31 - Mengejar Mas-Mas I

966 230 376
                                    

*(Backsong) Linkin Park - In The End* 🎶

-----*****-----

"Manusia minim moral macem lu nggak berhak ada di sini. Oke, gue emang bukan pentolan grup, tapi lu salah besar kalo sampe berani remehin gue."

Mengentaskan gentar, jemari Fauzi memutar-mutar bilah bambu, bekal senjata tradisional cukup bahaya jika menyetir pulang pergi tengah malam melewati jalanan sepi, dan selalu dikantonginya.

"Ayo, maju. Cemen, beraninya cuma sama anak cewek."

Jangan tanya ke mana perginya sosok main aman seorang Fauzi.

"Lepasin Kak Irene, mumpung gue masih bisa minta baik-baik." tegas Reno. "Heran, kok bisa orang kayak lu tuh lepas dari radar gue sama papa? Kirain cem-ceman Kak Irene cuma Bang Reyhan aja, sejak kapan ada kutu aer ikut campur?"

Galih melongo, diikuti William, Arif, dan Fauzi.

"Hah? Ajudan gue pernah suka sama kakak lu, Ren?" Senggol Galih, sok bisik-bisik ala tetangga.

"Iye! Ntar gua ceritain selengkapnya, lagi genting ini. Buruan bantuin!"

Sayang, keinginan Dohen membuka mulut harus diinterupsi oleh keterkejutan Ghanin, Nadia, dan Adrian dari arah pintu depan. Setumpuk hadiah untuk Glad terjatuh ke lantai, berganti raut pucat Ghanin, Adrian sulit melangkah lebih lanjut, sedangkan Nadia setengah berlari menyusul.

"Astaga, Kak Dohen! Kakak mau apain Kak Irene??"

"Diem!" Pistol itu berbalik ia arahkan ke adiknya. "Lu jangan coba-coba bela mereka, Nad!"

"JANGAN DEKET-DEKET, MBAK!" Seru Arif. "Mbak Nadia mending keluar sekarang, ini urusan kita berenam sama si uler tebu kampret! Udah cukup punggung Mbak belum sembuh gara-gara dia! Arif nggak mau Mbak kenapa-napa!"

Nadia menggelengkan kepala tak percaya. Semula, ia mengajak Ghanin pergi ke rumah Galih setelah dikabari Adrian tentang kelahiran Glad, memberikan tanda sukacita untuk kedua orang tua anak didik baru Adrian dalam misi baru.

Siapa menyana, tersangka utama yang Nadia herankan tidak ada di rumah sejak pagi, ternyata tengah mengancam keselamatan penghuni kediaman Keluarga Raditama.

"Kak, tolong... aku mohon lepasin Kak Irene." Suara Nadia melembut, menebalkan siaga Arif dan kawan-kawan.

"Kak, kalau Kakak mau bales dendam, nggak seperti ini caranya. Bukan dengan culik Mbak Patty dan habisi Kak Irene. Kakak lupa? Perbuatan papa, mama, sama kakak udah bikin Kak Shafira dan Mas Leon kehilangan Om Bagas, papanya Jana ditahan, mau sampe kapan Kakak kayak gini?"

Kakak beradik itu beradu tatap, melemahkan pegangan Dohen sehingga Irene mampu meloloskan diri, berlari menangis ditangkap Reno. Sementara William langsung menyeret Irene berdiri di belakang mereka, berusaha menggali dengar maksud ucapan Nadia.

"Kamu nggak ngerti apa-apa soal Kakak, Nad, kamu nggak bakal paham kenapa Kakak begini!"

"Kata siapa??" Nadia menggenggam kuat kedua pergelangan tangan Dohen. "Siapa yang bilang aku nggak paham sama ini semua, hah? Justru aku pengen cegah Kakak supaya nggak mikir pendek lagi! Tahu, nggak, apa akibatnya kalau Kakak bertindak lebih dari ini? Kakak nggak cuma nyakitin perasaanku, tapi juga papa sama mama!"

NAWASENA [Telah Terbit] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang