Chapter 14

21 2 0
                                    

Ada beberapa hal yang tidak bisa Wonwoo kendalikan, misalnya pemberitaan di media massa. Saat Duke Edward datang, Wonwoo harusnya tahu jika beliau tidak membawakannya pilihan melainkan sebuah pernyataan. Mingyu membuatnya semakin jelas dengan dua buah tiket menuju Roma dan dua orang pengawal yang Edward bawakan sedang bertengger manis di pelataran rumahnya. Wonwoo belum juga bicara berdua dengan Na Hyun bahkan setelah semua pemberitaan media yang ada. Gadis itu tidak mungkin tidak membacanya dan keterdiamannya membuat Wonwoo menitikkan keringat.

"Ada ujian hari ini, aku tidak mau terlambat." Na Hyun mengikat rambutnya sembarangan lalu meminum gelas susunya.

Wonwoo berniat membuatkannya sarapan, dengan begitu dia pikir akan lebih mudah untuk bicara. "Ujian? Sudah waktunya ujian?"

"Tengah semester? Ini bukan pertama kalinya kau tidak tahu jadwalku, kau pasti sibuk."

"Ah, soal itu..."

"Aku harus mengejar bus. Kecuali negara ini membolehkan anak 18 tahun menyetir." Na Hyun berlari ke ruang tamu lalu mengenakan sepatunya di pelataran. Dia melirik heran ke arah dua orang pria bersetelan di samping pintu. Seingatnya beberapa kali sepulang sekolah, Na Hyun sudah melihat mereka, hanya saja pikirannya terlalu terpaku pada catatannya. Yoohyun membiarkannya menyalin catatannya yang lebih mudah dipahami karena Na Hyun lambat menulis dalam abjad Korea, dia tidak bisa mencatat semua yang gurunya terangkan. Sepanjang jalan dia hanya fokus membaca catatan-catatan kecil yang Yoohyun buat.

Tes pertama pagi ini berjalan lancar. Na Hyun tidak pernah punya kompetisi sengit dengan lebih dari satu orang. Dari yang dikatakan oleh wali kelasnya, Na Hyun harus lebih serius lagi jika ingin namanya masuk 100 besar anak dengan nilai di atas rata-rata. Ada banyak hak istimewa jika dia ada di papan nama itu, termasuk pengurangan jam kelas malam. Na Hyun sudah memikirkan masuk les, tapi Wonwoo tidak suka memasukkannya ke tempat les. Katanya membuang waktu untuk datang ke tempat les jika Na Hyun bisa belajar di rumah sendiri. Na Hyun bilang, Wonwoo hanyalah orang pelit.

Di kelas, sulit untuk berusaha tidak menyadari teman yang duduk tepat di sebelahmu.

"Jeongkuk..." Na Hyun memanggilnya. Mereka sudah bicara sepatah dua patah kata, hanya saja tidak ada obrolan panjang seperti sebelumnya. Na Hyun ingin mencoba meminta maaf, tetapi dia tidak merasa ada yang perlu dijadikan masalah yang memerlukan permintaa maaf.

"Hei, Na Hyun, bagaimana tesmu?" Sanha mendatangi meja Na Hyun.

Jeongkuk membawa tasnya, lalu pergi keluar kelas.

"Tidak sesulit yang kupikir. Hei, apa kau masih punya kursi untuk grup belajarmu kemarin?" tanya Na Hyun.

"Tentu saja. Datanglah jam 7 nanti. Akan kukirim alamatnya."

"Terima kasih."

Na Hyun menepuk pundak Sanha lalu pergi menyusul Jeongkuk keluar. Anak itu sudah menuruni tangga di ujung lorong. Pada titik ini, Na Hyun mempertimbangkan apakah Jeongkuk semata-mata hanya punya kaki yang panjang atau dia memang ingin menghindar.

"Jeon Jeongkuk!"

Na Hyun menuruni tangga dengan terburu-buru, Jeongkuk beralih arah menuruni tangga kedua. Sepatu Na Hyun terasa licin pada salah satu anak tangga, dia sudah mengantisipasi pertemuan wajahnya dan lantai namun beruntungnya Jeongkuk berbalik untuk menahannya di menit krusial.

Na Hyun menahan nafas ketika wajah mereka berjarak sangat dekat. Jeongkuk terlihat menakutkan dengan mata abu-abunya, Na Hyun berusaha keras mengendalikan dirinya. "Hai, kita harus makan bersama. Makan siang."

"Ya. Ada yang harus kukatakan padamu." Jeongkuk membantu Na Hyun kembali berdiri tegak, lalu turun lebih dulu.

"Oke."

THE WINTER | JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang