Chapter 4

37 4 0
                                    

"Bertemu kakek kacamata?"

Oh Hyerin mengepang rambut Na Hyun ke samping, ia membuka koleksi ikatan rambut mereka dan menambahkan pita biru muda di bagian ujung untuk mengunci simpulnya. "Benar. Kasih salam pada kakek kacamata, lalu kita pergi jalan-jalan dengan kakak jangkung, ya?"

Na Hyun mengangguk patuh. Itu rencana yang telah disusun jauh hari, dia tak bisa berhenti untuk menanyakan berapa hari lagi tersisa hingga hari ini. Setelah akhirnya tiba, Na Hyun makin tidak sabar. Dia suka pergi ke rumah kakek kacamata, letak kabinnya ada di tengah hutan dan ada banyak bunga di perkarangan. Ia berulang kali dimarahi tiap kali menyentuh bunga-bunga itu sebab sebagian bisa membuatnya sakit karena itu tanaman beracun. Lalu ada kakak jangkung yang tingginya jauh melampaui Na Hyun hingga dia harus mendongak hingga kepalanya sakit. Biasanya dia lebih suka minta gendong ketimbang harus berdiri sendiri di sebelahnya.

Hyerin menyetir mobil 4x4 mereka, perjalanannya mereka sampai satu jam lamanya. Na Hyun melihat banyak orang berkumpul di jalanan kota, kelihatan marah. Hyerin memintanya untuk menunduk sampai mereka meninggalkan kota. Saat Na Hyun menanyainya kenapa orang-orang itu terlihat marah, Hyerin tidak menjawab dan hanya tersenyum lalu mencubit pipinya. Na Hyun tidak suka jika Hyerin sudah melakukan itu.

Saat sampai kakek kacamata sudah berdiri di ambang pintu, menyambut mereka. Na Hyun membungkuk hormat seperti yang selalu diingatkan Hyerin tiap kali bertemu orang tua. Kakek kacamata mengusap rambutnya, tersenyum tipis kemudian bicara berdua bersama Hyerin.

Kakak jangkung keluar dari dalam rumah membawa ransel besar. Na Hyun merentangkan tangan dan dia kini bisa melihat dari posisi yang lebih tinggi. Tangan kecilnya menangkup wajah itu, memencetnya kemudian tertawa keras. "Oppa, ayo kita bicara dengan kupu-kupu lagi!" ajak Na Hyun. Kakak itu tersenyum kemudian mereka meminta ijin untuk jalan-jalan sebentar ke sekitar.

Ingatan itu kini mengabur, kemudian adegan berikutnya merampas pernafasannya. Na Hyun melihat pohon ek besar, kawanan serigala, Hyerin yang terjatuh di belakang mereka. Kakak jangkung memeluknya erat sambil bergetar, berusaha untuk menutupi matanya. Terdengar suara keras dari kejauhan, lalu disusul suara ledakkan. Atau setidaknya itulah yang Na Hyun artikan dari semua yang dia dengar saat itu.

Bagian mana yang datang lebih dahulu, Na Hyun tidak bisa mengingat. Apakah serangan para serigala, ledakkan dari orang-orang itu, Hyerin yang jatuh berlumur darah, atau... mereka terjadi secara bersamaan?

Dia berkeringat banyak, pandangannya mengabur sampai dia mengedipkan mata berulang kali. Saat terbangun, Na Hyun sedang duduk di kursi first class penerbangan menuju Seoul. Bertepatan sekali pilot tengah mengumandangkan bahwa sebentar lagi mereka akan mendarat. Na Hyun melirik ke sebelah, Wonwoo tertidur. Ia membawa tangan untuk membangunkan pria itu, tapi tangannya segera ditangkap lebih dahulu.

"Kau mimpi buruk lagi?" tanya Wonwoo.

Na Hyun ingin menggeleng, tetapi kelihatannya sudah jelas sekali. "Kurasa Hyerin ingin bilang hai." Kali ini, dia tidak takut. Na Hyun menertawakan mimpinya.

Wonwoo mengusap wajahnya, menyapu keringat yang turun dari pelipis Na Hyun. "Jangan takut, kau bisa melewatinya."

Akhirnya kembali ke Seoul, Na Hyun tidak tahu harus bagaimana. Perasaannya berdebar, tetapi tidak begitu yakin apa yang dia rasakan. Mereka berpegangan tangan sambil keluar dari pintu kedatangan, semua perubahan suasana ini secara mendadak membuat Na Hyun tak kuasa melewatinya sendiri. Seperti, kemana mereka setelah sampai? Wonwoo bilang semuanya sudah diurus, dia biasanya membiarkan saja sebab jika Wonwoo telah berkata begitu memang begitulah adanya. Pria itu selalu punya cara ajaib membuat semua urusan selesai dalam sekejab.

"Itu Choi Seungcheol. Ayo kenalan." Wonwoo menariknya menuju seorang pria dengan mata besar dan bibir merah yang membuatnya kelihatan mencolok daripada orang lain di sekitarnya. Dia berdiri dengan kedua tangan tertaut di belakang, senyumannya cukup lebar seolah dia tulus senang menyambut mereka. Dia mengenakan jas biru dengan pola garis-garis putih lurus, sepatunya kelihatan baru dicuci atau dia baru saja mendapatkannya dari toko terdekat. Rambutnya silver kebiruan, Na Hyun bertanya-tanya apakah dia salah satu bintang besar di negara ini ataukah itu hanya caranya mengekspresikan diri.

THE WINTER | JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang