I L U N G A 01

678 72 25
                                    

Happy Reading!

Vote sama komennya jangan lupa~

Siang ini Lala pulang kuliah lebih cepat dari biasanya. Dosen di jam kedua baru saja memberi kabar bahwa perkuliahan untuk jam mata kuliahnya akan digantikan dengan tugas di rumah. Bukan suatu keberuntungan tentu saja, melainkan ini kebuntungan karena tugas di rumah sama dengan halnya kerja rodi semalaman.

"Loh, udah pulang?" Aldi yang duduk di sofa ruang keluarga menolehkan kepalanya ketika mendapati langkah kaki gontai dari sang adik memasuki rumah.

"Hm."

"Oh, ya, Kakak nggak bisa nganterin kamu belanja perlengkapan study banding hari ini, ya? Sama Mahesa aja."

Lala yang semula ingin melangkah menaiki tangga, mengurungkan niatnya dan kini memilih berbalik sepenuhnya menghadap sang Kakak yang ternyata tidak duduk seorang diri di sofa itu.

Di sana lelaki dengan potongan rambut rapi dan klimis sedang melemparkan senyum merekahnya pada Lala. Namanya Mahesa, teman Aldi di rumah sakit sekaligus Dokter Spesialis Paru yang berkali-kali namanya disebut sang Papa sebagai salah satu Dokter terbaik.

Bukannya membalas, Lala malah melemparkan tatapan melototnya pada lelaki itu. Bukannya tidak suka, tetapi lebih kepada risih dan merasa aneh. Apalagi fakta bahwa akhir-akhir ini Mahesa gencar sekali mendekatinya. Bahkan lelaki itu sudah mulai nekat pernah melamarnya secara pribadi di hadapan Mama dan Papa. Tentu saja saat itu langsung dirinya tolak karena merasa mereka belum terlalu kenal dekat dan Lala sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Mahesa.

"Lah, kok, gitu, sih Kak? Kan, udah janji nemenin!" rengek Lala memasang wajah memelas seperti anak kecil. Dia tidak peduli dengan umurnya yang sudah menginjak 21 tahun tetapi masih memiliki sifak kekanak-kanakan.

"Kakak ada praktek mendadak beberapa jam lagi. Makanya Kakak minta tolong sama Mahesa aja yang temenin kamu."

"Kak, please."

Lala bisa saja pergi sendiri, tetapi bagaimana dengan perlengkapan yang akan ia beli nantinya?Siapa yang akan membawakan? Paling tidak dia membutuhkan seseorang yang punya lengan kuat agar bisa membantunya untuk membawa belanjaan kesana-kemari.

"Saya yang akan antar kamu dan temani kamu dengan selamat sampai tujuan."

"Thanks, Bro." Aldi menepuk bahu sahabatnya itu berterimakasih. "Yasudah, kakak berangkat dulu. Kalian hati-hati, ya?"

Lala hanya bisa mendesah pasrah kemudian melangkahkan kaki menaiki anak tangga satu persatu dengan tanpa semangat.

"Aku mau siap-siap, kakak kalau mau nungguin, ya silahkan. Soalnya bakal lama."

"Saya bakal tungguin kamu sampai selesai, kok. Tenang aja. Sampai hati kamu sembuh dari luka lama, pun, akan saya tungguin."

"Cih," Lala berdecih lirih sambil mengangkat sebelah bibirnya naik, kemudian melangkah menuju kamarnya tanpa memedulikan Mahesa yang masih menatap punggungnya yang kian menghilang di lantai dua dengan wajah cerah seperti biasanya.

Mahesa itu tampan, mapan, bibit, bebet, bobot jangan diragukan lagi. Apalagi sikapnya yang dewasa dan pantang menyerah menghadapinya terkadang membuat dirinya merasa kagum dan terkesan. Dia merasakan kembali bagaimana begitu diinginkan oleh seorang lelaki. Tetapi hati punya pilihannya sendiri. Lala belum bisa menerima perasaan Mahesa kepadanya. Ia masih menganggap lelaki itu seperti kakaknya sendiri.

*

"Dirga! Hari ini jadi nganterin gue ke Gramedia, kan?"

Lelaki yang diajak bicara hanya manganggukkan kepalanya samar sambil fokus mengerjakan tugasnya dengan sebelah telinga ia sumpal dengan earphone.

"Ih, jawab dong!" kata perempuan itu sambil menggoyang-goyangkan lengan Dirga yang otomatis mengganggu aktivitas lelaki itu menulis.

"Kenapa, sih, Kinan? Nggak liat gue lagi ngapain?" tanya Dirga sambil menahan rasa kesal karena ia tidak mungkin untuk membentak perempuan bernama Kinanti Wardani itu saat mereka sedang berada di Perpustakaan kampus.

"Temenin gue ke Gramedia, ya? ya? ya?"

"Iya, Kinan, iya. Harus berapa kali gue jawabnya?"

"Hehehe, thank you. Soalnya lo keseringan lupa, sih."

Dirga hanya mendesah menanggapi perkataan Kinan. Perempuan itu berada satu angkatan dengannya, melainkan memiliki umur 1 tahun di bawahnya. Kinan dulu lulusan sekolah akselerasi dan siswi yang cukup pandai, seperti adik sambungnya, Raya.

"Emangnya lo nggak ada kelas hari ini?"

"Nggak."

"Lo nggak ada kerjaan lain selain gangguin gue di sini?"

Kinan menggelengkan kepalanya sekali lagi. "Nggak."

"Terserah lo, deh."

Dirga menyerah untuk mengusir keberadaan perempuan itu di sisinya. Entah bagaimana dirinya bisa berakhir dengan wanita seperti Kinan. Padahal dulu ia membangun tinggi-tinggi dinding pertahanan untuk memasang image dingin, tetapi sepertinya itu tidak mempan untuk Kinan. Perempuan itu sejak kali pertama bertemu di kelas yang sama, tiada henti-hentinya untuk selalu mengikuti kemanapun dirinya pergi.

Dia tidak bisa untuk membentak atau bersikap kasar lagi pada perempuan karena saat itu ia ingat Ibu dan Raya juga seorang perempuan. Dan... Lala juga. Tapi itu dulu. Sekarang ia ingin sekali mendorong Kinan jauh-jauh dari kehidupannya.

"Lo tidur aja, nanti gue bangunin kalau udah selesai." Ultimatum Dirga agar Kinan tidak mengganggunya mengerjakan tugas.

Untungnya perempuan itu lumayan penurut untuk hal-hal seperti ini. Wajah kecilnya dijatuhkan di antara lipatan tangan menghadap kearah Dirga.

"Dirga!"

"Hm?"

"Dirga!!"

"Apa?"

"Nggak mau noleh ke sini, kah?"

"Nggak."

"Padahal gue berharap lo noleh ke gue, loh. Udah hampir 2 tahun, Ga. Dan perasaan lo tetep belum bisa buat gue, ya?"

Dirga menjatuhkan pulpennya di atas meja. Ia mengambil napas dalam, mencoba meredam rasa kesalnya kepada perempuan yang terus saja mengganggu ketenangannya.

Dirga menghadapkan tubuh sepenuhnya ke arah Kinan. Tangannya terulur untuk menutup kedua kelopak mata perempuan itu agar terpejam dan berhenti merecokinya.

"Udah, ya, tidur. Nanti gue bangunin kalau udah selesai, terus kita ke Gramedia."

*

Selamat malam~

Bagaimana perdana meluncurnya Bab 1 cerita Dirga-Lala? Haduh gue kok gemesnya ama Dirga-Kinan, ya:)))) wkwkwkwkwk

Btw, ada yang tahu alasan Dirga sama Lala putus nggak? Kira-kira kenapa ya?

Tunggu kelanjutan ceritanya, ya~

Dan jangan lupa, jaga kesehatan kalian. Tetap di rumah saja. Gausah keluyuran kalau nggak penting-penting amat. Kasihan petugas medis yang lagi berjuang buat nyembuhin pasien virus covid-19. Please, respect, ya. Jangan egois. Mentang-mentang kita ngerasa sehat, jadi kita bisa bebas kemana aja. No, jangan. Jangan panik juga. Tetep happy, jaga imunitas tetap stabil. Oke?

Love you~

See you in the next bab~ Don't forget to vote, comment and share! Also follow my account too. Bantu raih 1k foll yaa~ Biar aku semangat update juga.

Big Luv,

Erisya.

ILUNGA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang