"Aku takut membuatmu patah hati. Takut jika kamu akan pergi. Atau ini karena aku telah menyukaimu?"
Happy Reading~
*
"Wuihh!!! Ada apa gerangan adikku yang baik hati dan tidak sombong ini ke sini?"
Suara sambutan dari Aldi terdengar ketika Lala membuka pintu ruangan lelaki itu.
"Seneng, kan, gue ke sini?" sewotnya sambil meletakkan kantung besar berisi masakan yang dirinya buat tadi.
Selesai meletakkan pada meja Aldi, Lala langsung menyingkir dan sibuk dengan ponselnya. Sebagai seorang Kakak tentu saja ia tahu jika ada yang salah dengan raut wajah adiknya saat ini. Wajah Lala tertekuk, tampak masam dengan kedua alis menukik tajam. Pertanda jika ada sesuatu yang salah mengusik Adik perempuannya.
"Jangan ditekuk gitu, dong, mukanya. Abang mau makan enak ini. Kalau ngelihat wajah lo ditekuk gitu takut jadi pahit."
Selesai berkomentar seperti itu, Lala langsung melayangkan tatapan tajamnya pada Aldi. "Ya, nggak usah di makan!"
"Dih, ngambek."
Aldi masih sibuk membongkar isi tas bekal yang dibawa Lala, begitu ia menyadari jika makanan ini terlalu banyak dan seakan diperuntukkan untuk dua porsi.
"La, lo nggak salah ini masak sebanyak gini? Buat siapa aja emang?"
"Buat Abang," jawab Lala acuh tak acuh sambil tetap fokus pada ponselnya.
"Tapi ini kebanyakan. Oh, gue tahu. Pasti lo tadi masakin buat Ma--"
Omongan Aldi terpotong ketika pintu ruangannya berderit terbuka menampilkan sosok tubuh tinggi tegap dengan jas praktek warna putih yang sama dengan milik Aldi. Beberapa detik kemudian, Lala yang terduduk santai di kursi baru menyadari jika sosok yang baru saja memasuki ruangan ini adalah Mahesa. Penampilan lelaki itu masih sama seperti saat ia melihat Mahesa di lorong. Bahkan sebelah tangan lelaki itu masih membawa tas bekal berwarna merah muda yang Lala yakini milik Rosa, perawat yang tadi ia lihat sedang bersama Mahesa.
Lelaki itu meletakkan tas bekal dengan warna merah muda milik salah satu perawat tadi tepat di sebelah miliknya. Lala yang sudah dongkol makin dibuat kesal dengan memelototi tas bekal tersebut berharap dengan tatapan tajamnya mampu membuat bekal makanan tersebut terbakar dalam sekejap mata.
"Wuih, lo bawa bekal, Bro? Baru tahu gue. Mana warna pink lagi," seloroh Aldi dengan heboh sambil ikut mengeluarkan satu persatu kotak bekal dan melupakan rencananya untuk unboxing kotak bekal milik Lala.
Lala yang duduk di tempatnya, memberengut dengan sebal. Harusnya ia tidak usah repot-repot menyiapkan makanan untuk abangnya dan rekannya itu. Lihatlah, sekarang mereka sedang fokus membongkar isi bekal dari orang lain daripada miliknya.
Karena kesal, Lala bangkit berdiri dan menyambar tas bekal miliknya dengan kasar. "Gue pulang."
"Loh," Mahesa mencekal pergelangan tangannya yang memegang tas bekal. Mata Mahesa beralih menatap apa yang sedang Lala bawa. "Itu apa?"
"Oh, iya, lo tadi ke sini nganterin makanan, ya, La? Sampai lupa gue. Yaudah taruh situ aja, sih. Mau lo kemanain lagi?"
"Mau gue bawa pulang. Udah ada yang kasih makanan, kan? Yaudah, gue pulang." Lala melepaskan cekalan tangan Mahesa dan segera berderap pergi. Percuma saja ia di sini jika hanya menonton dua laki-laki yang menikmati menu makan siang dari orang lain.
"La, tunggu!" Mahesa kembali mencegah kepergian Lala dengan mencekal lengan perempuan itu. "Sini, saya kepingin nyobain hasil masakan kamu."
Mendengar perkataan tersebut dari Mahesa dibarengi dengan senyuman mematikan lelaki itu, sedikit membuat hati Lala berdebar. Genggaman tangannya pada tas bekal miliknya mengendur hingga pada akhirnya ia tersadar jika tas bekal tersebut sudah berpindah tangan ke Mahesa.

KAMU SEDANG MEMBACA
ILUNGA √
Roman d'amourBudayakan: FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA [Sequel BESIDE ME] Katanya kalau sudah hancur, masih bisa diperbaiki. By the way, ini hati, bukan perabotan yang masih bisa diakali untuk bisa utuh kembali. Katanya kalau terlambat, masih bisa diulang lagi. B...