I L U N G A 03

442 55 22
                                    

Sumpah dengerin/nonton mulmednya deh, asli yaa relate ama ini cerita:P

Jangan lupa vote dan komennya!

Happy Reading~

"Lo potong rambut, La?"

Pertanyaan itu menyapa Lala ketika ia baru saja memasuki kereta dan duduk di kursi sebelah jendela setelah sebelumnya meletakkan barang bawaan di tempat yang sudah di sediakan di langit-langit kereta.

Tanpa perlu menjawab, perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya dan mulai sibuk dengan ponsel dan earphonenya. Mencoba untuk mencari ketenangan diri untuk 8 jam ke depan perjalanan dari Ibu Kota ke Surabaya.

"Wah, tumbenan banget langsung potong pendek. Kenapa?"

"Ya nggak kenapa-napa," balasnya cuek sambil menolehkan kepalanya ke pemandangan di luar sana yang mulai terlihat seolah bergerak melawan arus kereta.

Menurutnya, memotong rambutnya sendiri sebahu tidak perlu sampai menjelaskan alasannya kenapa, kan?

"Biar gue tebak, pasti ini ada hubungannya sama Dirga, kan? Lo mau persiapan ketemu dia di Surabaya nanti, kan?"

Rasanya telinga Lala ingin tuli untuk 8 jam ke depan. Ia tidak tahu jika sahabatnya yang duduk satu kursi dengannya ini amat sangat ingin tahu dengan kehidupannya. Bagaimana bisa, dari sekian banyak kemungkinan yang lebih masuk akal, sahabatnya itu tiba-tiba menghubungkannya dengan lelaki yang bahkan namanya saja enggan ia sebut.

"Meta, dengerin gue. Kita ke Surabaya mau studi banding. Nggak ada hubungannya sama sekali sama Dirga atau apapun itu, oke? Lagian dari semuanya, kenapa jadi ungkit-ungkit dia, sih?"

Saat ini beberapa mahasiswa terpilih yang satu angkatan dengan Lala, termasuk Meta sedang melakukan studi banding ke salah satu Universitas ternama di Surabaya. Meta yang dulunya sama sekali tidak menunjukkan minatnya di dunia kesehatan, entah dapat wahyu darimana, tiba-tiba saja mengikuti jejak Lala mengambil kuliah di bidang kesehatan. Apalagi mereka kuliah di tempat dan kelas yang sama.

"Ya... siapa tahu lo di sana ketemu, trus CLBK."

Meta dan otak sinetron-nya memang tidak akan pernah ada habisnya jika terus menerus ditanggapi.

"Surabaya itu luas, kali, Met. Kalaupun Surabaya itu kecil, Tuhan nggak akan tega ngebiarin gue ketemu sama dia lagi, kan. Nggak akan semudah itu juga gue bakal ketemu dia. Just having a simple thinking."

"Lo nggak mau nuntut penjelasan dari dia apa? Jangan pasrah-pasrah amat gitu, dong, La."

"Tahu, ah, Met. Gue mau tidur aja. Bangunin kalau udah sampek, ya."

Kemudian Lala benar-benar menutup matanya dan mengeraskan volume earphone untuk mencegah suara-suara menyebalkan Meta yang menganggu kedamaiannya. Ia tidak mau ke distract untuk memikirkan apa yang sahabatnya katakan. Tujuannya ke Surabaya hanya untuk studi banding, belajar. Bukan untuk membuka luka lamanya.

*

Lala terbangun ketika suara bising mengganggunya dan kebetulan playlist song di HPnya sudah berhenti untuk terputar. Ia melihat sekeliling, kebanyakan orang masih terlelap dalam bunga tidurnya tak terkecuali sahabatnya ini yang tadi terus menerus merengek karena ditinggal tidur duluan olehnya. Ia memperbaiki posisi tidur Meta agar kepala perempuan itu nyaman bersender di bahunya.

Lala melihat arloji, jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sudah tiga jam sejak keberangkatan mereka, menyisakan kurang lebih 5 jam lagi sebelum sampai di kota tujuan. Tiba-tiba saja ponsel dipangkuannya berdering. Nama Mahesa yang pertama kali muncul di sana. Ternyata lelaki itu menghubunginya melalui sambungan video call.

ILUNGA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang