Jisoo mengerjapkan matanya pelan, bahkan kini ia mengernyitkan dahinya saat beberapa detik lalu bangun dari tidurnya.
Kepalanya benar-benar terasa pening yang bukan main, sangat sakit. Dan tubuhnya lemas, seolah tak bertenaga.
Semalam adalah malam yang panjang, pertengkaran besar diantara Suho dan dirinya. Ia bahkan terjaga, dan hanya tidur setengah jam.
Entah apa yang akan Jisoo lakukan sekarang, karena tak ada lagi harapan baginya. Suho sangat kecewa padanya, dan mungkin tak akan mau membangun kembali hubungan ini.
Jisoo bangkit dari baringannya di ranjang milik Suho, lagi-lagi ia merasa mual.
Ketakutan terbesar Jisoo sekarang adalah kehamilan, ia tak tahu harus apa jika ia mengandung apalagi ia belum menikah. Apa kata Ibunya? Bahkan semua orang yang akan tahu.. Jisoo malu untuk itu.
Namun, ia akan mencoba untuk memeriksa semua itu. Belakangan ini emosinya tak menentu, dan itu sedikit membuatnya stres. Jadi, Jisoo harus memeriksanya.
Ia mengalami banyak masalah dan itu memperburuk kondisi tubuhnya.
Jisoo melangkah keluar kamar, hendak mencari keberadaan pemilik Apartemen. Ia berjalan menuju ruang tamu, dan mendapati keberadaan Suho yang terduduk di sofa.
Yang paling jelas adalah sorot mata Suho yang begitu kosong, menatap lurus. Pakaiannya masih sama, berantakan. Tidak lain dengan rambutnya.
"Oppa..." Panggil Jisoo dengan suaranya yang serak.
Suho menoleh ke arahnya, mengigit bibir menyiratkan frustasi yang tinggi. Pria itu tersenyum getir melihat Jisoo yang berdiri menjulang dengan lingkar hitam di matanya. Jujur, melihat wajah Jisoo hanya membuat hatinya sakit.
"Jisoo." Sahutnya, lalu memutuskan tatapannya.
Ah, sial dengan apa yang Suho alami saat ini. Mengingat pertama kali kala ia bertemu dengan Jisoo, itu momen yang sangat indah. Gadis itu benar-benar memiliki daya tarik yang kuat, hingga membuat Suho jatuh hati padanya.
Dan lagi, ia begitu senang saat Jisoo menerimanya sebagai tunangan. Itu indah, sangat. Tapi, ia tak menyangka semua itu lenyap hanya dalam waktu satu hari. Terlalu banyak fakta yang membuatnya runtuh.
"Aku sudah memutuskan, sebaiknya kita membatalkan pernikahan ini." Sergah Suho dengan raut yang memelas.
Jisoo bergetar, tidak ingin mendengar kalimat itu. Emosinya tidak stabil, dan kalimat itu dengan cepat membuatnya menangis.
"Ini hanya akan menyakiti diri sendiri." Lanjutnya.
Lantas Jisoo mendekat, lalu berlutut memegang tangan Suho.
"Oppa, aku sudah mengatakan padamu jika aku terpaksa melakukan semua ini ... Aku hanya mencoba berlindung." Lirih Jisoo dengan mata yang berkaca-kaca.
"Bukan soal itu, Jisoo. Ini tentang kau dan aku. Jangan karena kau sedang jauh darinya, kau bersusah payah ingin menikah denganku. Pernikahan bukan main-main, Jisoo," ungkapnya dengan nafas rendah. "Jadi, sebaiknya kita harus beristirahat."
Jisoo telah menjatuhkan air mata, ia tahu jika pernikahan bukan hal yang mudah. Lalu, apa yang harus ia lakukan?
"Aku pantas menerima ini. Kau telah membenciku, Oppa. Aku bukanlah gadis yang baik, tidak bisa dipercaya dan tak punya tujuan." Jisoo menundukan kepalanya rendah.
Suho dengan sigap meraih dagunya agar bertatapan.
"Aku tak akan pernah bisa membencimu, Jisoo. Kau hanya perlu memutuskan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Waste Of Time [Kim Jisoo]
ФанфикHidupnya bukan untuk kedamaian, meski tujuh tahun berlalu bukan hal mudah baginya untuk menghapus ingatan gelap dari pria diktator seperti iblis.