Chapter 32

25 2 0
                                    

Suara keras datang dari arah langit, diiringi dengan runtuhnya dinding di sekitar Na Hyun. Mimpi itu terus terulang seolah Na Hyun mengaktifkan tombol rewind untuk menikmati tayangan itu berkali-kali. Putri di tangannya terus saja tidak dapat dia selamatkan dengan tepat waktu. Anak malang itu tergeletak tak bernyawa, bernasib malang akibat terlahir dari ibu yang tidak berdaya. Na Hyun belum memberitahu siapapun mengenai mimpi itu. Tidak semenjak Seo Won menceritakan mengenai mimpi prerekognitif. Saat ini, menceritakan seorang bayi yang meregang nyawa dikarenakan peperangan di tengah peperangan bukanlah hal yang bagus. Terutama jika bayi itu adalah seorang Putri.

Na Hyun mengusap wajahnya. Tempretur di dalam kabin terasa lebih dingin setelah dia bangun dari tidur, tetapi ekstra selimut yang ada di atasnya membuatnya bertanya-tanya siapa yang meletakkannya. Pramugari wanita yang biasa terbang bersama mereka datang menghampirinya menawari makan malam, dia juga menanyai apakah Na Hyun nyaman dengan selimutnya. Na Hyun mengangguk kecil, dia meminta minuman hangat apa saja yang mereka punya dan minta makan malamnya dihidangnya setengah jam kemudian. Sekarang pukul satu dini hari, penerbangan masih tersisa enam jam lagi.

Wonwoo masih duduk di kursinya bersama laptop dan berkas di atas meja. Mingyu mengerjakan pidatonya untuk acara pemakaman nasional, sepertinya mereka berlatih dan merevisi pidato itu berkali-kali.

"Aku tidak punya gaun hitam," kata Na Hyun. Dia duduk di depan Wonwoo sambil merapikan rambutnya. Tangannya berupaya dengan sungguh-sungguh, tetapi sebagian rambutnya masih berdiri seperti tersengat listrik.

"Yoobi akan membantumu. Selain itu, kau juga akan bertemu Kim Do Yeon."

"Kim Do Yeon?"

"Istri Kim Jongin." Wonwoo meletakkan kertas di tangannya lalu melepaskan kacamatanya. Dia mendongak melihat ke arah Na Hyun. Sesuatu di wajah Na Hyun membuatnya mengerutkan alis. "Mimpi buruk? Sudah lama kau tidak bermimpi buruk."

Na Hyun merasakan detakan keras di jantungnya dimulai. Dia mengalihkan matanya keluar jendela, langit malam di atas Laut Hitam. "Tidak. Aku tidak bermimpi."

Wonwoo meraih tangan Na Hyun,"Beritahu aku."

"Lain kali. Kau perlu memikirkan acaranya. Tidak banyak waktu setelah kita mendarat."

"Aku akan terus memikirkanmu, ini tidak akan ada gunanya."

"Jangan berkata begitu. Kau harus memikirkan kerajaan lebih dulu."

Pegangan tangan yang awalnya dikuasai Wonwoo beralih kepada Na Hyun. Cengkraman tangan kecilnya berpegangan kuat pada tangan Wonwoo yang jauh lebih besar. "Kapan kita bisa membicarakan hal lain selain kau memarahiku begini?"

"Kau juga memarahiku." Na Hyun melirik ke arah Wonwoo sekilas,"memang apalagi yang ingin kau lakukan?"

Wonwoo menghela nafasnya yang berat lalu mencari-cari di mana Mingyu dan para pejabat di kedutaan yang ikut dengannya dalam penerbangan ini,"jika mereka bekerja lebih giat dan cepat, aku bisa mengajakmu pergi berduaan saja."

Na Hyun mengedipkan matanya berkali-kali. Wajahnya terasa panas dalam hitungan detik saja. Rasanya hanya beberapa saat lalu dia terbangun dalam keadaan kedinginan tetapi kini tangannya seolah diinduksi hawa panas yang berpusat pada tangan mereka yang tertaut. Na Hyun melepaskannya secara refleks, seolah tangannya menyentuh teko air panas. Dia tidak berani memandang ke arah Wonwoo lagi. Beruntungnya dia, Pramugari tadi memberitahunya jika makan malamnya sudah siap.

***

Lee Yoobi menguap setelah turun dari pesawat dan di sepanjang perjalanan mobil dari bandara menuju istana. Mereka melalui rute sisi perbatasan kota dan juga memisahkan diri dari mobil-mobil lain termasuk mobil raja. Na Hyun duduk bersama Yoobi yang berusaha menjaga matanya tetap terbuka sembari menyisir baju gaun hitam Na Hyun dengan rol untuk menghilangkan serat benang ataupun debu lain yang menempel. Yoohyun membantu Na Hyun menyisir rambut dan mengapliaksikan sedikit fondasi riasan wajah.

THE WINTER | JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang