Bab 34: Calon Dokter

95 15 18
                                    

Sebagai mahasiswa semester akhir, pusing mikir skripsi adalah hal yang kerap di keluhakan oleh mahasiswa mahasiswi. Capek capek mikir, di corek juga sama dosen. Ya gitu, sama seperti aqella sekarang. Di tengah malam seperti ini, bukannya tidur ia malah begadang menatap layar laptopnya.

Pukul setengah satu pagi, hari sudah berganti dan ia tak juga tidur, Dita menatap kakaknya dengan senyum bangga. Anak perempuan pertama, bahu yang harus tegar, nggak boleh ngeluh, pokoknya harus kuat. "Tidur dek, udah pagi ini nanti lo kesiangan."

Mendapat perhatian dari Aqella Dita kembali tersenyum. "Gue bangga kak punya kakak kayak lo," katanya dengan senyum. Kalimat itu membuat Aqella menatap Dita heran. "Kesambet apaan lo?"

"Siapa sih yang nggak bangga punya kakak yang baik, perhatian, cantik lagi."

"Ini anak baru begadang sekali langsung kerasukan kayaknya"

Dita tertawa keras saat melihat respon kakaknya, seumur umur mereka emang jarang memuji langsung seperti itu. Jadi kesannya aneh mungkin. Tanpa menanggapi Aqella, Dita berdiri dari sofa dan melangkah ke kamarnya dengan kondisi yang masih tertawa.

"Beneran kerasukan ni anak"

....

Pagi-pagi seperti ini sudah ada yang mengetuk pintu rumah Dita. Hal itu menghentikan aktivitas penghuni rumah yang sedang melangsungkan sarapan. "Siapa sih?" Tanya Aqella.

Dita melihat bundanya sedang berjalan menuju pintu. "Biar Dita aja bunda," katanya melangkah cepat menyusul bunda. "Kamu lanjut sarapan aja dita"
"Nggak papa bunda masih pagi ini nggak mungkin telat"

"Yaudah," ucap bunda. Dengan kaki mungil nya, Dita berjalan menuju pintu, membuka pintu rumahnya. Siapa yang datang? Hayo siapa?. Valdo? Bukan.

"Lah, lo ngapain?"

"Sorry dit ganggu, gue kesini cuma mau nanya. Hmm gimana ya, gini dit. Kan kita pernah ketemu di toko perhiasan, lo sama cowok kan?. Nah dia siapa? Gue kepo hehehe"

Yups, dia Fian. Dia benar-benar tanya kepada Dita soal ini. "Ha? Lo kepo?" Kata Dita kemudian terkekeh. "Emang kalau gue jawab dia siapa emang ngaruh buat lo?" Katanya sambil tertawa.

Fian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Lagian ya yan, kejadian itu kan udah lumayan lama, kalau lo kepo kenapa baru sekarang nanya nya?" Tanya Dita.

"Dit, plis lah kasih tau. Lo emang nggak kasihan sama Valdo?"

"Oh jadi karena Valdo?"

"Ya-"

"Suruh tanya sendiri ke gue"
....

Teringat bahwa tadi Dita tidak mau memberi tahu soal cowok itu dan menyuruh valdo untuk tanya sendiri, Fian bingung bagaimana caranya agar Valdo mau tanya sendiri. "Kalau gue cerita ke valdo yang tadi di rumah dita, valdo marah nggak ya sama gue. Kan valdo nggak mau gue nanya ke dita soal itu."

Fian mempertimbangkan pemikirannya itu, melihat Valdo yang kini tepat berada di sampingnya, berjalan menyusuri lorong dekat halaman sekolah yang disana dipenuhi anak kelas kimia tiga yang akan olahraga.

Tatapan Valdo tertuju pada Dita yang juga berada diantara teman sekelasnya. Tatapan yang menyiratkan sebuah pertanyaan dan sebuah keinginan untuk menyapa dan mengajaknya bicara. Nadia menyenggol lengan Dita, memberi kode bahwa Dita sedang diperhatikan oleh Valdo.

Pandangan Valdo tidak berpaling sedikitpun, bahkan ketika Dita menoleh ke arahnya dan menyadari aktivitasnya. Di sana, Dita hanya bisa membatin "Ayo do, sapa gue" tapi nyatanya, hal itu hanya haluan Dita. Valdo tetap tidak menyapa walaupun matanya tidak bisa berbohong bahwa sebenarnya ia ingin melakukan hal itu.

Hal itu terus berulang setiap harinya. Mereka benar benar tidak ada yang mau mengalah dan memilih diam dalam keingin tahuan. Sebenarnya peluang mereka bertemu itu banyak, mereka sering ketemu di koridor, di depan gerbang, di kantin, tapi mereka sama sama diam.

Hari hari mereka lalui sampai mereka semester dua. Mereka tetap saling mendiamkan. Sampai pada titik ini, hari ini Dita mengalah dan mengajak Valdo bicara lebih dulu. Di ruangan itu, buku buku berjajaran rapih di dalam rak. Aroma khas buku baru selalu ditemukan ketika menginjak ruangan itu.

Iya, di perpustakaan sekolah. Saat istirahat, Dita menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan. Dalam waktu yang bersamaan juga Valdo datang ke perpustakaan untuk menemui salah satu guru di perpustakaan. Saat Valdo menginjakkan kakinya ke dalam perpustakaan ia langsung bisa melihat keberadaan Dita disana.

"Permisi Miss, maaf mengganggu sebentar. Ini hasil ulangan tadi Miss, sudah saya urutkan sesuai absen, " katanya.

"Oh iya, makasih ya"

Dita yang tadinya sibuk dengan bukunya, kini menyimak obrolan itu. Dan ketika Valdo pamit untuk keluar perpustakaan, Dita juga ikut keluar. "Iya bu sama sama, kalau gitu saya permisi dulu, mari bu," ucapnya sambil senyum dan mengangguk pelan. Setelah diangguki Miss Silvi Valdo keluar perpustakaan.

"Mau sampai kapan gini terus?"

Valdo menoleh ke sampingnya, melihat keberadaan gadis yang sedang menenteng buku itu. "Lo nggak mau nanya sesuatu ke gue?" Tanya Dita.

"Sesuatu?"

Dita mengangguk pelan. "Ada sih yang mau gue tanyain, tapi gue sadar diri aja. Pertanyaan itu nggak pantas gue tanyain buat kita yang cuma temen," ucapan itu membuat Dita terdiam. Kenapa nada bicara Valdo begitu?.

Setelah mengucapkan hal itu, Valdo tersenyum sebentar, sebelum pergi meninggalkan Dita, Valdo melihat ke arah buku yang ditenteng Dita. Sebuah buku yang cukup tebal kemudian berkata "Belajar boleh tapi ingat kesehatan, calon dokter nggak boleh lemah". "Semangat "

Gimana sih rasanya, ingin tahu sesuatu tapi kita nggak ada hak untuk tahu?. Mata Dita berkaca kaca ketika melihat perlakuan Valdo "Maaf do, dulu gue selalu negasin kalau kita cuma temen. Gue nggak ngira kalau bakal berdampak kayak gini, sekarang lo nggak berani buat nanya hal itu ke gue" batinnya.

Dita melirik buku tebal yang berada di tangannya kemudian tersenyum teringat ucapan Valdo tadi.

Berlanjut ....

Planet AtomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang