51 - Battlefield (The Last Kurawa) I

560 130 79
                                    

"Kita harus punya nama kelompok keren, jangan mau kalah dari Fauzi sama temen-temennya."

Keadaan darurat menyiksa manakala Sissy, Jana, dan Berlian memilih bersembunyi di balik kaca rias dalam sebuah dressing room, tak jauh dari tempat Akarsana disekap oleh Hikaru. Berlian tiba-tiba berceletuk ringan, mengherankan kedua sahabat lainnya. Apa yang dipikirkan calon ibu dokter satu ini? Tidakkah ia paham misi awal mengapa Setya merelakannya pergi jauh kemari?

Jauhkan bayangannya mengenai keindahan Gion, karena Osaka adalah saksi bisu Berlian dan Fauzi memendarkan asmara yang terjalin di antara situasi genting. Lama tak bersua di antara benang rumit mengikat, tiada pelukan saling membaurkan rindu, hanya senyum lega menyapa menenangkan bahwa keduanya berada dalam cinta kasih Tuhan.

Menyamar sebagai asisten penata rias, busana, dan rambut melalui bantuan Ali dan Reyhan yang berteman baik dengan orang-orang suruhan Hikaru beserta Dohen. Entah bagaimana bermula, tapi Berlian begitu mensyukuri tentang kemudahan akses penyelamatan.

Bukan hanya demi Fauzi, melainkan Patty dan Nadia, tokoh penting di sini.

Oh, jangan lupakan seorang arjuna pemilik hati tulus bernama Arif, yang tengah memperjuangkan rajutan cinta pertamanya.

"Faedahnya apaan kalau kita ada nama geng?" Tanya Sissy berbisik lirih, ngeri ketahuan seiring pendengarannya diam-diam mendapati pertunjukan hampir selesai. "Mana ini cowok-cowok? Menurut nih jam tangan bekel si Reno yang lagi gue pake, mereka ada di kamar sebelah, udah difotoin juga kalau mereka juga berhasil ambil cairan formula dari tangan si mafia ganteng."

"Mafia ganteng? Dohen?" Jana yang bingung menggaruk pelipisnya, diangguki semangat oleh Sissy. "Puji Tuhan, mana coba lihat."

Sissy cukup bangga menunjukkan bukti melalui alat ciptaan baru, pengganti kamera ponsel yang terhubung dengan chip kartu tanda penduduk, di mana terdapat foto Reno tengah tersenyum menggenggam botol kecil, diperhatikan oleh Jana dan Berlian.

"Alhamdulillah," sahut Berlian lega. "At least, habis itu mereka bisa cari jalan keluar aman. Oh ya, soal nama geng, ini biar temen pacar kita nggak kesulitan manggil. Inget, nggak, waktu kita lagi pergi beliin Reno, Fauzi, sama Galih makanan, Acha tereak-tereak nyebut 'Kak Jana, Kak Eli, Kak Sissy!' dari belakang gitu, gara-gara dia sama William mau titip dibeliin Tini Wini Biti."

Sissy lantas mengangkat-angkat telunjuk kanan setelah meneguk sebotol air mineral yang tidak tahu diambil dari mana, lantas mengoper botol itu kepada Jana yang merasa haus. "Gua tahu, El! Gua inget! Bener sih, kasihan.. kepanjangan kalau manggil kita bertiga.. kalian ada ide, nggak?"

"Belom sih, Sis." Jana menggeleng lugu. "Cuma gue rada insecure lihat Mbak Patty sama Mbak Nadia. cantik-cantik parah, nggak mungkin Galih nggak naksir. Mbak Patty tuh manis, luwes, pinter akting, lo berdua tadi denger pas dia nyanyi Symphoni Yang Indah, kan? Wah anjer... berasa sendok sambel pecel lele gue.."

"Iya, padahal kita belom terlalu kenal secara resmi. Kalo Mbak Nadia, gue emang udah tahu Arif ngincer dari awal. Ya kali belain diri bakal jadi jaminan ke Dohen, dia mikir apa coba selain selametin pujaan hati?" Berlian berpendapat.

"Tapi, El, si Arif itu berani banget ambil resiko. Calon kakak iparnya kan mantan calon laki gue, lo tahu sendiri betapa bahayanya itu orang."

"Arif gentle, Jan, gue suka sama tipe cowok gitu."

"Arif tuh tipe cowok pejuang, sopan, peka, pokoknya menghargai kita banget, El. Siapapun yang bakal jadi istri Arif, udah pasti beruntung banget. Nyokapnya aja seru. Gue rasa mereka beneran sosok ideal buat cewek sederhana kayak Mbak Nadia. Cocok."

Tanpa Jana ketahui, Arif bersin-bersin hebat sampai lima kali. Harsya sedikit iba, menyangka kakak kelasnya akan terserang flu sehingga diberikannya sehelai sapu tangan bersih dari dalam laci. Reno pun memijat tengkuk Arif yang terasa kaku.

NAWASENA [Telah Terbit] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang