Budayakan: FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA
[Sequel BESIDE ME]
Katanya kalau sudah hancur, masih bisa diperbaiki. By the way, ini hati, bukan perabotan yang masih bisa diakali untuk bisa utuh kembali.
Katanya kalau terlambat, masih bisa diulang lagi. B...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku mau kalian ramaikan bab ini dengan vote dan komennya yaa :*
Happy Reading!
***
Sudah menginjak hari kedua Lala masih belum membuka matanya. Hasil dari MRI kemarin menandakan bahwa memang benar ada pendarahan di dalam kepala Lala yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah ke otak. Hal ini juga yang menjadi penyebab sampai detik ini perempuan itu belum sadarkan diri.
Untuk mencegah kondisi semakin memburuk, dokter yang menangani beserta keluarga memutuskan untuk segera dilakukannya operasi. Awalnya Aldi yang akan mengambil jam operasi tersebut karena memang dari awal, dokter yang menangani Lala adalah dirinya.
"Lo yakin mampu, Al?" Tanya Mahesa ketika mereka berdua berada di ruangan Aldi.
Terlihat jelas sekali bahwa dirinya kelelahan. Ia terlalu banyak memforsir tenaga akhir-akhir ini. Ditambah kondisi Lala yang semakin hari semakin menurun membuat dirinya kalang kabut untuk segera mengambil tindakan.
"Gue harus mampu, Sa. Gue banyak nyelametin pasien. Kali ini gue harus bisa nyelametin anggota keluarga gue sendiri."
Mahesa pun yakin bahwa sebenarnya Aldi akan bisa menyelamatkan Lala. Tapi melihat kondisinya yang tidak meyakinkan, kantung mata yang menghitam, bibir pucat, terkadang ia melihat Aldi yang kurang fokus, membuatnya tidak bisa sepenuhnya yakin dengan Aldi saat ini.
"Lo kecapean, Al," peringat Mahesa.
Aldi mengacak rambutnya yang sudah berantakan dengan frustasi. Ia sadar dirinya sangat kelelahan. Tetapi jika ia tidak segera melakukan operasi, siapa yang akan melakukannya.
"Kalau bukan gue, siapa?" Tatapan mata Aldi tajam menghunus pada subjek di depannya. "Lo mau ambil, Sa?"
Tatapan mata mereka saling mengunci. Aldi sedang menaruh kepercayaannya pada Mahesa saat ini, sedangkan Mahesa sedang dilanda kegelisahan dan turunnya rasa percaya diri. Menangani pasien umum, tidak akan menjadi masalah baginya. Tetapi bagaimana jika pasiennya adalah orang yang dirinya sayangi?
"Gue ambil."
Ini yang bisa Mahesa lakukan untuk Lala. Dirinya akan menyelamatkan perempuan itu apapun yang terjadi.
Aldi mendesah lega. Ia menyandarkan bahunya pada sandaran kursi dan tersenyum cukup tenang. Adiknya berada di tangan yang tepat saat ini. Ia sepenuhnya bisa mempercayai Mahesa.
Tanpa menunggu lebih lama, karena jadwal operasi sudah dijadwalkan besok, Aldi mengambil lembar hasil MRI Lala. Di sana menampilkan kondisi pendarahan dan sebarapa parah hal tersebut sampai membuat Lala kritis.
"Ini Hematoma Epidural. Pendarahan otak di selaput pelindungnya."
"Ini..."
"Ya. Kita perlu untuk melakukan kraniotomi. Pembedahan kepala tengkorak."