NATHAN || 58

50.6K 3.5K 1.3K
                                    

Happy Reading
.
.
.

Selamat membaca 🤗🤗🤗

--------

"Hiks... gua kangen lu Al. Gu-gua pikir lu bakal ninggalin kita." cowok bertato merpati itu menangis sambil memeluk sahabat yang ia kira akan pergi meninggalkannya untuk selamanya. Tau-tau saat Reyhan mendapat telpon dari orangtua Al dan mengatakan kalau Al sudah siuman membuat Gabriel tak kuasa menahan airmatanya.

Almaka Savaro tersenyum lemah sambil menepuk-nepuk punggung Gabriel dengan tangan kanannya. Sudut matanya berair karena semua teman-temannya menanti dirinya kembali.

"Gu-gua juga kangen sama lu. Kangen sama kalian semua." lirih Al menatap teman-temannya dengan mata berkaca-kaca.

Bernard sudah tak tahan, menarik Gabriel menjauh lalu memeluk Al. "Hiks..huaaa gua kira lu bakal mati Al..hiks. Gua pikir lu bakal pergi ninggalin ki-kita." mendengar ucapan dokter Rizal yang mengatakan kondisi Al membuat Bernard mengira Al tidak akan pernah bangun lagi. Tapi ternyata...tak sia-sia doanya selama ini meminta kepada Tuhan untuk mengembalikan Al pada mereka.

"Gak lah, gak mungkin gua ninggalin kalian. Ini semua berkat doa kalian. Kalau bukan mungkin saat ini gua udah diatas." Al menjawab lemas tapi matanya berbinar senang.

Setelah Bernard memeluk Al, gantian dengan Dhika lalu Rad dan terakhir Nathan. Setelah itu anak kelas 10 yaitu Heru, Lukas dan beberapa orang lainnya. Kemudian yang terakhir para tetua seperti Satria, Guntur, dan beberapa orang lainnya.

Doa yang disampaikan tak jauh dari kondisi Al. Mereka berharap Al cepat pulih dan mereka bisa kembali seperti semula.

Mata Al menatap kesana kemari seolah mencari sesuatu. Keningnya mengerut samar saat tak melihat orang yang dicarinya tidak ada.

Al menatap Nathan yang sedang memainkan hape sambil duduk disofa. "Nat, Anin mana? Melody sama Anin gak datang jenguk gua?"

Semua orang menatap Nathan menunggu jawaban cowok itu. Sedangkan yang ditatap mendongak dan menatap Al santai.

"Seorang pembunuh gak berhak datang kesini." lalu lanjut memainkan hapenya.

Deg!

Al menatap Nathan terkejut. Sedetik kemudian ia menatap cowok itu marah. "Maksud lu apa ngomong kayak gitu?" desis Al.

Mendengar nada marah Al, Nathan kembali mendongak. Ia bersama yang lainnya menatap cowok bertato merak itu dengan kening mengerut samar.

"Loh kenapa? Emang benar 'kan seorang pembunuh gak boleh jenguk lo?" Dhika yang duduk disebelah kanan Nathan angkat suara.

Muka Al merah saat Anin dikatakan pembunuh. Rahang cowok itu dalam sekejap mengeras dengan muka emosi yang ditahan. Satria yang melihat itu mengelus bahu Al menenangkan cowok itu.

Mata tajam Al menatap Dhika dingin. "Bukti apa yang lu punya sampe nuduh Anin sebagai pembunuh?" 

Ditanya seperti itu Dhika langsung diam. Bukti? Ia tidak punya bukti selain sebuah sms yang Al kirim pada Nathan.

Melihat akan ada keributan, Nanda angkat suara. "Al bukannya lu sendiri yang bilang kalau Anin yang bunuh lu? Maksudnya Anin penyebab lu kecelakaan dan kematian teman-teman kita?"

Semua mengangguk setuju dengan pertanyaan Nanda.

Al mengerut samar. "Kapan gua bilang gitu? Perasaan gua gada ngomong gitu."

Dhika ikut mengerut samar. "Lu emang gada ngomong. Tapi lu kirim sms sama Nathan, bilang kalau Anin yang udah bunuh teman-teman kita."

Kontan Al membulatkan mata kaget. Ia menggeleng panik membuat kepalanya berdenyut. Ia memegang kepalanya sambil meringis. "Gak! Gak ada gua ngirim sms sama Nathan! Gak ada sama sekali! Ini pasti ulah Sa—"

NATHAN [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang