Budayakan: FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA
[Sequel BESIDE ME]
Katanya kalau sudah hancur, masih bisa diperbaiki. By the way, ini hati, bukan perabotan yang masih bisa diakali untuk bisa utuh kembali.
Katanya kalau terlambat, masih bisa diulang lagi. B...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Boleh aku minta votenya kalian dulu?? <3
Happy Reading!
Pagi-pagi Mahesa sudah berada di ruang perawatan Lala ketika Lala pun baru saja membuka mata dan menguap lebar.
"Selamat pagi," sapa Mahesa tidak lupa menampilkan senyuman lebarnya. Ingat, dalam kode etik dokter, dokter harus menunjukkan sikap tulus dan rasa kasih sayangnya terhadap setiap pasiennnya. Dan hal itulah yang sedang Mahesa terapkan kepada Pasien Lala.
Tetapi bagi Lala, Mahesa terlalu mengumbar senyuman lebarnya. Bahkan ia bisa mengira bahwa bibir lelaki itu bisa sobek akibat terlalu lebarnya lelaki itu tersenyum. Setelah Mahesa berhasil masuk, baru ia sadar di sebelahnya ada Perawat Rosa.
"Selamat Pagi, Dokter Mahesa," sapa Mama Lala ramah sambil mengambil gerakan mundur untuk Mahesa lebih leluasa memeriksa kondisi Lala saat ini.
"Gimana perasaan kamu hari ini?"
Lala menjawabnya dengan menganggukkan kepala sambi sesekali melirik ke arah perawat Rosa yang masih setia berdiri di sebelah Mahesa, "Baik."
Mahesa menyadari hal itu, pun ia terkekeh pelan sampai suaranya cukup bisa didengar oleh Lala. Lala memicingkan matanya tajam menghunus ke arah Mahesa. Berharap lelaki itu berhenti untuk meledekinya.
"Baik saya periksa sebentar, ya," katanya basa-basi sambil melanjutkan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada. Mulai dari mengecek tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, pun parameter infusnya tidak lepas dari pengecekkan yang dilakukan oleh Mahesa.
"Nanti sore sudah diperbolehkan untuk rawat jalan di rumah, jika kondisi Lala semakin membaik dan infusnya habis, Tante."
"Syukurlah. Terimakasih ya, Mahesa sudah rawat Lala."
"Iya, Tante, sama-sama."
Akhirnya Lala bisa bernapas dengan lega sudah diperbolehkan untuk pulang. Ia benar-benar merasa suntuk berada di rumah sakit. Pun hanya berbaring di ranjang dengan selang infus di tangan kirinya. Ia juga ingin segera merasakan kenyamanan kamarnya lagi karena ternyata ia sudah sangat merindukan aroma dan suasana kamar tercintanya di rumah.
"Kalau begitu saya permisi, Tante." Sebelum lelaki itu benar-benar meninggalkan ruangan, Mahesa menyempatkan diri mengacak rambut Lala dengan gemas. "Nanti saya antar pulangnya," pesan lelaki itu meninggalkan semburat kemerahan di kedua pipi Lala.
Siapa yang tidak akan malau diperlakukan seperti itu di depan Mamanya sendiri. Bahkan sang Mama sudah memasang wajah curiganya setelah Mahesa meninggalkan ruangan. Matanya memicing genit ke arah putrinya yang malah berakting seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.
"Jadi... Info apa yang Mama nggak tahu, Pita?"
"Ma... nggak ada apa-apa."
"Mama tahu, Mahesa sudah lama menyukai kamu. Mama juga tahu, kamu dari dulu tidak mau dekat-dekat dengan lelaki itu. Tapi, sekarang Mama perhatiin sepertinya kamu sudah membuka diri ke Mahesa, ya?" goda Mamanya sambil tersenyum jahil.