32 - Accelerando

1K 220 302
                                    

Hari menjelang malam, mengingat banyak orang terkurung dibalut nuansa aneh sejak Arif menawarkan diri sebagai jaminan pengganti Patricia alias Patty serta Nadia, demi menghentikan semua kegilaan ini.

Fauzi, Reno, Harsya, dan William saling melempar sorot benci. Galih sulit mengeluarkan sepatah kata, tiada yang lebih penting dari keselamatan adiknya.

"Kalau memang ini karena uang, kenapa harus perempuan?"

"Kenapa perempuan selalu dijadiin alasan untuk orang seperti Kak Dohen, Om Bagas, Papa Jana, sama pemilik okiya itu supaya bisa memperkaya diri lebih banyak?"

"Kalian manusia berkeyakinan, bersumpah mengucap nama Tuhan, tapi nggak pernah ada waktu buat ngaca barang sehari aja."

"Dipikir gue percaya? Dikira kalian bisa tipu gue sama temen-temen gue di sini? Nggak. Kalian salah besar."

"Kita berenam temenan bukan bantu kalian dari kesulitan, tapi pertemanan kita terjadi karena kita semua percaya bahwa semua kesulitan pasti ada jalan keluar."

Tegas Arif memancarkan aura berbeda, menunjukkan tentang keberadaannya kini lepas dari bayang-bayang remaja tanggung. Kehidupan dewasa muda perlahan mengubah sikap nrimo-nya, menguatkan asa, memberi peringatan mengenai enyahnya tipu daya yang suatu saat menyerang.

"Gue yakin, ini bukan cuma soal duit. Bilang sama gue, jujur ke kita semua. Ada hubungan apa antara Mbak Patty, Kak Irene, Mbak Nadia, Kak Dohen, dan SMA Nawasena?"

Kedua kali Arif bertanya beringas dengan volume suara rendah, sedikit mengejutkan Harsya yang maju menenangkan kakak kelasnya.

"Bang, sabar..."

"JAWAB! PUNYA KUPING TUH DIPAKE!"

Jangankan Reno, Fauzi, dan William, Galih saja baru kali ini melihat langsung betapa amarah Arif memuncak, menggelontorkan lahar nyalang berupa tatapan sinis, tertuju terutama pada Ghanin.

Mengelus kepala Glad dalam gendongan Irene sesaat, Galih menarik bahu Arif.

"Rif, udah. Lu ngapain sih? Ada juga kita marah sama lo sekarang! Bisa-bisanya lo mau jaminin kita berenam! Otak teknik lo itu ke mana, setan? Mikir yang logis! Lu kemaren sama Oji nggak mau gabung selametin Mbak Patty, dan lu barusan bilang apa? Apa gue kagak salah denger? Ini beneran ada udang di balik bakwan?"

Belum sampai suara Arif menjawab, Dohen berdecak kesal. Membuang waktu dengan anak-anak ini sama saja mempersulit tujuannya.

Ditariknya tangan Nadia, dibungkamnya mulut menggunakan sapu tangan mengandung chloroform, entah kapan telah ia siapkan sehingga gadis itu terkulai lemas didekap. Terang saja menyulut api emosi mereka.

Serta merta Ali, Setya, dan Reyhan merayap keluar dari bawah meja makan, turut menodongkan senjata.

"Gue nggak ada waktu ladenin bocah tengkar." Dohen bergerak mundur menuju pintu utama, mengisyaratkan peluru dalam pistol telah ia aktifkan untuk siap diluncurkan kapan saja.

Gawat, pikir mereka, psikopat satu ini sungguhlah berhati penuh duri mematikan. Tega menganiaya saudara kandung sendiri. Harsya sampai mengutuk pelan, tolol benar ada laki-laki seperti ini depan mata.

"Jauhin tangan lo dari Mbak Nadia." Arif mengancam dingin. "Gua juga nggak akan kasih celah buat lo berhak sakiti orang yang gua sayang."

"Rif, tunggu dulu..." maksud Fauzi menahan tangan Arif agar tidak gegabah, malah ditepis segera.

Bak deja vu akan kejadian masa lampau, Reno berusaha memutar otak.

Mikir, dongo! Lindungi temen-temen lu, kakak lu, semua ajudan, Mas Ghanin, Kak Dian, terutama Glad!

NAWASENA [Telah Terbit] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang