reading!!

~~~

Awan sudah tertidur di brankar rumah sakit. Dokter sudah selesai memeriksa kondisi awan. Teman-temannya awan berada disampingnya. Kiara tak mau jauh dari awan. Cowok berbalut jaket hitam sedang terduduk di kursi luar. Dia memikirkan apa yang di ucapkan sahabatnya awan. Yaitu kiara. Mungkin dia benar.

"Sebaiknya pasien harus istirahat dan jangan sampai kecapean lagi. Kalau sudah bangun tolong di minum obat yang sudah saya berikan," jelas dokter membuat semua yang berada di ruangan tersebut menganggukan kepala.

Langit masuk ke dalam ruangan. Ketika dia membuka pintu tersebut. Kiara sudah menatap tajam pada cowok itu. "Ngapain kesini? Mau sakitin awan lagi? Lebih baik lo keluar, kak. Bikin muak liat muka lo!"

"Ra, lo enggak boleh gitu!" Bisik sheila pada kiara.

Langit menghela nafasnya. "Gua kesini cuman mau liat kondisi awan,"

"Biasanya pas awan sakit lu malah urusin perempuan lain. Dan sekarang lo baru sadar? Kemana aja lo dari kemarin?" Tanya kiara sambil memutar bola matanya jengah. Langit tidak menjawab pertanyaan kiara. Cowok itu malah menghampiri brankar yang di tempati oleh awan. Langit memegang tangan awan yang sedang di infus.

"Awan, bangun ya? Maafin gua," saat mendengar ucapan langit. Kiara malah tersenyum sinis. Maaf untuk apa? Percuma.

"Kayaknya makanan sehari-hari awan itu kata maaf dari lo, kak. Enggak heran kalau awan bisa sekuat itu hadapin lo," sindir fani

"Iya mungkin lo bener, tapi kenapa gua baru sadar?" Balas langit pada fani.

"Manusia emang gitu, kak. Hidupnya enggak sejalan sama pikiran. Yang di pikirin cuman ego aja," tambah sheila membuat langit menoleh. Cowok itu kembali memegang sebelah tangan awan.

"Sabar lang! Dia pasti bangun," sahut kafka yang baru datang. Di susul oleh rivan dan chiko. Setelah mereka masuk ke dalam ruang rawat. Sosok perempuan yang berada di sebelah awan menatap heran.

"Kak atlas mana? Dia bilang lagi sama kalian," tanya kiara pada mereka.

Kafka berdeham. "Ehhm itu loh– dia lagi itu apasi namanya, van?" Ujarnya membuat kiara bingung.

"Itu apaan setan?" Ketus kiara membuat kafka menggaruk kepalanya.

"Aduh neng ulah emosi atuh! Si rivan yang tau dimana atlas," jawab kafka sambil menunjuk pada rivan di sebelahnya.

"Apasih lo pake nunjuk gue segala! Atlas lagi banyak tugas di kampus," jelas rivan pada kiara.

Kiara menatap rivan. "Sama siapa?"

"Mon— pfftt," ucapannya terjeda karena chiko telah membekap mulut rivan yang ember.

"Montok maksudnya, ra! Iyakan chiko?"

AWAN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang