Sementara Ali mengetes suara tuts piano, William bersama Harsya sibuk mengatur sepasang sofa yang berhadapan dengan dua kursi berkaki cukup tinggi, berlatar belakang lukisan lady with kebaya karya Basuki Abdullah.
"Sya, cek mic sama speaker dah, tadi baru dicolokin Bang Ali."
"Oke. Apalagi, Wil? Kacang kulit perlu, nggak, nih? Kali aja bonyok lu butuh cemilan."
"Hmm.. boleh deh, ambil di lemari belakang aja."
Preparasi 95% telah dilakoni, William tiba-tiba menarik tangan Naren dan Sarah yang sedang mengobrol meminum kopi sehabis makan malam.
Sesampai di ruang keluarga, Ali mengacungkan jempol, menyeringai khas, menakutkan Naren.
"Silakan duduk, Tuan, Nyonya."
Lucunya, mereka berdua menuruti kata Ali. Harsya ikut datang menyusul, meletakkan semangkuk besar kacang kulit goreng, kue mangkuk merah muda, dan tahu bakso favorit sang pemilik rumah ke atas coffee table.
"Ini.. ada apa, ya?" Naren bolak-balik memandang Ali, William, Harsya, dan Safa. "Wil, kamu nggak lagi kerjain Papa, kan?"
"Ehm, jadi begini.." William cukup bangga membuka suara. "Berhubung waktu aku nginep di rumah Kak Dian belum dapet tugas dan baru sekarang mau dikumpulin, nggak ada salahnya Papa sama Mama lihat sebentar."
"Semacam tugas sekolah, maksudmu?" Terka Sarah. William mengangguk yakin. "Memang kamu mau ngapain, Wil? Demo masak? Kan udah tadi bantu Mama bikin kue."
"Spesial pake telur, kornet, keju kalau kata abang-abang penjual roti bakar, buat Papa sama Mama. Anggep malem Mingguan di Planet Hollywood."
Ah, William tahu betul tempat kesukaan Naren mengajak Sarah berpacaran semasa muda dahulu. Jadi tersipu malu orang tua William menanggapi.
Kamera tripod Harsya aktifkan rekam, dilanjutkan William naik ke atas kursi menggenggam mikrofon yang terpasang pada holder stand. Membayangkan dirinya menghibur pengunjung restoran fine dining, menghadap langit terbuka Jakarta di atas pukul sembilan malam.
Naren waswas, Sarah mengaitkan kedua tangan sumringah.
Jari jemari Ali fasih sekali bermesraan dengan irama lagu pilihan William. Lulusan Sekolah Musik Farabi itu mampu menyihir kaum hawa sejenak, termasuk Mama William.
#NowPlaying (Richard Marx - Right Here Waiting) 🎶
"Oceans apart day after day, and I slowly go insane."
"I hear your voice on the line, but it doesn't stop the pain."
"If I see you next to never, how can we say forever?"
"Wherever you go, whatever you do, I will be right here waiting for you."
"Whatever it takes or how my heart breaks, I will be right here waiting for you."
Bukan tanpa alasan William membawakan lagu ini, memperdengarkan dan menayangkan agar disaksikan kembali oleh Adrian, Nadia, Ghanin, Galih, Fauzi, Reno, dan Arif, sehingga menyadarkan Naren serta Sarah mengenai bakat William dalam menghayati.
![](https://img.wattpad.com/cover/229937944-288-k572273.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWASENA [Telah Terbit] ✔️
Hayran Kurgu(Buku Ke-2 AKARSANA) (Telah dibukukan oleh Redaksi Athena) . . Arif, Galih, Fauzi, Reno, William, dan Harsya kembali mengemban misi menyelamatkan seorang penyanyi opera di sebuah kelompok pertunjukan ternama, dari sebuah organisasi perbudakan hibura...