Chapter 5

32 4 0
                                    

Baju seragam. Na Hyun memperhatikan seragam baru yang baru keluar dari penatu terasa bersih, harum, dan rapi. Ukurannya pas sekali di badan, hingga Na Hyun menyadari seberapa besar telah dia tumbuh sejak terakhir kali dia berdiri di depan cermin dan sadar akan penampilannya. Jika dia harus mengukur penampilannya, Na Hyun percaya diri kalau dia bisa dibilang cantik dan punya berat badan yang ideal. Setiap kali pergi ke pesta teman-temannya, Na Hyun sering mendapat tatapan mata takjub dari beberapa anak. Namun seperti yang diketahuinya dengan baik, beberapa anak takut menghampirinya karena Wonwoo. Meski jarang berada di rumah, reputasi Wonwoo sudah mewakilinya untuk menghalau anak-anak itu. Bukan berarti Na Hyun merasa tidak adil, hanya saja... hati Na Hyun tidak pernah memantapkan diri pada siapapun. Walau terjadi sesuatu di antaranya dan Riley, bagi Na Hyun itu semua berakhir dengan tidak adanya langkah awal yang dimulai oleh siapapun di antara mereka lebih dahulu.

"Kemana kau akan pergi hari ini?" tanya Na Hyun, dia tengah menikmati sup krim jamur yang dibuatkan Bibi Han. Awalnya Na Hyun sempat meragukan masakan beliau, tapi kini dia mungkin akan mengambil satu mangkuk lagi.

Wonwoo duduk di seberangnya membaca koran. Terkadang Na Hyun bertanya-tanya apakah hanya mereka yang berlangganan koran tiap pagi karena semua orang sudah menggunakan ponsel pintar ataupun tablet PC untuk memeriksa berita. Memang, Wonwoo sangat konservatif daripada pemuda-pemuda seusianya.

"Kantor Seungcheol, mereka membutuhkanku di sana."

"Oh, ya? Memang Seungcheol bekerja di mana?"

"Kantor Duta Besar Hemorian Empire."

Na Hyun menaikkan pandangannya, Seungcheol kemarin mengatakan sesuatu tentang identitasnya. Selama dia tumbuh, Na Hyun mempelajari orang-orang yang sedikit berbeda darinya, para klan vampir dan hibrida. Klan vampir lebih unggul di banding ras lain dalam hal kekuatan, itulah mengapa banyak dari mereka bekerja di pemerintahan dan jenis-jenis pekerjaan kelas atas lainnya sementara hibrida kebanyakan mengerjakan pekerjaan sosial kelas bawah.

Wonwoo mengecek jam tangannya,"kau harus berangkat. Ambil tasmu, kutunggu di luar."

Kalau bisa, Na Hyun tidak ingin berangkat ke sekolah barunya. Lokasinya yang dekat dengan rumah tidak membuatnya tambah menyukai tempat itu. Hanya butuh dua pemberhentian bus setelah keluar dari komplek perumahan. Lalu sampai lah dia di sebuah sekolah yang tidak berbeda dari yang sering dia lihat dari kartun animasi Jepang milik Joe. Satu bangunan utama, lapangan luas, dan gedung olahraga indoor. Na Hyun diturunkan di depan gerbang. Seorang guru berjaga dengan sebuah penggaris kayu yang sesekali dia arahkan pada anak yang hampir terlambat. Dua siswa lain berdiri di sisi gerbang siap menutupnya pada pukul 7.45 pagi. Itu sekitar 5 menit lagi.

"Perlu kuberi uang jajan?" tanya Wonwoo dari samping.

Na Hyun mencebik,"uang bulan lalu masih banyak. Tapi aku tidak mau masuk."

Wonwoo mengarahkan badan ke arah Na Hyun, mencoba merangkai kata apapun untuk menghibur Na Hyun.

"Aku akan tetap masuk, kok. Tidak perlu mengomel." Na Hyun melepas sabuk pengamannya dan bersiap turun. Saat itu Wonwoo menahannya dengan genggaman di pergelangan tangan Na Hyun.

"Maaf. Aku tahu ini akan sulit. Aku tidak memintamu untuk melakukan yang terbaik, hanya... bertahanlah. Sebentar lagi tahun terakhirmu, lalu kau bisa pergi ke Yale atau Princeton seperti yang kau impikan."

"Bukankah artinya kita harus pindah lagi?" balas Na Hyun. Setelah rencana dadakan ini, Na Hyun sudah menyerah dengan rencananya.

"Kau akan tinggal di asrama, bersama teman-temanmu, kau ingat? Aku akan berkunjung sesekali. Lalu kita bisa berkeliling kampusmu."

THE WINTER | JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang