Apologize

129 38 0
                                    

Hari weekend dimanfaatkan Mentari untuk mencari udara segar. Rasanya dia sangat pengap terus-terusan di kamar mengerjakan tugas. Bosan dengan suasana kampus yang itu-itu saja pemandangannya.

Dia pergi ke mal seorang diri. Membawa seperangkat alat perang untuk menugas. IPad, buku referensi, buku catatan, pulpen, dll.

"Mau ke mana?" tanya Davi, kakak laki-lakinya yang sudah terbebas dari penjara.

"Ke mal," jawab Mentari dengan semangat.

"Abang antar?" tawarnya.

"Apa aku gak boleh naik mobil sendiri?"

Davi menggelengkan kepala dengan ekspresi datar. "Sekalian mau buka kafe."

Sebagai informasi, setelah resmi keluar dari penjara Davi meneruskan pekerjaan yang ditekuninya dulu. Dia adalah seorang barista. Namun, sekarang dia memiliki kafe sendiri. Chandra memberinya modal untuk membuka usaha tersebut.

"Kenapa aku lupa kalau abang punya kafe? Ya udah aku ikut aja, lumayan gak bayar," ucap Mentari sambil cengengesan.

"Bayar," tegas Davi lalu mengambil kunci mobil. Mentari mencibir, tetapi tetap ikut dengan kakaknya pergi.

Di sepanjang jalan senyum Mentari tidak luntur. Entah mengapa perasaannya bahagia sekali. Apa karena ini pertama kalinya jalan dengan Davi? Atau karena dia semakin lega keadaan semakin baik?

Apa pun itu, intinya Mentari bersyukur untuk hari ini.

Berhenti di halaman depan kafe yang cukup luas. Biasanya hari libur seperti ini pengunjung lebih banyak. Davi sudah menghubungi karyawannya untuk datang dan berberes lebih dulu.

Mentari ikut masuk dan langsung mengambil posisi duduk. Kak Meta, salah satu barista yang paling dikenalnya itu menghampirinya. "Adik kecil tumben main? Mau minum apa?" tanyanya ramah.

"Mau latte satu!"

Meta terkekeh, dia senang sekali Mentari berkunjung. Dia sudah menganggapnya seperti adik sendiri. "Oke, latte panas segera datang, Tuan Putri."

Mereka berdua terkekeh geli dengan candaan sederhana itu. Dari tempatnya berdiri Davi mengulas senyum, dulu dia sangat khawatir karena meninggalkan Mentari sendirian menanggung luka-lukanya. Karena kesalahannya mereka jadi jauh dan adiknya itu semakin terpuruk. Namun, sekarang keadaannya sudah baik-baik saja.

Awalnya Meta ingin mengantar kopi Mentari, tetapi Davi mencegah dan meminta dia yang akan mengantarnya. "Kapan ketemu dokter Rian lagi?" tanyanya.

Mentari yang awalnya sibuk mengetik di laptop beralih menatap Davi. "Lusa. Kenapa?"

"Pergi sama abang."

Mentari memicingkan matanya. Curiga. "Ada apa, nih? Tumben."

"Ada yang pengen ditanya."

Tidak membiarkan Mentari bertanya lagi, Davi langsung pergi dari hadapannya. "Dasar, dingin banget. Pantes masih jomblo."

Kembali fokus dengan tugasnya. Tak berapa lama kemudian lonceng dari arah pintu berbunyi pertanda ada pengunjung yang masuk. Mentari menoleh dan mereka langsung berkontak mata.

Melihat sosok itu, hati Mentari rasanya seperti disayat-sayat. Banyak sekali kesalahan yang dia perbuat.

Benar saja, sosok itu berjalan mendekati Mentari dan duduk di depannya. "Hei, apa kabar?"

Mata Mentari bergerak gelisah. Dia bingung harus memasang ekspresi seperti apa. "Em, hai. Gue baik."

Mario mengulas senyum manis. Mentari di matanya adalah sosok cewek cantik yang memiliki senyum indah. Alasan mengapa dia begitu tertarik dengannya.

Film Out | Choi Beomgyu✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang