45 - Siasat Seafood

865 198 108
                                    

"Sempurna.. sempurna. Enak banget lu nyanyi genjrang-genjreng gitar, Ji.. Ji. Nasib kita gimana iniii?"

"Ya Allah, belom ada sebulan hamba jadi kakak yang baik buat Neng Gladis, kloning hati Permaisuri Jana, kok tega bener udah disuruh selesein kasus sekarang pas kerjaan kantor lagi numpuk-numpuknya.."

Mungkin Galih adalah satu-satunya aktor utama di luar radar kecakapan Dohen dan Hikaru dalam menahan cara agar bagaimana pertunjukan dilangsungkan atas keinginan keduanya. Di saat William, Harsya, juga Reno tidak dapat menolak saat digantikan kostum dan didandani, Galih yang langsung tersadar lantas bersembunyi di balik dressing room tua, terlihat lama sekali tidak tersentuh oleh kebersihan.

Memang dari segi rupa, ia masih layaknya Pangeran Nareshwara di lakon Pesona Airlangga besutan Adrian, hanya saja tak dapat ia sangka bahwa latihan terakhir di studio yang membawanya bertemu dengan Patty, harus ditampilkan detik ini di tempat antah berantah.

Satu hal yang Galih mengerti, bukan Indonesia sebagai negara mereka berenam kini berada, melainkan Jepang, mengingat Nadia dan Patty selalu disinggung akan disalah gunakan oleh Dohen secara profesional. Benarkah Shimizu Hikaru tengah menonton mereka? Tentu. Galih baru saja mengintipnya ketika adegan beralih pada Arif, Patty, dan Nadia dipertemukan.

"Sebentar. Mbak Nadia? Mbak Nadia jadi Putri Anggraini??" Galih mengacak-acak poni rambutnya heran. "Bangsat tuh abon serundeng brekele sialan! Udah bius gue sama anak-anak, adeknya disuruh akting improvisasi, mana tuh bocah-bocah pake acara ngomong typo! Kudunya Anggraini ngapa jadi Anggarani sih, ahelah!!"

Sabar, Galih, kalem. Kalau stres, bagaimana kamu bisa menata strategi selanjutnya?

Hingga ketika seorang kru tata panggung mencari keberadaan Galih dalam bahasa Jepang, salah satu staf ahli perusahaan yang berkantor pusat di wilayah itu memutuskan untuk bergerak gesit menjumpainya. Sekaligus memasang wajah datar seolah tidak tahu apa saja yang telah terjadi.

"Don't worry, I'm here. I'll be ready in three minutes." Ucap Galih ramah.

Yaa.. nasib cuma bisa Inggris. Jaman sekolah dulu pas pelajaran Anton Sensei kerjaan gua kalo nggak tidur mesti cabut ke warung burjo as always.

Lucunya, kru tersebut turut memahami. "You're too handsome for being here, Galih. Hopefully all of you could be safe as it must."

Kru itu lalu membuka masker putih penutup separuh wajah, mengejutkan Galih.

"B-BANG LEON??!!" Teriakan toa Galih menertawakan renyah Leon, tak lupa ia membekap gemas mulut sang mantan asisten koki patiseri di katering adiknya itu. "Waahh.. kacau!! Reuni tuh di mana-mana mah restoran, meeting room, ini malah belakang panggung neraka! Lu ngapain ke sini sih, Bang?? Kompor restoran rusak lagi? Apa kulkas ngadat? BILANG!"

"Ya emang gue kudu ngapain lagi selain berusaha selametin orang-orang yang bikin gue sama adek gue bahagia, hah?"

"Lho, kapan gue sama anak-anak bahagiain lu sama Tante Shafira, Bang? Harsya nikahin adek lu aja belom."

Leon berkacak pinggang, Galih melongo. Efek bius sepertinya, anak ini mendadak pikun.

"Lo lupa? Lo sama temen-temen lo udah berhasil gagalin pernikahan calon istri lo yang beda tempat ibadah?" Sengaja Leon ingatkan, sembari meremas-remas bahu Galih.

"Beuh, itu sih nggak mungkin gua lupa. Pake lu ingetin segala, Bang, tambah ngenes aja hidup gua." Sesal si anak sulung Tuan Tama dan Nyonya Lila, seraya meringis sedih. "To the point nih, takut gua dipanggil, soalnya habis ini giliran gua maju ke depan. Apa rencana lo?"

"Gua bisikkin, tapi lu jangan cepu." Telunjuk kanan Leon menunjuk ke atas, tepat di hadapan pangkal hidung pesek Galih.

"Cehh.. gua ingetin lu kalo lu lupa, Bang, jagoan sekolah biang tawuran yang nilai rapor nggak pernah kegeser dari urutan 10 besar dan nggak pernah ketinggalan shalat 5 waktu ini selalu tahu gimana cara lawan musuh."

NAWASENA [Telah Terbit] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang