"Hari ini kita berkumpul dalam persidangan pengadilan tinggi, Seoul melawan Han Tae Sung."
Jeon Wonwoo meremas ujung jasnya. Dia tidak pernah meremas ujung jasnya sebelumnya, atau apapun itu yang sekiranya dapat digunakannya sebagai penyalur rasa gugupnya. Wonwoo tidak gugup, dia tidak perlu merasa gugup. Yuna tidak lebih baik di sebelahnya. Mereka berdua sudah tidak bisa diam sejak tadi pagi hingga malam ini. Seungcheol sudah angkat tangan untuk memberi mereka kata-kata penenang dan beralih memilih tawa sebagai reaksi yang patut dia tunjukkan ketika temannya sedang di landa masalah. Mingyu duduk bersama kakaknya, Kim Jongin di bangku belakang Wonwoo. Di sebelah Kim Jongin ada seorang remaja dalam balutan baju bergaya gothic bernuansa hitam dan merah yang dimodifikasi menuju arah modern. Dia juga mengenakan topi floppy hitam. Wonwoo akan berterima kasih pada putri temannya itu karena sudah mengalihkan perhatiannya sebentar.
"Dia tidak bisa bicara, Wonwoo, pengacaranya ambisius dia bisa menang. Dia tidak akan mengaku bersalah," kata Jongin dari belakang.
Wonwoo menarik nafas. "Saat aku berbohong padamu, seberapa meyakinkan aku bagimu?" tanya Wonwoo pada Seungcheol.
"Kau pernah berbohong padaku? Kapan?"
"Bagus."
Ketika jaksa membacakan tuduhannya, pengacara dari Han Tae Sung membantahnya seperti yang diharapkan.
"Bagaimana dengan para juri?" tanya Wonwoo lagi.
"4 orang dari tiap klan, mereka bukan orang yang bisa dipengaruhi—satu-satunya area netral." Putri jelita Kim Jongin menjawabnya.
Mereka mulai memanggil beberapa orang saksi mata. Wonwoo sudah membaca pernyataan mereka kemarin, terlalu banyak sampai dia hafal. Salah satu saksi mata melirik ke arah Han Tae Sung yang duduk dengan mata menerawang jauh ke dalam kekosongan, tangan wanita itu terangkat dengan menggetar ketika Jaksa memintanya menunjuk apakah dia melihat pelaku malam itu di sini. Telunjuknya terarah pada potrait anjing hutan yang berada di sebelah Han Tae Sung.
Sebelum persidangan berlanjut, Han Tae Sung mengalami seizure. Tim medis yang berjaga segera mendatanginya dan mengecek keadaannya. Kamera menyorot lebih dekat ketika Han Tae Sung di bawa pergi dari ruang sidang.
"Wonwoo, ayo keluar." Mingyu menepuk pundak Wonwoo, lalu menunjuk ke arah para wartawan. Mereka meninggalkan ruangan sidang di tengah perhatian yang masih terpusat pada tersangka.
***
Perpustakaan kantor kedutaan sangat luas. Mingyu menyusuri satu rak buku ke rak buku lain yang ternyata memakan waktu lebih banyak dari yang dia kira, lalu berhenti di bagian buku hukum di mana Jeon Wonwoo sedang duduk bersama sejumlah tumpukan buku tebal di sekitarnya. Ketika mengenalnya pertama kali, Mingyu yakin dia tidak pernah melihat orang yang lebih fanatik terhadap buku selain Wonwoo. Begitulah caranya mengenal dunia, Mingyu rasa.
"Kau harusnya pulang," tegur Mingyu.
Pagi pukul 9 mungkin bisa terbilang awal untuk pulang jika kau bangun tadi pagi dan mulai mengerjakan sesuatu, berbeda jika kau terjaga semalam suntuk. Wonwoo tidak pulang tadi malam dan memilih bermalam di perpustakaan kantor kedutaan.
"Panggil Jongin kemari," kata Wonwoo.
"Ada apa lagi?"
"Pokoknya panggil dia."
Mingyu mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi kakaknya.
Tidak lama kemudian, Jongin berlarian di perpustakaan ke sana ke mari sampai Mingyu melambai padanya dari bagian rak buku hukum.
"Aku perlu bicara dengannya," kata Wonwoo tanpa basa-basi. Jongin sedang menetralkan pernafasannya ketika dia memikirkan siapa yang di maksud Wonwoo,"maksudmu Yang Mulia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WINTER | JEON WONWOO
FanfictionWonwoo selalu dapat diraih Na Hyun asalkan dia mengulurkan tangan. Suatu hari, Wonwoo sejauh bentangan samudra walau masih ada di ujung jarinya. *** Wonwoo memiliki rahasia kelahiran yang tidak dia bicarakan. Saat seorang bangsawan Kerajaan Hemoria...