"Kalau saya minta sekarang, ya harus ada secepetnya dong. Masih bagus nggak pake campur tangan saya sendiri, yang ada malah bisa habis mereka. Ya kan?"
Seorang pria asing setinggi 178 cm berkata santai, memandang Adrian, Ghanin, Patty, Nadia, bergantian, begitu seluruh anggota geng Akarsana ditempatkan orang-orang suruhannya duduk di kursi pesawat jet pribadi mewah.
Ia menggoyang-goyangkan gelas red wine, meluaskan suhu hangat ke seluruh bagian, memuaskan dahaganya, lalu tersenyum datar.
"Ngapain berdiri bengong lihatin gue? Duduk."
Sebelum menuruti kemauan pria itu, Ghanin dan Adrian mengecek satu per satu, sudahkah sabuk pengaman telah terpasang rapi pada tubuh semua anak yang belum sadar setelah lima jam berlalu?
Dirasa beres, Patty dan Nadia duduk berdampingan, diikuti Ghanin juga Adrian di belakang.
Berhubung gelap untuk sulit diraba, izinkan Penulis menjelaskan bahwa pesawat yang mereka tumpangi hendak terbang dari Halim Perdanakusuma menuju Narita, tujuh jam kemudian.
Dan pelaku penting di balik pengantaran paksa ini adalah Shimizu Hikaru, yang Reno temukan tanpa sengaja sedang keluar dari kamar pekarangan belakang rumah Adrian.
Dohen? Tentu saja bebas berada di depan muka Nadia, mengangkat satu alis.
"Nurut aja sih sama Kakak, kalo kamu beneran ada perasaan buat Arif."
"Sadar, Kak." Bisik Nadia saat seorang pramugara bersiap memperagakan alat keselamatan. "Mau sampe kapan Kakak begini? Mereka ada kehidupan pribadi, nggak sepantasnya Kakak usik terus!"
"Ssstt.. udah deh anak kecil tinggal lakuin apa yang diminta aja susah amat!"
"Aku nggak akan mau nikah sama dia ya, Kak."
"Dan aku juga nggak akan biarin kamu sama temen-temenmu selametin mereka. Camkan itu, Nad."
"Kak..." Nadia ingin berkata lagi, namun saat beradu pandang dengan Patty, gadis berdagu tegas itu menggelang. Menyuruh agar Nadia bungkam demi keamanan bersama.
Diam-diam, Hikaru memandang hal itu dari kejauhan, membuahkan senyum manis sambil menyerahkan gelas kosongnya kepada pramugari berseragam warna beige.
"Cantik banget sih kamu, Nad. Kira-kira harus saya apakan mantan dan calon masa depanmu, supaya saya bisa mendapatkan kamu?"
***
Kediaman Keluarga Zhong, 10.30 WIB.
"Pa, anakmu ke mana, ya? Kok sampai hari ini belum pulang? Terakhir kasih kabar jam 8 malem." Sarah melirih cemas, mengeratkan pegangan bahunya pada Naren.
Sang kepala keluarga turut mengiyakan dalam hati. Ali bahkan diminta libur, mencoba menghubungi William sejak pagi, namun tiada hasil. Sama seperti Setya juga Reyhan.
"Anak-anak lain gimana, Ma?"
"Lila, Mita, Safa, Riana... semua lapor dari subuh kalau HP Reno, Galih, Harsya, sama Fauzi mati. Nggak bisa dihubungi. William ikut-ikutan. Tinggal Indah aja belum tahu keadaan Arif gimana."
Dering telepon paralel kamar mengejutkan Sarah kala Naren hendak berpendapat, memohon segera diangkat.
"Halo,"
"Pagi, Tuan Narendra. Ada telepon dari Tuan Chandra, ponsel Tuan di luar jangkauan terus, jadi Tuan Chandra menghubungi saluran nomor di ruang kerja pribadi Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWASENA [Telah Terbit] ✔️
Fanfiction(Buku Ke-2 AKARSANA) (Telah dibukukan oleh Redaksi Athena) . . Arif, Galih, Fauzi, Reno, William, dan Harsya kembali mengemban misi menyelamatkan seorang penyanyi opera di sebuah kelompok pertunjukan ternama, dari sebuah organisasi perbudakan hibura...