"Tumben kamu bisa ikut kita kumpul, Zi."
"Hehe.. sengaja saya sisain waktu, Om. Soalnya saya nggak pulang ke rumah seminggu kemaren karena harus asistensiin dosen di stase bedah mulut, jadi baru free sekarang." Fauzi menanggapi ucapan Bapak Harsya.
"Sekarang ngerti manfaatnya kenapa Papa sama mama strict ke kamu dari kecil, kan? Nyapu ngepel kamar tiap weekend, bantu masak nasi buat makan malem, anter jemput Berlian sekolah sama rumah. Semua itu dilakukan supaya kamu bisa bertanggung jawab atas pilihan yang udah kamu ambil."
Fauzi terkesiap, memandang papa memijat tengkuknya pelan, kala para orang tua tersenyum menyimpan momen itu dalam hati.
Benar. Kini Fauzi tidak terlalu bergantung pada supir, pembantu, apalagi papa dan mama sejak lulus SMA. Jika mampu memasak, membersihkan bagian sudut rumah yang kotor, mencuci peralatan dapur dan makan, serta mengendarai mobil sendiri, mengapa tidak?
Sambil menunggu kedatangan keluarga Reno di ruang tamu kediaman William, perhatian mereka tertuju pada Fauzi, setelah membahas apa saja tugas Galih sebagai junior business development staff.
"Masih ada 5 tahun pendidikan habis lulus ya, Zi?" Tanya Ibu Harsya sembari menata piring berisi kue-kue basah dibantu Berlian.
"Betul, Tante."
"Udah tahu kapan mau nikahin Berlian?"
"Secepetnya, Tante."
Yang disinggung langsung melahap sepotong sosis solo, ditertawakan Mami Galih, Ibu Arif, dan orang tua Harsya.
"BUHAHAHAH! Udah, El, tenang aje. Enak hidup lu ntar. Laki bini dokter, kurang mantep apa? Emang Ibu, senasib sama maminye Galih? Masih untung hati si Arif kagak melempem macem kerupuk kecelup kuah sop!"
Ibu Arif menepuk-nepuk Mama Galih di samping kanan, mengajak bercanda. Mami Galih pun mengangguk setuju.
"Orang tua Fauzi tuh baik banget lho, Eli. Duhh.. mimpi banget Tante kalau kamu nikah bareng Jana, Sissy, sama itu.. adiknya Dohen, si Nadia. Yah, sayang aja nasib tiap orang beda-beda."
"Terima kasih, Tante." Jawab Berlian lirih. "Berarti Tante berdua restui Jana sama Mbak Nadia juga, dong?"
Tak disangka, Ibu Arif dan Mami Galih saling menyampaikan tos, mengejutkan kedua orang tua lain termasuk Papa dan Mama William yang baru bergabung.
"Widihh.. emak-emak anak STM kompak bener. Mau bikin hajatan apa nih?" Sambut Papa William yang mengambil dadar gulung dari tangan Papi Galih.
"Tadi sih denger ada kata restu. Serius Jana sama Galih bakal nikah?" Timpal Mama William surprised, memekarkan riuh tak terhingga.
Mami Galih bersorak bahagia. Ibu Arif, Mama Fauzi, dan Ibu Harsya tertawa keras. Bapak Harsya serta Papa Fauzi semakin giat membuka kulit kacang, melempar isinya ke atas agar dapat ditangkap dengan mulut.
"Maklum, istri gue kalo ngidam suka apa aja jadi bahan omongan. Sampe pengen Galih beneran nikah sama Jana." Sahut Papi Galih santai.
"Astaga..." Papa dan Mama William merespon kaget, lalu tertawa sedetik kemudian.
"Tahu nggak? Kita kira Jana yang hamil. Habis sekeluarga hobi ngocol, mana kita percaya?" Sambung Papa Fauzi.
"Ya kali Jana hamil nggak pake nikah dulu sama Galih?! Siap-siap aja gua sembelih itu anak kalau sampe berani!"
Sungutan papi menghidupkan suasana, menyisihkan betapa Fauzi, Arif, Galih, Berlian, dan Jana yang duduk dekat mereka tak tahu mesti mengekspresikan positif atau diam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWASENA [Telah Terbit] ✔️
Fanfic(Buku Ke-2 AKARSANA) (Telah dibukukan oleh Redaksi Athena) . . Arif, Galih, Fauzi, Reno, William, dan Harsya kembali mengemban misi menyelamatkan seorang penyanyi opera di sebuah kelompok pertunjukan ternama, dari sebuah organisasi perbudakan hibura...