Mungkin, karena ini pertama kalinya bagiku mendapatkan cinta setulus ini, aku jadi bertindak serakah tanpa kusadari.
Mungkin, karena aku pun sudah terlalu jatuh hati kepada Bumi. Sehingga apa ada di pikiranku selalu terlintas tentangnya.
Kemungkinan yang terakhir adalah, mungkin aku tak bisa jauh darinya. Bukan mungkin lagi sebenarnya, tapi memang begitulah faktanya.
Aku terbangun dan langsung melihat Bumi tertidur sambil menggenggam tanganku. Dia ada di sini setelah kupikir dia tak mau lagi.
Sekujur tubuhku rasanya sakit, nyeri, dan lemah. Entah sudah berapa banyak jarum suntik yang menusuk kulitku, berapa banyak jenis obat yang harus kukonsumsi.
Bohong bila aku bilang aku tidak pernah berpikir untuk menyerah. Siapa pun tahu, betapa tidak enaknya saat dilarang makan ini dan itu. Harus berobat rutin meskipun tidak tahu kesembuhan itu kapan datangnya.
Tanpa sadar air mataku menetes, lama kelamaan menjadi sesenggukan. Mungkin karena itu Bumi terusik dan akhirnya terbangun.
"Senja?"
Aku tidak menjawab, sibuk sendiri menutup wajah dengan tangan. Tak ingin Bumi melihatku yang menangis tiba-tiba.
Bumi menggeser kursinya lebih dekat, kemudian menarik lembut tanganku menjauh dari wajah. "Kenapa um?"
Wajah dan suara lembutnya itu sukses sekali membuat tangisku semakin pecah. Dia mengusap pipiku, tanpa bertanya lagi. Membiarkanku puas menangis sampai berhenti sendiri.
Setelah sudah cukup tenang, aku bergeser sedikit mendekati Bumi. Menggenggam tangannya dan menatap wajahnya lebih dekat. "Gue ... takut," ucapku dengan suara lirih.
Mendengar itu, Bumi sedikit mencondongkan tubuhnya untuk mengecup keningku. "Selama saya masih di sini, kamu gak perlu takut."
"Bumi ... gue udah gak sangg—"
Tak membiarkan kalimat putus asa itu terucap, dengan cepat Bumi mencuri start menempelkan bibirnya di bibirku cukup lama. Membuatku tak tahan dan akhirnya kembali menangis.
"Saya tau, tapi tolong jangan ucapkan itu. Jangan apa pun saya belum siap."
Kalimat itu sebagai jeda yang kemudian dilanjutkannya kembali menciumku lebih dalam dan intens.
Aku sekarang tahu, bukan hanya aku yang merasa takut. Dia, Bumi Pradikta, pacar pertamaku juga merasakan hal yang sama. Dia benar tidak main-main menemaniku berjuang, tidak peduli apa pun dan tetap aku yang selalu dia utamakan.
Because love has to work like that. Until the end.
KAMU SEDANG MEMBACA
Film Out | Choi Beomgyu✓
Fanfiction❝Bumi dan Senja adalah kolaborasi alam semesta yang paling indah.❞ ©Puputt_09 2021