Happy Reading!
Jalanan malam sekitar kampus memang tidak pernah sepi. Semakin malam, semakin ramai saja mahasiswa maupun warga sekitar yang sekadar mampir untuk mengisi perut dengan aneka macam makanan khas arek Surabaya. Bahkan tidak jarang, musisi jalanan dari yang solois sampai grup mampir di tenda warung tepo tahu telor ini untuk menyumbangkan suara mereka.
Lala dengan khidmat menyantap makanannya meski merasa risih diperhatikan secara terang-terangan oleh Dirga yang duduk di sebelahnya. Apa lelaki itu merasa bahwa melihat orang makan adalah sesuatu yang menyenangkan? Lala ingin cuek saja ketika pada akhirnya ia sudah tidak bisa menahan lagi. Dirinya meletakkan sendoknya secara tidak sengaja dengan kasar dan menolehkan kepala tidak suka kepada Dirga yang saat ini malah menaikkan alisnya.
"Apa lo nggak bisa fokus ngeliatin makanan lo sendiri sampai harus ngeliat orang lain makan?"
Dirga yang semula memangku kepalanya dengan sebelah tangan, dengan santai menurunkan tangannya dan melipatnya di meja.
"Nggak, ngeliatin lo makan udah bikin perut gue kenyang."
Lala sudah lupa bagaimana rasanya jika seseorang sedang menggombalinya. Apakah rasanya akan eneg dan jijik seperti ini?
"Lo nggak mikir makanan yang lo pesen pada akhirnya bakal terbuang sia-sia? Lo nggak kasihan orang di luar sana seharian kelaperan sedangkan lo seenaknya buang-buang makanan?!" Omel Lala.
Dirga tersenyum manis mendengar perempuan di sebelahnya mengomel dengan kesal. Apalagi sudah berceloteh panjang lebar memarahinya, Dirga suka.
"Ini emang Lala yang gue kenal. Cerewet. Oke gua makan karena lo yang nyuruh."
Lala melengos tidak menanggapi dan memilih fokus pada makanannya lagi. Ia ingin segera menyelesaikan tepo tahu telornya dan pergi dari sini karena enggan berlama-lama bersama Dirga.
"Lo inget dulu, nggak, La? Lo selalu makan makanan gue sebelum gue yang makan. Dengan dalih lo harus nyicipin apa makanan yang nanti gue makan itu enak atau nggak, sesuai selera atau nggak~"
"Nggak, lo lebih tepatnya nyuruh gue makan duluan karena lo mau numbalin gue kalau-kalau itu makanan beracun," potong Lala sambil memasukkan potongan terakhir dari tepo yang ada di piringnya.
"Bukan gitu, La. Maksud gue-"
"Stop, Ga. Kenapa lo tiba-tiba bawa masa lalu tiap kita ketemu, sih? Itu udah masa lalu dan gue nggak berniat buat bahas itu lagi. Daripada ngebahas apa yang udah lalu, ada hal yang lebih penting buat dibahas."
Mendengar perkataan Lala, Dirga langsung memperbaiki posisi duduknya sehinggal bisa leluasa menghadap Lala yang sekarang duduk di sebelahnya. Dirga siap mendengarkan apapun yang keluar dari mulut gadis itu. Jika membahas masa lalu membuat Lala tidak nyaman, maka ia bisa berhenti. Tapi menurutnya, masa lalu bersamanya adalah masa lalu yang manis, yaa setidaknya sampai,
"Alasan kenapa lo tiba-tiba pergi. Kenapa lo tiba-tiba mutusin gue lewat telepon? Bahkan di saat satu minggu lo nggak ada kabar, gue masih nunggu. Berharap seenggaknya lo bakal ngehubungin gue setelahnya. Tapi apa yang gue dapet setelah satu minggu nungguin kabar dari lo? Lo mutusin sepihak tanpa kasih gue penjelasan. Sekarang, bisa kasih tahu alasan lo minta putus dari gue?"
Selesai mengatakan kalimat panjang itu, Lala meletakkan sendok dan garpu pada piring, membaliknya sebagai pertanda bahwa ia telah menyelesaikan makanannya. Tangannya di lipat di atas meja dengan kepala menoleh ke arah Dirga yang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. Lelaki itu sepenuhnya pias, terkejut akan apa yang dirinya katakan.
Tentu saja Dirga terkejut, ia sama sekali belum menyiapkan sebuah penjelasan untuk Lala. Selama ini ia selalu mengulur waktu dan menghindar. Bahkan ketika Lala sudah berada di sini, semua kata yang hendak ia ungkapkan pada Lala tiba-tiba menjadi serumit kabel headset yang biasanya ia simpan pada saku tas punggung. Sulit untuk menguraikan kata-kata bahkan menjelaskan kepada perempuan itu agar mengerti dan tidak salah paham.
![](https://img.wattpad.com/cover/216056476-288-k381021.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUNGA √
Roman d'amourBudayakan: FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA [Sequel BESIDE ME] Katanya kalau sudah hancur, masih bisa diperbaiki. By the way, ini hati, bukan perabotan yang masih bisa diakali untuk bisa utuh kembali. Katanya kalau terlambat, masih bisa diulang lagi. B...