I L U N G A 13

173 28 17
                                    

Happy Reading!

Mahesa mengambil jas dan ponsel di meja kerjanya kemudian bergegas pergi. Setelah ia menyelesaikan pekerjaan, rencana hari ini ia ingin mengajak Lala untuk makan malam. Lelaki itu belum mengabari Lala, ia akan langsung menelepon dan menunggu perempuan itu di depan asrama.

Hari ini ia sudah harus kembali lagi ke Jakarta karena tugasnya di sini sudah selesai. Di hari terakhirnya di Surabaya, ia ingin setidaknya meninggalkan kenangan bersama Lala. Mengingat momen mereka kemarin, Mahesa percaya jika hubungannya dengan Lala sudah jauh lebih dekat dan baik. Ia bisa merasakan bahwa Lala sudah mulai membuka hatinya untuk orang lain dan Mahesa tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

"La, kamu dimana? Saya ada di depan asrama kamu."

Terdengar suara gaduh dari seberang telepon sampai suara mengaduh yang membuat Mahesa menegakkan punggungnya. "Kamu nggak apa-apa, La?"

"Eh, nggak. Tadi kesandung meja. Kakak ngapain ke asrama aku?!"

"Jalan-jalan, yuk. Besok saya sudah harus kembali ke Jakarta."

Hening. "La, kamu masih di sana?"

"Eh, anu, Kak, aduh," terdengar lagi suara gaduh di sana, tetapi tida seberisik yang tadi. "Sebentar, aku turun."

Mahesa menjauhkan ponselnya ketika terdengar bunyi yang menandakan bahwa sambungannya terputus. Ia menunggu di dalam mobil sambil terus melihat ke arah pintu asrama. Tepat ketika Lala keluar dengan hoodie bewarna ungu dan celana training army, senyum Mahesa tersungging. Ia keluar dari dalam mobil dan melambaikan tangan kepada Lala.

"La, saya di sini!"

Menangkap keberadaan Mahesa dengan setelan rapi, membuatnya sedikit berlari menghampiri lelaki itu. Jika diperhatikan, Mahesa sepertinya baru saja pulang dari rumah sakit. Dalam keadaan bagaimana pun, tidak bisa ia pungkiri jika Mahesa memiliki kharisma yang terkadang membuat Lala terpesona tiap kali melihatnya.

Kadang ia mempertanyakan alasan lelaki seperti Mahesa ini menyukai perempuan seperti Lala ini karena apa? Apakah karena dirinya terlihat seperti anak-anak sehingga terlihat mudah? Atau,

"Kamu nggak perlu lari," tegur Mahesa ketika Lala sudah berhasil berdiri di depannya.

"Kakak mau ngajakin keluar kemana? Udah malem ini." Jujur, ia masih sedikit canggung dengan Mahesa setelah kejadian tempo hari di apartemen lelaki itu. Memikirkannya kembali mungkin membuat kedua pipinya bersemu merah.

"Temenin saya makan."

Kening perempuan itu mengkerut heran. Langit sudah gelap dan lampu-lampu jalanan sudah  banyak yang menyala. Menurutnya aneh Mahesa mengajak mencari makan malam-malam begini apalagi di kondisi dirinya yang sedang tidak merasakan lapar.

"Mmm," Lala hendak menolak ajakan Mahesa ketika lelaki itu tiba-tiba saja meraih sebelah tangannya yang menggantung di sisi tubuh.

"Besok saya sudah balik ke Jakarta. Dan malam ini ada yang pengen saya omongin ke kamu. Kalau kamu nggak keberatan, tentu saya akan senang. Tapi kalau kamu nggak bisa, nggak apa-apa. Saya tidak memaksa."

Lala diam, dalam otaknya ia berpikir keras untuk menerima ajakan Mahesa tersebut atau memilih untuk kembali masuk ke asrama dan pada akhirnya membuat Mahesa kecewa. Lala tidak suka jika dirinya menjadi penyebab seseorang kecewa, apalagi sosok seperti Mahesa yang ia kecewakan.

Beberapa hari yang lalu, ia telah memutuskan untuk coba membuka hatinya. Tidak sulit memang, hanya saja dirinya yang belum terbiasa.

"Oke, Kak. Tapi aku ganti baju dulu, ya."

ILUNGA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang