I L U N G A 02

493 57 35
                                    

Jangan lupa vote dan komennya!

Happy Reading~

"Berapa hari di Surabaya, La?"

"Satu Minggu paling lama, Kak," jawab Lala sambil kembali melangkah ke rak lain untuk memilih peralatan lain yang hendak ia beli.

"Sama siapa aja?"

"Banyak."

"Berangkatnya naik apa?"

"Bus, kali."

"Saya antar, mau?"

Lala yang semula ingin melihat pernak-pernik aksesoris berhenti. Ia membalikkan badannya dan menatap heran ke arah Mahesa. Yang ditatap hanya menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum miring.

"Ngaco, deh. Minggir!"

Kadang Lala berpikir, kenapa Mahesa laki-laki mapan, dewasa, dan tampan masih saja keukeuh mengejarnya. Padahal ia tahu, di luar sana banyak wanita yang bahkan ngantre ingin menjadi pendamping lelaki itu. Apa yang istimewa dari dirinya selain menjadi wanita yang menyebalkan?

"La,"

"Hm?"

"Kawin, yuk!"

Lala langsung menatap horor Mahesa yang berdiri di sebelahnya sambil menenteng beberapa kantung belanja miliknya. Ia melihat sekeliling, was-was jika ada seseorang yang mendengar dan menganggap mereka sebagai pasangan aneh karena perkataan Mahesa barusan. Oh, bukan, hanya Mahesa yang aneh. Lebih aneh lagi, lelaki itu hanya akan bertingkah aneh jika bersanding dengan Lala.

"Mana ada ngajakin kawin duluan, Kak! Nikah dulu, baru kawin."

"Yaudah, ayo nikah," jawab Mahesa dengan entengnya.

"Pengen banget, ya, nikah ama gue?" Lala menanggapinya dengan enteng. Memang, berkali-kali lelaki itu melemparkan pertanyaan konyol seperti ajakan untuk kawin, nikah dan lainnya, bahkan rasanya ia sudah terlalu kenyang mendengarnya.

Sampai saat ini jika perkataan itu terucap dari mulut Mahesa, dirinya tidak pernah menganggapnya serius.

"Kamu nggak kasihan sama saya? Umur saya udah tiga puluh tahun, loh. Mau lihat saya jadi perjaka tua?"

Lala hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataan Mahesa. Sejauh ini tidak ada yang berubah dengan perasaannya. Di dalam sana masih kosong, dan ia sama sekali belum berniat untuk memulai suatu hubungan lagi. Entahlah, saat ini Lala masih merasa bahwa sendiri adalah pilihan yang terbaik.

"Kakak gue udah tiga puluh, santai aja, tuh. Udahlah, Kak, jangan ngajakin nikah mulu. Bosen gue dengernya."

"Saya serius, Lala!"

"Gue juga serius, Kak!" Lala menghentikan langkahnya dan menatap Mahesa dengan sorot mata penuh dengan keseriusan atas ucapannya. 

"Kak Lala?"

Lala langsung memutuskan kontak mata dengan Mahesa ketika ada interupsi suara memanggil namanya. Ia menoleh dan mendapati seorang gadis yang wajahnya cukup familiar berjalan menghampirinya dengan langkah ringan.

"Kak Lala, ya?"

Memori Lala masih memutar dan kembali mengingat wajah familiar tersebut. "Raya?"

"Kak Lala apa kabar? Sekarang udah nggak pernah main ke rumah, ya?"

Lala hanya menanggapi perkataan Raya dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Ia kenal Raya, tentu saja. Perempuan itu adalah adik sambung dari Dirga, dan seingatnya ia dan Raya tidak pernah merasa sedekat ini. Bahkan ia tidak ingat bahwa Raya akan memanggilnya dengan embel-embel kakak. Dulu, boro-boro perempuan itu akan memanggilnya dengan sebutan Kak, menyebut namanya saja hampir tidak pernah.

ILUNGA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang