Budayakan: FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA
[Sequel BESIDE ME]
Katanya kalau sudah hancur, masih bisa diperbaiki. By the way, ini hati, bukan perabotan yang masih bisa diakali untuk bisa utuh kembali.
Katanya kalau terlambat, masih bisa diulang lagi. B...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mahesa menuntun Lala pada sebuah tempat penyewaan sepeda yang tersedia di dalam halaman Kota Tua.
"Bentar, aku nggak bisa naik sepeda." Lala mengungkapkan sebuah fakta yang membuatnya ragu untuk ikut mendekat pada Mahesa yang sudah berdiri di sebelah salah satu sepeda ontel bewarna hitam.
Lelaki itu tersenyum sambil sebelah tangan menarik Lala untuk mendekat. "Itu lebih bagus. Karena saya yang bakal boncengin kamu."
"Hah?"
"Naik. Saya bawa kamu keliling."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dengan langkah ragu, Lala mulai duduk di boncengan belakang sembari mencengkram pinggiran baju Mahesa. Seumur hidup, baru kali ini Lala naik sepeda. Seingatnya ia tidak pernah sama sekali berdekatan dengan sepeda karena di rumahnya pun tidak ada yang memiliki benda tersebut. Yang Lala ingat, sewaktu kecil ia hanya main dengan sekuternya berkeliling kompleks. Dan selalu berlarian di taman dengan anak-anak seumurannya.
"Siap?"
Dengan satu kaki di pedal dan bagian tubuh atas agak condong ke depan, Mahesa menolehkan kepalanya. Meminta ijin pada Lala apakah perempuan itu sudah duduk dengan nyaman dan siap untuk ia gowes.
"I-iya. Pelan-pelan tapi."
"Kalau pelan-pelan, kapan sampainya?"
"Dih. Awas aja kalau aku jatoh."
"Kalau kamu jatuh, kan, ada saya. Jangan takut. Saya gowes, ya?"
Mahesa mulai mengayuh sepedanya dengan Lala yang membonceng di belakang mengeratkan pegangan. Mahesa yang menyadari kegugupan Lala, menarik sebelah tangan Lala untuk melingkar pada perutnya.
"Pegangan yang kuat."
Untung saja sekarang Lala posisinya di belakang lelaki itu, tidak sedang berhadapan. Jadi, ia bisa menyembunyakan senyum dan warna merah pada kedua pipinya di balik punggung Mahesa.
Perlahan, roda sepeda itu mulai berputar dan embusan angin menerpa hingga menerbangkan rambut Lala yang hari ini tidak diikat. Pegangan pada lipatan baju di kedua tubuh Mahesa mengetat mengikuti kayuhan sepeda yang kian cepat.