Happy Reading!
"Setelah kamu pergi, aku baru sadar, aku bukan titik gravitasi dari rotasimu."
---
Study banding di salah satu Universitas ternama di Surabaya yang memiliki salah satu jurusan kedokteran terbaik di Indonesia telah selesai Lala dan rombongannya lakukan. Mereka diberikan dua hari 'santai' katanya, yang padahal mereka gunakan untuk menyusun ulang dan memperbaiki laporan penelitian mereka selama di Surabaya.
Dua hari 'santai' itu Lala gunakan sebaik mungkin untuk segera merampungkan deadlinenya. Oleh karena itu, sekarang dirinya sedang berada di kafe dekat Universitasnya yang ada di Jakarta. Memilih lantai dua dengan kursi yang langsung menghadap pada jendela membuatnya terasa mudah untuk fokus pada laporannya. Tidak sampai satu jam, laporannya sudah hampir selesai dan ekor matanya melirik pada notifikasi ponsel yang hari ini terasa sepi bahkan setelah kepulangannya dari Surabaya.
Bukan. Bukan notifikasi group atau semacamnya. Hanya saja ia merasa ada yang kurang dari ponselnya tersebut. Seperti ada orang yang biasa selalu memberondonginya dengan chat, mananyakan bagaimana harinya berjalan, memberinya rekomendasi menu makan siang atau bahkan hanya merecokinya saja sekarang seperti hilang tiada kabar. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, ponsel Lala terasa lebih sepi.
Berkali-kali dirinya melirik, menghidupkan layar ponsel, memeriksa setiap notifikasi yang masuk, ternyata tidak ada satu pun tanda-tanda dari Mahesa yang mengiriminya pesan. Setelah lelaki itu kembali lebih dulu ke Jakarta, seakan ia dan Mahesa putus kontak. Beruntung jika di Surabaya ia masih memiliki kegiatan jadi tidak akan begitu terasa. Namun, ketika ia sudah di sini, ketika semua kembali seperti semula, baru Lala sadari. Hidupnya tanpa Mahesa memang terasa berbeda. Seperti ada ruang kosong yang perlahan mulai mengusiknya.
Pop up notifikasi pesan masuk menyita perhatian Lala secara penuh. Ia membaca nama sang pengirim yang ternyata Dirga sedang memfotokan lembar skripsi lelaki itu yang lagi-lagi membutuhkan revisi segera dari sang dosen pembimbing.
Dirga send a picture
Dirga : Kayanya gue harus segera pulang ke Jakarta
Lala: Kenapa emang?
Dirga: Kelamaan gue di sini makin mumet. Revisi nggak selesai-selesai
Dirga: Sedangkan deadline proyek makin deket
Lala send a giff
Lala: Berdoa aja semoga dospem makin baik hati tiap harinya
Dirga: Udah, tapi kayaknya nggak mempan")
Lala membiarkan pesan terakhir dari Dirga terbaca begitu saja. Semenjak ia kembali ke Jakarta, memang Dirga bisa dibilang mulai kembali membangun komunikasi dengannya. Kadang kala lelaki itu mengiriminya poto makan siangnnya, lembar revisi atau bahkan gambar-gambar meme yang lelaki itu temukan dari media sosial dengan maksud berbagi kerecehan dengan Lala. Sedangkan Lala sendiri hanya membalas seperlunya dan seadanya.
Buat apa lelaki itu memberinya kabar atau menghubunginya secara intens. Mengapa tidak sedari 3 tahun yang lalu, ketika semuanya masih baik-baik saja? Memang ketika sesuatu pernah kita lepas atau hilang dari hidup kita, maka hanya penyesalan dan rasa bersalah yang akan tertinggal. Pada akhirnya yang Dirga lakukan hanya memperbaiki sesuatu yang sudah rusak dan tidak bisa kembali. Pada akhirnya hanya akan sia-sia saja dan mengulang luka yang sama.
Lala hendak membalik ponselnya supaya ia bisa kembali fokus menyelesaikan laporannya ketika sebuah nada dering ponsel berbunyi.
Dirga is video calling...

KAMU SEDANG MEMBACA
ILUNGA √
RomanceBudayakan: FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA [Sequel BESIDE ME] Katanya kalau sudah hancur, masih bisa diperbaiki. By the way, ini hati, bukan perabotan yang masih bisa diakali untuk bisa utuh kembali. Katanya kalau terlambat, masih bisa diulang lagi. B...